pita deadline

pita deadline

Senin, 29 April 2013

Kardiologi Kuantum (17): Catatan Kecil Menyambut HUT Ke-19 Tabloid Kardiovaskuler

IBARAT seorang pemuda, diusia 19 tahun (7 April 2013) adalah sedang gagah-gagahnya, tidaklah heran bila Paskibraka baik di ibukota provinsi maupun di istana negara (nasional), pengibar bendera pada tiap-tiap tanggal 17 Agustus terdiri dari pemuda-pemudi usia 18-20 tahunan. Tabloid Kardiovaskuler adalah salah satu produk pembawa bendera PERKI, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Kardiologi kuantum pertama kali dikemukakan juga di media ini. Kardiologi kuantum dapat dikatakan sebagai pendekatan fisik, mental, dan spiritual kardiovaskular melalui fisika kuantum dan Candra Jiwa Indonesia. Kardiologi kuantum selalu memandang Tabloid Kardiovaskuler sebagai “Kawah Candradimuka” tempat ia dilahirkan, dibesarkan dan dikomunikasikan kepada masyarakat kardiovaskular Indonesia.
Dalam dunia pewayangan ia menganggap dirinya sebagai GATOTKACA, ksatria berkumis tebal dari Pringgodani. Anaknya Bima (Werkudara) ksatria ke-2 Pandawa dengan Dewi Arimbi. Menurut Ki  Dalang, ototnya bagaikan kawat dan tulangnya ibarat besi, dapat terbang sampai ke langit sap tujuh. Di jaman sekarang, kira-kira seperti penerbang-tempur (fighter) pesawat Harrier milik Angkatan Udara Kerajaan  Inggris. Ia memiliki kemampuan hovering seperti helikopter (rotary wing) walaupun di kategorikan sebagai pesawat-jet-tempur fixed wing, yang mampu hadir di segala cuaca sebagai penjaga dirgantara.
Kardiologi kuantum menghormati pendapat Alfred Adler yang menempatkan humaniora, pekerjaan dan kasih sayang kepada masyarakat pada posisi yang paling tinggi. Respek kepada hierarki yang ada di masyarakat dalam bidang profesi, pekerjaan dan penghargaan yang diberikan kepadanya. Namun memberikan catatan bahwa bentuk keterikatan itu bagaikan  mengawini kedudukan, harta-kekayaan, dan pelampiasan asmara berlebihan akan berdampak terjadinya stres, disharmoni, neurotik, psikosomatik, bahkan mengganggu integritas pribadi.
Dengan “kacamata” kardiologi kuantum, diyakini amat mudah terlihat di lingkungan petugas kesehatan dan masyarakat kardiovaskular akhir-akhir ini, sungguh-sungguh memprihatinkan. Diperlukan hubungan yang nyaris longgar dengan masyarakat di depan pancaindra, suatu hubungan perkawanan (bukan perkawinan) saja, yang sewaktu-waktu lebih mudah untuk mengucapkan selamat tinggal sesuai perjalanan sang waktu. Tanpa meninggalkan semangat joang yang tinggi, rasa bertanggung jawab yang besar, serta tercapainya cita-cita luhur. Pelaksanaannya dengan penuh kesabaran dan dedikasi yang tinggi sebagai bukti cintanya kepada masyarakat.
Di dalam kawah ‘candradimuka’-nya Tabloid Kardiovaskuler, lahirlah ‘jabang-tetuko’ Kardiologi Kuantum yang berusaha dengan tertatih-tatih menempatkan diri sejajar dengan pemikiran-pemikiran yang sudah mapan seperti psikologi, psikiatri dan psikosomatik. Memilih pendekatan mental-spiritual yang bersifat ekliktik-holistik dari pemikir-pemikir psikologi/psikiatri Carl Gustav Jung, Alfred Adler dan Candra Jiwa Indonesia (Soenarto). Ia terlihat malu-malu menampakkan dirinya bahkan lebih nyaman menggolongkan dirinya sebagai filsafat-terapan saja. Bagi mereka yang jeli dalam ilmu