pita deadline

pita deadline

Rabu, 26 Oktober 2011

Konseling Genetik untuk Orang Dewasa dengan Kelainan Jantung Bawaan


“SELAMAT pagi Dokter!“ seorang lelaki dewasa muda disertai seoarng wanita masuk ke dalam ruang praktek dokter di RSJHK.
“Selamat pagi, oh Anton (nama samaran)“ rupanya dokter telah mengenal lama sang pemuda. “Silahkan duduk“ sang dokter berdiri, berjabat tangan dengan keduanya, lalu semuanya duduk pada kursi yang tersedia.
“Apa kabar Anton, biasanya sama Ibu ya?“ dokter mulai membuka pembicaraan. “Alhamdulillah baik Dok, Mamah di rumah. Ya biasanya dulu dianter mamah, tetapi Anton sudah bekerja sekarang, dan Anton mempunyai rencana menikah. Anton kan pernah dioperasi 15 tahun yang lalu, sehingga ingin mengetahui bagaimana kemungkinan anak-anak Anton jika kami menikah.“ begitu ia bertutur. “Oh lupa ini Sri tunangan Anton. Anton bawa biar mendengarkan penjelasan dokter.“
“Alhamdulillah Anton sehat, berarti operasi penutupan VSDnya sukses, berarti jantung Anton seperti orang normal. Baik sekali Sri dibawa. Jika Sri sendiri atau keluarganya tidak ada yang menderita kelainan jantung bawaan maka kemungkinan anak-anak Anton mempunyai hal sama ada, tetapi prosentasenya kecil.” Dokter menjelaskan. Setelah diperiksa ulang memang VSD Anton sudah tertutup berkat operasi, dan Sri tidak menderita kelainan jantung. Selang beberapa tahun Anton, Sri dan kedua putrinya datang berkunjung ke Poli Jantung, sekaligus ingin meyakinkan apakah kedua putrinya sehat. Alhamdulillah kedua putrinya tidak menderita kelainan jantung bawaan.
Masa kini kemajuan ilmu kedokteran, khususnya gemetika semakin dikenal sebagai salah satu faktor yang berperan dengan timbulnya penyakit atau kelainan. Salah satu kelainan yang dibawa sejak dalam kandungan adalah kelainan Jantung Bawaan.
Sebagai orang tua yang telah lama menunggu kelahiran putra atau putrinya sudah tentu akan bertanya-tanya. Dua pertanyaan yang umumnya ditanyakan bila sang anak menderita kelainan jantung bawaan adalah :
Mengapa kelainan itu bisa terjadi?
Apakah kelainan itu akan terjadi kembali?
Pertanyaan yang sama akan disampaikan pula oleh seseorang yang kebetulan menderita kelainan jantung manakala ia akan mendapat keturunan. Konseling genetik dapat membantu menjawab pertanyaan tersebut dan menyampaikan berbagai hal berkaitan dengan berkeinginan mulai membina keluarga.

Apa yang terjadi saat konseling Genetik?
Tujuan yang ingin dicapai pada konseling genetik untuk orang dewasa dengan kelainan jantung bawaan adalah untuk memperkirakan kemungkinan anak-anak keturunannya akan mengalami hal yang sama. Besarnya kemungkinan untuk mempunyai kelainan jantung bawaan sangat tergantung pada penyebabnya.
Seorang konselor genetika akan berupaya menentukan apa penyebab dari kelainan jantung bawaan penderita berdasarkan riwayat medis dan riwayat keluarga serta melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan genetik dapat diambil dari contoh darah penderita akan membantu menentukan apa penyebab kelainan jantung tersebut. Ada kalanya sangat bermanfaat bila memperoleh contoh darah dari anggota keluarga untuk pemeriksaan genetik, terutama apabila anggota keluarganya mempunyai kelainan jantung juga.

Penyebab Kelainan Jantung

1. Tidak diketahui: Kita tidak mengetahui penyebab pasti dari sebagian besar kelainan jantung bawaan. Mungkin sekali berhubungan dengan kombinasi faktor genetika yang multipel dan faktor lingkungan. Umumnya antara 2-15% faktor keluarga berhubungan dengan kemungkinan timbulnya kelainan jantung bawaan. Beasarnya kemungkinan tergantung pada jenis kelainan dan apakah di keluarga anda ada juga yang mengidap kelaian bawaan.