humaniora telah lama menganggap bahwa psikologi, psikiatri, dan psikosomatik pun adalah dalam rumpun yang sama; filsafat-terapan itu juga. Tidak ada yang tahu apakah kelak juga akan menjadi salah satu divisi kardiovaskular, lebih dari itu, di seberang lautan sana, pendekatan sebagai spesialis psikiatri-kardiologi sudah mulai difikirkan oleh para ahli di USA karena sindroma koroner akut, gagal jantung, dan kardiomiopati berhubungan erat dengan ilmu psikiatri-psikologi. Walahualam bisawab.
Tulisan ke-17 Kardiologi kuantum yang bertepatan dengan HUT ke-19 Tabloid Kardiovaskuler ini perlu mengumumkan dirinya menggunakan ikon Gatotkaca atau Antareja, karena wayang, batik, keris, dan angklung sudah menjadi UNESCO world (intangible cultural) heritages sejak awal tahun 2010, yang harus dilestarikan sepanjang zaman oleh setiap manusia yang merasa terpanggil untuk itu. Bila TheSource, Sadar Statis, Sumber Hidup, Tuhan dan TheForce, Sadar Dinamis, Utusan Tuhan yang Abadi, Yang Menghidupi (TheSelf,  Rohaninya manusia, Ego-nya yang Abadi di dalam diri setiap manusia) mengizinkan, Kardiologi Kuantum seyogyanya menjadi buku yang bernomor 2018. Ia harus bersampul ‘angkasa’ biru dengan Gatotkaca di atas sana sebagai ikonnya. Kardiologi kuantum tentu saja memiliki pilihan lainnya yaitu tokoh Antareja yang dapat menyelam di ‘samudra’, badannya bersisik, dan warna biru adalah warna birunya samudra. Tokoh Ontosena patut dipertimbangkan karena  kemampuannya ambles bumi, beraktifitas di dalam tanah. Ia sangat sakti, bahkan jika lidahnya menjilat bekas tapak kaki musuhnya, maka matilah musuh tersebut, ia tidak mempunyai lawan yang setara, oleh karena itu “diabsenkan” oleh tokoh Kresna di dalam perang saudara Bharatayudha. Bukankah Candra Jiwa Indonesia adalah Transcendence to the depth of the heart and beyond? Berarti Ksatria Antreja lebih pas  untuk itu? Penulisnya memang harus menutup serial 7-buku sebagai postquel (2018) Pentalogi Candra Jiwa Indonesia (Studium Generale 2012, Psike 2013, Ego 2014, Intuisi 2015, dan Magnum Opus 2016). E-book Prequel-nya yang bernomor 2017, sudah beredar melalui internet, di share gratis, sebagai Perkenalan, istilah gaulnya sebagai “Intro”-nya serial Pentalogi.
Beberapa hari yang lalu Dekan Fakultas Kedokteran UI Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM (K) atas nama seluruh civitas academica FKUI menyampaikan selamat kepada penulisnya bahwa Magnum Opus (763 hal.) bersama 19 buku lainnya dari berbagai fakultas di lingkungan UI, mendapat bimbingan untuk menjadi buku ajar nasional. Semangat menulis tersebut agar dipelihara, diteruskan, dan disebarluaskan kepada staf akademik yang lebih muda. Magnum Opus telah menunjukkan elan vitale-nya karena seperti buku pentalogi  lainnya masing-masing telah memiliki 6 ISBN dari Perpustakaan Nasional dengan penerbitnya: H&B/Heart and Beyond PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia). Penerbit ini  selalu siap kapan saja melayani setiap anggota PERKI untuk membantu mendapatkan ISBN gratis, dan PERKI sama sekali tidak memungut biaya, bahkan PERKI merasa wajib mendorong semangat untuk menjadikan setiap anggotanya (kalau mau) menjadi penulis (buku) profesional dalam bidang kardiovaskular dan selebihnya (beyond).