2. Sindroma Genetik: Sebagian orang dengan kelainan jantung bawaan mempunyai kondisi genetik yang spesifik yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Mereka mungkin mengetahui atau tidak mengetahui kondisi tersebut. Kemungkinan bagi anak-anaknya untuk mempunyai kondisi tersebut sagat besar bisa mencapai 50%. Kondisi tersebut sangat bervariasi dalam tingkat berat-ringannnya kelainan, sehingga mungkin saja anak-anak tersebut kurang dianggap serius atau mungkin malahan lebih serius dibanding orang tuanya.

3. Terpapar dengan lingkungan: Kelainan jantung bawaan juga dapat disebabkan oleh sang ibu saat kehamilan terpapar dengan infeksi atau obat. Dalam kondisi tersebut kemungkinan mengalami cacat bawaan pada bayi yang dikandungnya tidak lebih dari rata-rata orang pada umumnya.

Siapa yang harus mendapatkan Konseling Genetik?
Konseling genetika akan sangat menolong bagi siapapun yang mempunyai kelainan jantung bawaan yang ingin mengetahui penyebab dan seberapa besar kemungkinan anak-anaknya akan mempunyai kelainan yang sama. Konseling genetik sangat sesuai bagi laki-laki maupun wanita dengan kelainan jantung bawaan. Kemungkinan seorang anak akan mempunai kelainan jantung bawaan meningkat manakala ibu atau ayahnya mempunyai kelainan jantung bawaan.
Konseling genetik sangat penting jika seseorang diantara keluarga anda mempunyai kelainan jantung bawaan, atau Anda sendiri atau seseorang di antara keluarga mempunyai kelainan bawaan lainnya, tuli sejak lahir, gangguan psikiatris, penyakit liver atau gangguan kemampuan belajar.

Kapan waktu yang tepat untuk Konseling Genetik?
Waktu terbaik untuk memperoleh konseling Genetik yaitu sebelum anda hamil. Saat tersebut anda akan mengetahui seberapa besar risiko kemungkinan anaknya mempunyai kelainan sebelum hamil. Anda pun akan mengetahui bahwa ada pemeriksaan khusus diperlukan sebelum hamil. Seandainya Anda sudah hamil dan belum melakukan konseling, tetap saja konseling genetika akan menolong Anda semasa kehamilan.

Saat Hamil
Apabila suatu penyebab genetika ditemukan yang berhubungan dengan kelainan jantung, anda dapat melakukan tes genetika saat hamil untuk melihat apakah sang jabang bayi mempunyai kondisi kelainan genetika yang dapat diturunkan. Dalam banyak kasus, adalah sangat baik untuk dilakukan pemeriksaan fetal -echocardiogrmi oleh seorang dokter spesialis Jantung Anak yang sangat pakar dalam melihat kelainan jantung kongenital memakai tehnik pencitraan. Pemeriksaan tersebut sangat baik dilakukan pada saat umur kehamilan 18 minggu.

Turut serta dalam Riset
Masih sangat banyak yang belum kita ketahui bagaimana kelainan jantung bawaan terjadi. Kemungkinan besar riset yang akan datang mampu menemukan jawaban atas penyebab kelainan jantung bawaan. Sebagai seorang dewasa yang mengidap kelainan jantung bawaan, Anda dapat menolong untuk meningkatkan pengertian atau memperbaiki cara menangani kelainan dengan ikut secara aktif dalam program riset. Partisipasi Anda akan menolong keluarga Anda dan keluarga lainnya untuk memahami kelainan jantung bawaan yang mereka idap dan seberapa besar kemungkinan kelainan tersebut akan terjadi dalam keluarga. Tanyakan kepada Koselor Genetika tentang riset yang sedang berlangsung sehingga Anda dapat berpartispasi didalamnya.
Anton yang mengidap kelainan jantung bawaan telah dibetulkan lewat pembedahan, ia menikah dengan seorang wanita sehat tanpa kelainan, demikian juga keluarganya. Ia dikarunia Allah SWT dua putri yang cantik. Filusuf Iqbal menuturkan “Do'a akan mengubah taqdir Allah“. Anton berdoa kepada sang Khaliq, dan Sang Khaliq memberi jodoh seorang wanita sehat, dan dua anaknya wanita pula, sehat.
(http://www.americanheart.org
presenter.jhtml?identifier=11083AHA,
Last updated 09/22/09)
Dede Kusmana

Registri Nasional Mencatat Inefisiensi Angiografi Diagnostik

HAMPIR dua-pertiga dari 400.000 pasien yang menjalani angiografi koroner diagnostik elektif pada 601 rumah sakit Amerika Serikat ternyata tidak mengidap penyakit arteri koroner obstruktif.
Ini bukan penggunaan yang efisien atas sumber-sumber layanan kesehatan, dan suatu faktor yang nyata pada kinerja yang buruk ini adalah rendahnya nilai prediktif positif dari metode uji-beban non-invasif untuk iskhemia miokard. Hal ini disampaikan oleh Dr. Manesh R. Patel pada sesi ilmiah tahunan the American Heart Association.
Panduan praktis klinik merekomendasikan pencatatan iskhemia melalui uji beban non-invasif sebelum mempertimbangkan angiografi koroner diagnostik. Hal ini dikerjakan pada 84% kasus pada serial ini, yang diambil dari the American College of Cardiology National Cardiovascular Data Registry. Namun demikian nilai prediktif positif (the positive predictive value) uji non-invasif hanya 41% menurut Dr. Patel dari Duke University, Durham, NC.
Dia melaporkan 397.954 pasien stabil tanpa riwayat sindroma koroner akut atau revaskularisasi koroner yang menjalani angiografi koroner diagnostik selama 2004-2008 dan dimasukkan ke dalam registri nasional komprehensif.
Penyakit arteri koroner obstruktif (coronary artery disease =CAD) dideteksi pada 37,5% pasien yang didasarkan pada setidak-tidaknya stenosis 50% left main artery atau stenosis 70% atau lebih pembuluh darah utama.
Pada pasien dengan obstruksi CAD, 14% memiliki skor rendah risiko Framingham, 59% pada skor moderate risiko Framingham, dan 27% pada risiko tinggi. Diantara pasien-pasien yang ditemukan tidak mengidap CAD signifikan, 39% memiliki risiko rendah skor Framingham, 52% memiliki risiko moderate skor Framingham, dan sisanya memiliki risiko tinggi skor Framingham.
Diantara 69% subyek yang dirujuk untuk angiografi sesudah uji beban positif, 41% terbukti mengidap CAD obstruktif. Dari 12% pasien yang dikirim untuk angiografi diagnostik sesudah uji beban negatif, 28% ditemukan mengidap CAD obstruktif.
Sebanyak total 16% pasien-pasien dalam serial besar ini dirujuk untuk angiografi diagnostik tanpa uji-beban sebelumnya, mungkin karena pada saat evaluasi klinik dokternya meyakini bahwa mereka memiliki kemungkinan tinggi mengidap CAD signifikan. Ternyata pada angiografi, hanya 35% dari kelompok ini terbukti mengidap CAD obstruktif.
Dengan demikian, baik hasil skor risiko Framingham maupun hasil uji-beban bukanlah pegangan yang berguna untuk menentukan siapa yang harus menjalani angiografi diagnostik. Demikian pula keluhan pasien, bukan pegangan yang berguna. Sebagai contoh, 44% pasien yang ditemukan mengidap CAD obstruktif ternyata mengidap angina stabil, meskipun 27% diantaranya tidak. Nyeri dada atipikal, yang dilaporkan oleh 37% pasien yang dirujuk untuk angiografi, ada pada 25% dari mereka yang mengidap CAD obstruktif dan pada 44% yang tidak mengidap CAD obstruktif. Secara kasar 30% dari pasien yang dirujuk untuk angiografi tidak mengalami gejala iskhemia; mereka memiliki kemungkinan yang sama untuk mengidap CAD obstruktif atau tidak.
Penyulit angiografi diagnostik terjadi pada 1,6% kasus, termasuk sebanyak 0,28% untuk penyulit vaskular, 0,12% untuk gagal ginjal, 0,62% untuk perdarahan dan 0,08% untuk stroke.
(MD Consult, News, January 5, 2009)
Cholid T Tjahjono

Pengaruh Usia, Diagnosis, dan Pembedahan Sebelumnya pada Anak dan Dewasa dengan Kelainan Kongenital yang Menjalani Transplantasi Jantung

Survival pada bulan ke 3 paska transplantasi jantung secara bermakna lebih buruk pada pasien dengan penyakit jantung kongenital versus anak-anak dengan kardiomiopati.

Survival jangka panjang pada anak dan dewasa dengan penyakit jantung kongenital jelas semakin bertambah baik seiting dengan kemajuan pembedahan dan terapi medis. Walaupun ada kemajuan ini, sejumlah pasien dengan penyakit jantung kongenital yang kompleks akan sangat memerlukan transplantasi jantung untuk gagal jantung tahap akhir. Kemampuan menangani transplantasi jantung dengan penyakit jantung kongenital kompleks telah menjadi suatu evolusi. Riwayat transplantasi untuk penyakit jantung kongenital pertama kali dilaporkan tahun 1967.
Walaupun penyakit jantung kongenital telah diidentifikasi sebagai faktor irisko untuk satu tahun kehadapan setelah transplantasi.namun penelitian yang mengidentifikasi faktor risiko spesifik akan hasil yang buruk setelah transplantasi untuk penyakit jantung kongenital pada populasi kombinasi dewasa dan anak-anak belum pernah dilakukan.
Lamour dan kawan-kawan melakukan penelitian dengan metoda analisis retrospektif yang menggabungkan data yang berasal dari catatan Pediatric Heart Transplant Study (PHTS) dan The Cardiac Transplant Research Database (CTRD). Populasinya terdiri dari 7.345 pasien berusia < 18 years yang mendapat transplantasi di 35 senter dari Januari 1990 hingga Desember 2002. Populasi PHTS terdiri dari 923 pasien < 18 tahun pada saat terdaftar untuk transplantasi jantung. Penelitian multisenter besar ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil setelah transplantasi jantung pada 488 anak-anak > 6 bulan dan juga orang dewasa dan mengidentifikasi faktor risiko untuk mortalitas fase dini dan konstan.
Sebanyak 366 pasien dengan usia < 6 bulan dikeluarkan dari penelitian ini. Sisanya yang 20%, beberapa diantaranya terdaftar untuk transplantasi jantung dan menjalani terapi paliatif sementara menunggu organ donor. Keunikan kelompok bayi ini dianggap tidak digeneralisir pada keseluruhan kohort pediatrik dan dewasa dengan penyakit jantung kongenital yang menjalani transplantasi.
Hasilnya, ujar Lamour dan kawan-kawan, pasien dengan diagnosis penyakit jantung kongenital yang menjalani transplantasi jantung berhasil diidentifikasi. Variabel donor serta resipien berganda juga diuji dalam mengidentifikasi faktor risiko untuk survival setelah transplantasi. Variabel penerima termasuk diagnosis penyakit jantung kongenital, variabel donor termasuk data EKG dan angiografik, penyebab kematian, dukungan inotropik, dan ketidaksesuaian cytomegalovirus. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Kaplan-Meier survival, model hazard nonparametrik dan parametrik. Survival dibandingkan diantara pasien dengan penyakit jantung kongenital dan juga kardiomiopati usia < 18 dan > 18 tahun. Faktor risiko untuk kematian diantara pasien dengan penyakit jantung kongenital diidentifikasi dengan menggunakan analisis multivariat dalam ranah hazard parametrik.
Lamour dan kawan-kawan lebih jauh melaporkan bahwa median usia pada transplantasi jantung adalah 12,4 tahun. Diagnosis primer termasuk ventrikel tunggal (36%), d-transposition arteri besar (12%), lesi pada saluran keluar ventrikel kanan (10%), l-transposition arteri besar (8%), defek ventrikular/atrial septal (8%), obstruksi saluran keluar ventrikel kiri (8%), dan yang lain (18%). Sebanyak 93% pasien sedikitnya pernah mengalami satu kali operasi sebelum transplantasi jantung. Survival pada bulan ke 3 paska transplantasi jantung secara bermakna lebih buruk pada pasien dengan penyakit jantung kongenital versus anak-anak dengan kardiomiopati, tapi tidak pada orang dewasa dengan kardiomiopati (berturut-turut 86%, 94%, and 91%).
Mereka juga melaporkan bahwa tidak ada perbedaan dalam kondisi survival 3 bulan diantara 3 kelompok. Sementara survival lima tahun mencapai 80%. Fakto risiko untuk kematian pertama pada penerima organ dengan usia yang lebih tua, donor organ yang berusia lebih tua dengan waktu iskemik yang lebih lama, dan pra transplantasi jantung Fontan. Survival yang diramalkan pada pasien Fontan lebih rendah (77% dan 70% pada 1 dan 5 tahun) versus pasien non-Fontan (88% and 81% pada 1 dan 5 tahun). Faktor risiko untuk motalitas fase konstan termasuk usia penerima yang lebih muda, gradient transpulmonal yang lebih tinggi, ketidaksesuaian cytomegalovirus pada transplantasi jantung.
Dalam analisis yang dilakukan oleh Lamour dan kawan-kawan, survival kondisonal pada pasien yang berhasil selamat untuk 3 bulan pertama setelah transplantasi jantung tidak berbeda diantara seluruh kelompok, menunjukkan peningkatan risiko mortalitas yang kelihatannya berhubungan dengan masalah peri-transplantasi.
Beberapa pusat penelitian telah mengidentifikasi tak ada peningkatan risiko dini setelah transplantasi untuk penyakit jantung kongenital dibanding dengan kondisi lain. Namun, sayangnya kekuatan analisis ini dibatasi oleh jumlah sampel yang lebih kecil.
(J Am Coll Cardiol 2009; 54: 160-5)
Mahdi J

Pada Pasien dengan Hipertensi Resisten, Denervasi Berbasis-Kateter Menyebabkan Penurunan Tekanan Darah yang Signifikan dan Aman

PADA pasien-pasien dengan hipertensi resisten, denervasi renal berbasis-kateter menyebabkan reduksi signifikan tekanan darah yang terus-menerus tanpa kejadian buruk. Laporan ini disampaikan oleh Henry Krum PhD dkk pada The Lancet edisi 11 April 2009.
Hiperaktivitas simpatis renal berhubungan dengan hipertensi serta progresifitasnya, penyakit ginjal kronik, dan gagal jantung.Para peneliti tersebut melakukan uji prinsip-pembuktian dengan terapi denervasi simpatik renal pada pasien-pasien dengan hipertensi resisten (yakni tekanan darah sistolik >160 mm Hg yang sudah dengan pengobatan 3 atau lebih anti-hipertensi, termasuk diuretik) untuk menilai keamanan dan efektifitas penurunan tekanan darah.
Penelitian tersebut melibatkan 50 pasien di pusat-pusat Australia dan Eropa; 5 pasien dieksklusi karena alasan anatomi (terutama didasarkan pada sistem arteri renalis bilateral). Pasien-pasien menjalani pengobatan radiofrekuensi perkutan berbasis-kateter antara Juni 2007 dan November 2008, dengan dilanjutkan dengan follow-up 1 tahun. Tim peneliti menilai efektifitas denervasi simpatik renal dengan renal noradrenaline spillover pada subkelompok pasien.
Primary endpoints pada penelitian ini adalah data tekanan darah di klinik dan keamanan sebelum prosedur dan pada 1, 3, 6, 9 dan 12 bulan sesudah prosedur. Angiografi renal dikerjakan sebelum prosedur, segera sesudah prosedur dan pada 1, 3, 6, 9 dan 12 bulan sesudah prosedur, dan magnetic resonance angiogram 6 bulan sesudah prosedur. Para peneliti menilai efektifitas penurunan tekanan darah dengan metode ANOVA.
Pada pasien-pasien dengan perlakuan, rerata tekanan-darah klinik adalah 177/101 mmHg (SD 20/15), (rerata obat-obat anti hipertensi 4,7); perkiraan laju filtrasi glomerulus 81 ml/menit/1,73m2 (SD 23); dan rerata penurunan renal noradrenaline spillover adalah 47% (95% CI 28-65%). Tekanan darah sesudah prosedur berturut-turut menurun sebesar “14/”10, “21/”10, “22/”11, “24/”11, dan “27/”17 mm Hg pada 1, 3, 6, 9 dan 12 bulan.
Pada 5 pasien yang non-perlakuan, rerata peningkatan tekanan darah klinik berturut-turut +3/”2, +2/+3, +14/+9, dan +26/+17 mm Hg pada 1, 3, 6, dan 9 bulan. Terjadi satu diseksi arteri renalis intraprosedural sebelum pemberian energi radiofrekuensi tanpa diikuti kecacadan. Tidak ditemukan penyulit renovaskular lainnya.
Denervasi renal berbasis-kateter menyebabkan penurunan tekanan-darah yang kuat dan terus-menerus tanpa efek buruk pada pasien-pasien dengan hipertensi resisten. Diperlukan uji klinik acak prospektif untuk meneliti manfaat prosedur tersebut dalam tatalaksana hipertensi resisten.
(Lancet 2009; 373: 1275-1281)
Cholid T Tjahjono

Penyakit Jantung Kongenital pada Dewasa: Menilik Pentingnya Ventrikel Kanan

Orang dewasa dengan penyakit jantung kongenital sering kali memiliki penyakit jantung sisi kanan, dimana berdampak negatif pada outcome jangka panjang.

DALAM dua dekade terakhir ini, banyak studi mengenai penyakit jantung bawaan terutama difokuskan pada ventrikel kiri dan pentingnya mempertahankan fungsi sistolik.
Berkebalikan dengan ventrikel kiri, ventrikel kanan (RV) sering kali disepelekan dan tindakan operasi hanya dilakukan pada kasus insufisiensi trikuspid yang refrakter terhadap terapi obat-obatan, meskipun telah terjadi disfungsi ventrikel kanan yang berat.
Begitu juga penyakit jantung kongenital pada dewasa, RV sering kali dilupakan, akan tetapi beberapa dekade terakhir ini terjadi peningkatan perhatian yang terfokus pada RV dalam usahanya mencegah perburukan disfungsi RV dan fibrosis.
Perburukan ini dapat berupa keterbatasan melakukan aktivitas, gagal jantung kanan, serta yang paling penting adalah aritmia ventrikuler yang letal.
RV memiliki perbedaan yang nyata dalam hal ukuran, struktur dan kontraksi dibandingkan dengan ventrikel kiri.
Stenosis pulmonal (PS) merupakan kemampuan RV dalam beradaptasi dengan tekanan yang berlebihan dan bentuk tersering dari obstruksi outflow RV.
Respon RV terhadap PS adalah berupa hipertrofi dan mempertahankan fungsinya selama beberapa tahun walaupun tekanan telah sistemik.
Telah terjadi salah pengertian mengenai dilatasi RV dan kegagalan ketika terpapar dengan tekanan yang tinggi, nyatanya hal ini tidak terjadi selama sinus ritme tetap ada dan tidak terdapat penambahan lesi volum.
RV akan tetap mempertahankan fungsi yang baik sampai pasien dalam dekade ke lima. Ketika tekanan RV melebihi 50% dari tekanan sistemik, banyak pasien memperlihatkan gejala-gejala (dispneu, pusing maupun nyeri dada, kelelahan, aritmia atrial).
PS secara umum dianggap sebagai lesi yang tidak parah dan operasi merupakan tindakan kuratif.
Penggantian katup pulmonal seharusnya sudah dilakukan sebelum terjadi disfungsi RV berat. Jika hal ini tidak dilakukan maka fungsi RV tidak akan membaik.
Tetratologi Fallot (TF) merupakan defek jantung kongenital sianotik tersering dan terdiri dari sub-PS (seringnya diiringi dengan stenosis supravalvuler dan valvuler), hipertrofi RV, subaortik VSD dan overriding aorta.
RV mempertahankan fungsi sistolik untuk waktu yang lama kecuali jika terdapat tambahan gangguan hemodinamik seperti PS perifer yang meningkatkan forward flow ataupun lesi volum lainnya seperti VSD residual.
Takikardi ataupun fibrilasi atrial mungkin dapat meningkatkan disfungsi RV. Sering kali setelah dua dekade atau lebih, fungsi kontraksi RV menurun yang menghasilkan penurunan stroke volume dan peningkatan volum sistolik akhir RV.
Utamanya adalah pelebaran dan disfungsi RV yang parah dapat mendahului timbulnya onset gejala.
Kebanyakan pasien TF setelah diterapi memiliki gambaran RBBB pada rekaman EKG-nya, tetapi makin lebar gelombang QRS makin buruk fungsi RV – sehingga disebut interaksi mekanoelektrik.
Ketika durasi QRS melebihi 180mdet, pasien akan lebih mudah terkena takikardi ventrikel dan kematian mendadak.
Anomali Ebstein (EA), abnormalitas kongenital yang jarang ditemukan yang melibatkan kegagalan delaminasi katup trikuspid dan berbagai derajat insufisiensi trikuspid (TR).
Tidak terlalu diketahui bagian dari anomali yang mengikuti miopati RV dimana menambah parah disfungsi RV, sebagai akibat TR.
RV biasanya dindingnya sangat tipis dan lebih mudah mengalami dilatasi yang progresif serta disfungsi seiring dengan tingkat keparahan TR.
Seperti halnya penyakit jantung kongenital lainnya, kapasitas latihan yang menurun mungkin tidak terlihat sampai terjadi disfungsi RV berat dan TR yang parah.
Gejala klinis TR sering kali tidak terdeteksi karena atrium kanan sangat lebar dan melibatkan seluruh volum aliran regurgitan tanpa elevasi tekanan vena juguler.
Transposisi Terkoreksi Kongenital (CCT) memperlihatkan kemampuan yang luar biasa dari RV untuk beradaptasi terhadap tekanan sistemik.
Hal ini menunjukkan diskordansi kedua atrioventrikuler maupun ventrikuloarterial, dimana aliran darah melalui jalur yang normal tetapi melalui ventrikel yang salah.
Penambahan lesi volum akan memicu disfungsi ventrikel dan seringnya kegagalan dari RV akibat dari sekuel insufisiensi sistemik katup AV.
Kesimpulannya, penyakit jantung kongenital pada dewasa seringnya melibatkan jantung kanan yang akan berdampak buruk.
(J Am Coll Cardiol 2009; 54: 1903-10) (SL Purwo)
Budhi Setianto

Meta Analisis Dampak Hipertensi Sistemik terhadap Manfaat Kardiovaskular Terapi Statin

TERAPI statin secara efektif menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dengan tingkat yang sama pada pasien hipertensi maupun non-hipertensi.
Studi ASCOTT-LLA dan ALHAT-LLT menyajikan bukti yang bertentangan mengenai efektifitas statin atas penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada pasien-pasien hipertensi.
Bertolak pada fakta tersebut, Franz H Messerli dkk melakukan meta-analisis untuk membandingkan efektifitas keseluruhan mengenai statin pada pasien-pasien hipertensi dan non-hipertensi yang ikut pada uji-uji klinik acak besar. Secara sistematis dilakukan review atas publikasi PubMed dari tahun 1985 dan sesudahnya untuk uji-uji acak plasebo-terkontrol yang memeriksa efek statin terhadap morbiditas dan mortalitas jantung. Hanya uji-uji yang mengikutkan > 1000 pasien selama > 2 tahun yang dimasukkan dalam meta-analisis. Outcome mencakup kematian jantung atau kardiovaskular, kejadian major koroner, atau kejadian major kardiovaskular.
Estimasi gabungan risiko-relatif (RR) dihitung secara terpisah untuk pasien-pasien hipertensi dan non-hipertensi. Efek moderating persentase pasien-pasien hipertensi pada baseline diuji dengan memakai meta-regresi. Disamping ASCOT-LLA dan ALLHAT-LLT, terdapat 12 uji lain yang melibatkan 69 984 pasien yang memenuhi kriteria. Secara keseluruhan, pada 12 uji klinik tersebut, terapi statin menurunkan kematian jantung sebesar 24% (RR 0,76; 95% confidence interval [CI] 0,71 sampai 0,82). Tidak terdapat bukti perbedaan pada RR estimates untuk pasien-pasien hipertensi (RR 0,78; 95% CI 0,72 sampai 0,84) dan non-hipertensi (RR 0,76; 95% CI 0,72 sampai 0,80). Sepadan dengan hal tersebut, metaregresi menunjukkan bahwa efektifitas statin tidak dimoderasi oleh persentase pasien-pasien hipertensi pada baseline (Q estimate 1,51; p=0,22).

(Am J Cardiol 2008; 101: 319-325)
Cholid T Tjahjono

Implikasi Prognostik Sensitivitas Barorefleks pada Pasien-pasien Gagal Jantung di Era Penyekat Beta

SENSITIVITAS refleks baroreseptor laju jantung tidak secara sederhana mencerminkan substrat patofisiologik gagal jantung. Terdepresinya sensitivitas barorefleks memberi informasi independen tentang prognosa yang tidak dipengaruhi oleh modifikasi disfungsi autonomik yang disebabkan oleh penyekat beta. Demikian kesimpulan Maria Teresa La Rovere dkk dalam laporan studinya di Journal of American College of Cardiology, baru-baru ini.
Tujuan studi tersebut adalah untuk meneliti hubungan klinik dan nilai prognostik baroreceptor-heart rate reflex sensitivity (BRS) di antara pasien-pasien dengan gagal jantung yang mendapatkan dan tidak mendapatkan penyekat beta.
Telah diketahui bahwa kelainan pada refleks autonom memainkan peran penting dalam perkembangan dan progresifitas gagal jantung. Masih sedikit penelitian yang telah menilai efek penyekat beta terhadap BRS pada penderita gagal jantung.
Populasi penelitian meliputi 103 pasien gagal jantung stabil, usia (median [kisaran interquartile]) 54 tahun (48 sampai 57 tahun), dengan kelas fungsional New York Heart Association (NYHA) > III pada 22, dan dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) 30% (24% sampai 36%), diobati dengan penyekat beta; dan 144 pasien yang tidak diobati, usia 55 tahun (48 sampai 60 tahun), dengan kelas fungsional NYHA > III pada 47%, dan LVEF 26% (21% sampai 30%). Semua pasien itu menjalani uji BRS (dengan teknik fenilefrin).
Pada kedua kelompok pasien, baik yang diobati maupun yang tidak diobati, nilai BRS yang lebih rendah berhubungan dengan kelas fungsional NYHA yang lebih tinggi (> III) (berturut-turut p = 0,0002 dan p < 0,0001); regurgitasi mitral yang lebih parah (>2) (berturut-turut p = 0,007 dan p = 0,0002); LVEF yang lebih rendah (berturut-turut p = 0,0004 dan p = 0,001), interval RR baseline (berturut-turut p = 0,0004 dan p = 0,0002), dan SDNN (berturut-turut p < 0.0001, p = 0.002); serta nitrogen urea darah yang lebih tinggi (berturut-turut p = 0,004, p < 0,0001). Variabel klinik menjelaskan menjelaskan hanya 43% variabilitas BRS diantara pasien-pasien yang diobati dan 36% pasien yang tidak diobati. Selama median follow-up 29 bulan, berturut-turut 17 dari 103 pasien dan 55 dari 144 pasien mengalami kejadian kardiak. Terdepresinya BRS (<3,0 ms/mmHg) secara signifikan berhubungan dengan outcome, yang tidak dipengaruhi oleh peramal risiko yang telah diketahui serta pengobatan penyekat beta (adjusted hazard ratio: 3,0 [95% confidence interval: 1,5 sampai 5,9], p = 0,001).
(J Am Coll Cardiol 2009; 53: 193-99)
Cholid T Tjahjono

Penyakit Jantung Kongenital: Membantu Keluarga dalam Mengatasinya

Kelompok yang bergerak dalam bidang jantung anak banyak menyediakan informasi maupun saran serta dukungannya bagi para orang tua yang memiliki anak dengan defek jantung kongenital.

BANYAK warga yang tidak menyadari bahwa satu diantara 133 anak terlahir dengan defek jantung kongenital, menjadikan defek kelahiran tersering di Inggris.
Kenyataannya defek jantung kongenital merupakan penyebab utama mortalitas neonatal di seluruh dunia, seiring majunya teknologi dan pengobatan banyak anak dengan penyakit ini memiliki harapan hidup yang lebih baik.
Akan tetapi bagi orang tua yang mengetahui bahwa anaknya memiliki defek jantung kongenital ini, dapat sangat menakutkan dan mendapatkan pengalaman buruk.
Sebagai orang tua yang tiba-tiba mengetahui adanya masalah pada jantung anaknya, akan menambahkan rasa takut dan kepanikan, karena mereka beranggapan masalah jantung berhubungan dengan hidup dan mati.
Mereka akan putus asa untuk mencari pertolongan dan saran. Hal ini sangatlah penting, sehingga para orang tua harus dibekali dengan pengetahuan mengenai kondisi anak mereka, yang bagaimanapun juga akan berefek terhadap mereka dan pilihan apa untuk pengobatan selanjutnya.
Selain meminta saran terhadap dokter dan profesional kesehatan lainnya, penting jika mereka diberikan informasi mengenai kelompok kesehatan yang bergerak dalam bidang jantung anak sehingga mereka dapat berkonsultasi kembali.
Salah satu kelompok tersebut adalah Federasi Jantung Anak (CHF) yang dapat membantu para keluarga dengan situasi mereka dan menyediakan dukungan serta saran ketika mereka sangat membutuhkannya.
Para relawan CHF bekerja dalam menyediakan informasi dan saran yang mudah dicerna bagi orang tua mengenai kondisi jantung anak mereka serta tindakan perawatannya.
Kebanyakan keluarga mengetahui sedikit ataupun tidak tahu sama sekali tentang kondisi jantung anak mereka, serta bagaimana masa depannya ataupun tindakan apa yang tersedia untuk mengobatinya.
CHF menyediakan layanan bebas telepon yang berupa saran bagi para orang tua mengenai keluhan kondisi anak mereka, serta menawarkan brosur yang simpel mengenai pengetahuan dasar, tata cara pemberian ASI dalam mengatasi masalah tumbuh kembang dan pencegahan infeksi.
Kelompok ini juga bekerja sama dengan ahli jantung, memberikan layanan sosial berupa saran pendidikan anak, kunjungan ke rumah sakit, dana bantuan untuk masalah finansial.

(J Neo Nursing 2009; 15: 184-6) (SL Purwo)
Budhi Setianto