Kardiologi kuantum juga telah memperkenalkan 4-Dimensi (dunia) yang terdiri dari Makrokosmos (D-1), alam semesta dan seisinya, dengan makhluk-makhluk seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan dewa, si makhluk halus. Mikrokosmos yang berada di dalam makrokosmos ini terdiri dari 3-Dimensi. Dimensi fisik-biologis (D-2), Dimensi mental, jiwa, atau jasmani halus (D-3), dipersepsikan adanya Dimensi-4 ialah Pusat (hidup) Imateri. Di dalam pusat imateri inilah dipersepsikan tempat keberadaan pusat, sumber, dan tujuan hidup egonya manusia ialah Sadar Statis (Suksma Kawekas, TheSource) serta utusan-Nya yang abadi, Sadar Dinamis yang menjadi Guru Dunia (Suksma Sejatinya manusia, penuntunnya di dalam kalbu-hati, TheForce). Suksma Sejati inilah sesungguhnya pemicu dan yang menghidupi TheSelf, jati dirinya manusia, Egonya yang abadi (Roh Suci, sifat kuasa Tuhan). Bukan Egonya yang kita kenal sehari-hari yang hanya bersifat sementara, sepanjang hayat dikandung badan sesuai teorinya Sigmun Freud. Evolusi perjalanan Ego manusia menemukan jati dirinya dan “bertemu” dengan   TheForce adalah peristiwa INTUISI (pencerahan yang mengubah peradaban manusia), dan akhir evolusi manusia adalah diterimanya kembali eksistensi TheSelf oleh TheForce, di dalam peristiwa PAMUDARAN, telah dipersepsikan oleh Carl Gustav Jung sebagai Individuisasi.
Kardiologi kuantum mengajak ego/ angan-angan agar mengendalikan sentra vitalitas nafsu dengan baik. Diawali dengan membuka kunci pertama dengan mengendalikan, menekan, dan menetralkan nafsu egosentripetal (semua perilaku negatif, egoistik, tamas, atau luamah) dengan tapabrata/puasa, keberhasilannya dinamakan dalam istilah psikologi sebagai sublimasi. Kunci kedua, juga tidak mudah karena mengembangkan ke-jujur-an lahir dan batin. Kalau kita sebagai bangsa sudah mampu berbuat demikian maka KPK, kejaksaan, dan kepolisian diyakini tidak ada pekerjaan lagi atau setidaknya meringankan tugas-nya. Oleh karena itu sifat  unggulan lainnya seperti ikhlas, sabar, syukur, dan budi luhur menjadi suatu keniscayaan, sesuai dengan teori kemasyarakatannya Alfred Adler. Akhirnya, kunci ketiga yaitu percaya (belief, iman) kepada Sumber Hidup dan Yang Menghidupi jati dirinya manusia senantiasa dipakai. Kunci tersebut transendental sifatnya dan harus dibawa dalam introspeksi menuju kalbu terdalam. Kardiologi kuantum mencatatnya sebagai fungsi yang tertinggi dari sentra vitalitas perasaan manusia. Maka, sadar (eling, consciousness) dan taat (takwa, obedience) berturut-turut  sebagai fungsi tertingginya dua vitalitas jiwa lainnya yaitu angan-angan dan nafsu-nafsu juga akan eksis dengan sempurna. Sementara itu evolusi perjalanan ego manusia ke dalam dirinya (introversi) seharusnya terus dilanjutkan untuk menuju pusat (hidup) imateri.
Akhirnya, terbuka kesempatan membuktikan adanya peristiwa intuisi dan pamudaran baik secara teoritis maupun hipotetis kepada siapa saja anggota masyarakat kardiovaskular untuk menjadikan kenyataan, sebagai tujuan akhir kehidupan manusia, mengikuti teori Jung dan Candra Jiwa Indonesia (Soenarto). Selamat Hari Ulang Tahun, semoga panjang umur, banyak rejeki dan berbahagia selalu.

Budhi S. Purwowiyoto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar