pita deadline

pita deadline

Senin, 18 September 2017

Asmiha 2017: Upaya Mengatasi Tantangan "Universal Health Coverage"

Sejak Perki berdiri pada 1957 hingga sekarang, tetap konsisten mengatasi penyakit jantung dan pembuluh darah mulai dari fetal hingga geriatric. Suatu sistem pelayanan kesehatan terpadu sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia.


UNIVERSIAL Health Coverage, itulah yang menjadi tantangan dan pemikiran para tokoh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Hal itu tercetus dalam sambutan yang diberikan Ketua PERKI DR Dr Ismoyo Sunu, SpJP(K), FIHA, FAsCC, dalam acara tahunan ilmiah Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association (Asmiha). Tahun ini, Asmiha 2017 dihelat pada tanggal 20-23 April di Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta dengan mengambil tema "Pendekatan Multi Disipliner untuk Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Semua Tingkatan Layanan Kesehatan".
Asmiha ke-26 ini dihadiri oleh sekitar 1.800 profesional kesehatan. Acara ini juga menampilkan berbagai pencapaian di bidang kardiovaskular, seperti bidang pencegahan, juga kemajuan teknologi kesehatan dan penelitian. Banyak materi yang dibahas, seperti acute cardiac practice, gagal jantung, prevensi kardiovaskular, hipertensi, sindrom kardiometabolik, bedah dan masih banyak lagi. Perhelatan Asmiha diharapkan dapat merangsang ide-ide penelitian bagi para profesional kesehatan.
"Pelayanan kardiovaskular di Indonesia saat ini menghadapi tantangan dalam era Universal Coverage. Dokter dituntut agar dapat bekerja dalam system sehingga dapat membantu Pemerintah dalam control kualitas dan biaya kesehatan masyarakat," tutur Ismoyo Sunu.
Di sisi lain, lanjut Ismoyo, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai sebuah milestone pelayanan kesehatan Indonesia, berperan penting dalam upaya pengobatan kardiovaskular yang luas di masyarakat. Sehingga bukan hanya penyakit kardiovaskular yang ringan saja tetapi juga banyak terdiagnosis penyakit gagal jantung lanjut, penyakit iskemik miokard lanjut dan penyakit vaskuler peripheral.
"Fakta ini, semakin memperkuat komitmen PERKI untuk terus meng-update ilmu pengetahuan kardiovaskular bagi para dokter di Indonesia melalui penyelenggaraan Asmiha tiap tahunnya. Sejak berdirinya PERKI pada 1957 hingga sekarang, perhimpunan ini tetap konsisten dalam mengatasi secara optimal masalah penyakit jantung dan pembuluh darah mulai dari fetal hingga geriatric," kata Ismoyo.
Hal itu juga yang ditekankan DR. Dr. Anwar Santoso, SpJP(K), FIHA, FAsCC, FESC, FACC, FICA, Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah PERKI. Anwar mengutip data Riskesdas 2013. Di sana disebutkan angka kematian paling tinggi pada penyakit cerebrovaskular atau stroke sebanyak 27%, diikuti oleh hipertensi, penyakit jantung iskemik, diabetes, dan penyakit paru. Itu semua masuk kedalam kategori penyakit tidak menular yang berada di angka 60-65%.
"Jika tidak dilakukan upaya pencegahan pada penyakit­penyakit ini, maka negara ataupun masyarakat akan menanggung beban pembiayaan pengobatan. Di negara yang sudah maju, prevalensi dan faktor risiko penyakit kardiovaskular menurun, tetapi untuk negara yang masih berkembang malah meningkat. Sayangnya negara berkembang memiliki anggaran kesehatan yang lebih sedikit dibandingkan negara maju," katanya.
Sebab itulah kemudian, Anwar menyatakan Indonesia memerlukan sistem pelayanan kesehatan terintegrasi khususnya untuk penyakit kardiovaskular. Pelayanan terintegrasi maksudnya adalah pelayanan yang komprehensif, yang dimulai pada Sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang terdiri dari Strata Layanan Primer (Puskesmas atau Klinik Pratama), Sekunder (RS kelas C dan D), maupun Layanan Tersier (RS Kelas A dan B).
"Dalam sistem yang terintegrasi jika pasien dari layanan primer tidak bisa ditangani, ia tidak bisa langsung dirujuk ke layanan tersier, pasien harus melalui layanan sekunder terlebih dahulu. Seharusnya 75% masalah penyakit jantung dan pembuluh darah dapat diselesaikan di layanan primer, lalu selebihnya jumlah 25% bisa dirujuk ke layanan sekunder dan tersier. Masyarakat harus mendapatkan program kesehatan, pengobatan dalam konteks rawat jalan atau rawat inap. Namun, yang lebih penting dari itu adalah kegiatan pencegahan penyakit," kata Anwar.
Sayangnya, menurut Anwar, pelaksanaan sistem terintegrasi saat ini masih menemui beberapa kendala yang muncul dari 3 aspek, yaitu masyarakat atau pasien, dokter dan sistem kesehatan. Di kalangan masyarakat atau pasien, pada umumnya kepedulian masyarakat masih rendah terhadap penyakit kardiovaskular, mengenai dampaknya, kurang paham terhadap faktor risiko dan cara pencegahannya. "Salah satu cara menangani masalah tersebut, yaitu dengan cara mengadakan edukasi terus menerus," katanya lagi.*

KARDIOLOGI KUANTUM ke-38:


Bedah Buku Candra Jiwa Indonesia (Soenarto) di Universitas Paramadina-Jakarta

(Transcendence to the depth of the heart and beyond) 

“You may never know what result come of your ACTION, but if you do nothing there will be no result.” — Mohandas Gandhi — 

 Diasuh oleh: Prof.DR.Dr. Budhi Setianto, SpJP(K), FIHA 


Salam Kardio. “Ternyata, bangsa Indonesia itu juga memiliki konsep jati diri yang asli Indonesia [lahir di Leiden, negeri Belanda] dan sejajar dengan konsep Eropa miliknya Freud, Adler maupun Jung,” cerita Dr. Ade Meidian Ambari kepada PPDS (Peserta Program Dokter Spesialis) Jantung dan Pembuluh Darah; dari UI, Undip, UNS dan PPDS Okupasi dari Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI, serta Fellow Preventif dan Rehabilitasi Kardiovaskular dari Dep. Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Universitas Erlangga —di suatu pagi hari yang cerah dalam acara Journal Reading di hari Senin. Beliau sampaikan secara spontan setelah beberapa waktu sebelumnya menjadi salah satu hadirin pada acara Bedah Buku Candra Jiwa Indonesia (Soenarto) disingkat CJI di Universitas Paramadina Jakarta. Hari Jumat, 24 Maret 2017 jam 09-11.00 di Aula Nurcholis Madjid.

Tampak moderator Dr (kandidat) Devi Wulandari MSc, Psikolog Pramadina dan pembahasnya Dr. Rudolf Woodrow Matindas Psikolog dari Universitas Indonesia bersama pembicara, Prof. Budhi Setianto Purwowiyoto.

Pentalogi. Sebenarnya, buku-buku CJI berawal dari sebuah buku kompilasi bernama Magnum Opus (2016: sampul ungu) dimaksudkan suatu karya besar karena berisi 800 halaman. Ibu Rini Eko, teman saya seorang guru sekolah dasar dan menengah pertama di Jakarta Timur mengeluh: “Pak Budhi, saya belum baca bukunya, baru melihat tebalnya buku kok sudah merasa ngelu, puyeng!” Benar, waktu itu masih berupa buku jilidan biasa dicetak dengan kertas A4 @ 80 gram; dengan printer langsung dari komputer. Sejak saat itu isi buku Magnum Opus 5/5 (2016) dipilah-dipilih bukan dipotong semangka, dijadikan 4 buku. Kumpulan 5-buku lepas itu disebut pentalogi. Empat buku pertama pentalogi dipisah dua: Studium Generale 1/5 (2012: sampul putih) suatu kuliah umum dan Studium Particulare (2013; 2014; 2015) suatu kuliah khusus. Kuliah khusus dipartisi lagi jadi 3-buku: Psike 2/5 (2013: sampul kuning) telaah tentang mental-spiritual; Ego 3/5 (2014: sampul hitam) tentang sang-aku: mental dan spiritual (jati diri manusia). Pentalogi keempat adalah Intuisi 4/5 (2014: sampul merah). Buku-buku ini diharapkan sebagai dasar pendidikan budi pekerti, pembinaan mental spiritual dan mempertajam empati bagi para pembacanya terutama insan kesehatan.


Sekolah Buku di UI. Pada suatu hari Prof. Bambang B. Siswanto melayangkan e-mail kepada saya yang isinya agar mengirimkan salah satu buku saya ke Universitas Indonesia untuk mengikuti program “one year­one book­one department” untuk memenuhinya agar buku tersebut dimasukkan dalam map yang berwarna ungu. Saya menganggapnya agar dipilih buku yang bersampul ungu, berarti saya harus mengirimkan Magnum Opus 5/5 (2016: si sampul ungu) rancangan buku saya yang pada waktu itu memang belum dicetak. Pada tahun 2013, DRPM (Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia) mengundang dosen, peneliti, pengabdi masyarakat UI untuk mengikuti Program Pendampingan Penulisan Buku Teks/Ajar Nasional, yang bertujuan untuk meningkatkan publikasi buku ilmiah ditingkat nasional. Program ini dikhususkan bagi penulis yang telah memiliki naskah buku ilmiah dalam bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dari hasil riset dan kegiatan pengabdian masyarakatnya yang telah dilakukan, tetapi belum diterbitkan.

Pada tanggal 25-26 Maret 2013 diadakan Seminar Pendampingan Penulisan Buku Teks/Ajar Nasional Tahap I. Dari tiga puluh lima calon buku ajar tersebut terpilih 20 buku: Fakultas Teknik (4 buku), Fak. KesMas (4 buku), Fak. Ilmu Budaya (5 buku), Fak. Ilmu Sosial (4 buku), dan masing­masing 1 buku dari Fakultas­fakultas: Ekonomi, Psikologi, dan Kedokteran. CANDRA JIWA INDONESIA. Warisan Ilmiah Putra Indonesia. MAGNUM OPUS (5/5) 2016 (Transcendence to the deep of the heart and beyond) mewakili Fak. Kedokteran UI (waktu itu masih 763 halaman). Ada beberapa masukan dari nara sumber dan dari penerbit terhadap Magnum Opus yaitu: Perlu glosarium yang menjelaskan arti kata­kata yang mungkin tidak dipahami oleh pembaca awam. Perlu ada daftar pustaka yang rapi. Perlu ada sumber bacaan yang non­website. Semakin tebal buku, semakin mahal biaya penerbitan dan ongkos cetaknya. Alternatif lain menjual buku secara elektronik (e-book). Beberapa content provider yang menjual buku: papataka, scoop, wayang force, bluewater, dll. Dari pakar bahasa ada juga misalnya satu alinea sedikitnya 3 kalimat, kalimat­kalimat jangan terlalu panjang, dan tentang gambar serta literasinya agar dijelaskan di dalam buku tersebut sejak halaman awal.

Buku Ajar? Kalau dianggap sebagai buku semi-ilmiah yang layak dipelajari itu sudah cukup memadai untuk halaman sebelah "kiri". Tetapi halaman kanannya adalah halaman "tuntunan" yang serius karena merupakan sebagian besar dari disertasi Prof Soemantri 60 tahun yang lalu di Reiksuniversteit Leiden. Memang layak disebut sebagai buku ajar untuk mahasiswa. Terus masuk jenis ilmu pengetahuan yang mana buku-buku ini akan digolongkan? Prof Agus Purwodianto dan Dr. Danardi memasukkan dalam ranah filsafat, Prof Dede Kusmana memasukkan dalam filsafat-aplikatif. Prof. Ernie Purwa, dari Departemen Farmasi Kedokteran FKUI juga berminat memasangnya sebagai salah satu pilar ilmu pengetahuan dan teknologi dari Tenaga Kesehatan Tradisional Komplementer (NaKes TradKom). Tentu saja ada ahli filsafat murni dan para psikolog umumnya memasukkan dalam Endogeneous Psychology. Alih-alih dianggap sebagai pendekatan Psychology Oriented Cardiology saya pribadi lebih suka menganggap sebagai buku (semi-ilmiah) tentang filsafat-terapan karena bisa dianggap meliputi ilmu pengetahuan dalam cakupan yang luas seperti humaniora, anthropologi budaya, psikologi, psikiatri, keperawatan, kedokteran dan kesehatan masyarakat.

Kearifan Lokal. Masuk kategori mana saja buku-buku tersebut tidak ada masalah, yang penting dibaca, syukur dapat mengubah ke arah perilaku yang positif dan meningkatkan kebaktian/ketakwaan kepada Tuhan YME bagi pembacanya. Ketika dimasukkan ke dalam psikologi-endogen berdasarkan kearifan lokal maka sedikitnya ada tiga nama orang Jawa yang pantas disebutkan ialah Raden Pandji Sosrokartono, kakak kandung R.A. Kartini; Ki Ageng Suryomentaram dan R. Soenarto Mertowardojo. Yang disebut terakhir inilah konon dapat mewakili semuanya karena mewadahi seluruh konsep candra jiwa yang ada di Indonesia pada waktu itu. Tentu saja ini adalah menurut Prof. Dr. dr. Soemantri Hardjoprakoso, Psikiater-psikolog, salah satu pendiri sekaligus Dekan Pertama Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran di Bandung. Pada tanggal 20 Juni 1956 beliau dipromosikan dengan gelar Doktor dalam Ilmu Jiwa yang diperoleh dari Rijkuniversiteit di Leiden, Nederland, setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul "Indonesisch Mensbeeld als Basis ener Psycho-therapie" dengan predikat summa cumlaude. Adapun bahan-bahan yang diambil untuk diolah dan dimasak dalam disertasi tersebut dari pustaka intuisi Sasangka Jati. Mengingat peristiwa tersebut kita sebagai putra Indonesia sudah selayaknya merasa bangga bahwa seorang putra Indonesia kini telah dapat menyejajarkan dirinya dengan ahli-ahli ilmu jiwa dunia Barat yang telah terkenal di seluruh dunia, yaitu Freud, Adler dan Jung. Bagian terpenting dari buku tersebut terletak di dalam pusat imateri, alam sejatinya manusia. Pusat ini (Tripurusa) dapat dianggap sebagai fungsi spesifik yang keempat sebagai pengendali seluruh aktifitas sadar dan tidak sadarnya manusia yang seharusnya terwakili oleh ketiga fungsi spesifik lainnya ialah angan­angan, nafsu­nafsu dan perasaan dengan baik. Tripurusa yang terdiri dari Suksma Kawekas (The-Source): sumber, asal-mula dan tujuan hidup manusia; Suksma Sejati (TheForce): utusan abadi, yang menghidupi sekaligus gurunya Roh Suci (TheSelf) yang dihidupi sekaligus sebagai jatidirinya manusia. Kristalisasi dari angan-angan manusia secara fungsionil membentuk egonya manusia, secara strukturil dibentuk oleh cipta (pangaribawa)-nya manusia. 1Cipta- 2Nalar (prabawa)- 3Pangerti adalah bayangan terbaliknya Tripurusa: 3Roh Suci- 2Suksma Sejati- 1Suksma Kawekas; pangerti (kemayan) diyakini memiliki kemampuan lebih dan tempat bekerjanya di jantung.

Empat Peneliti, Penulis Chandra Jiwa Manusia: Sigismund Schlomo Freud (1856-1939), Alfred Adler (1870-1937), Carl Gustav Jung (1875-1962), dan Soemantri Hardjoprakoso (1913-1970).

Metamorfosis. Tugas utama Angan-angan sebagai kusir terhadap kuda-kudanya adalah agar kuda-kuda (putih-nya mengembangkan sifat-sifat sosial di masyarakat dan mengajak berbakti (suprasosial) kepada Tuhan YME menurut agama dan kepercayaannya. Kuda kuningnya (keinginan diawali dengan niat) memotivasi kuda merah (kemauan dan semangat) serta kuda hitam (egoistik-ego-netral) untuk mengikuti gerak kuda putih sebagai kuda penjuru. Sebenarnya yang perlu diperhatikan adalah kehebatan kuda hitam karena dia satu-satunya nafsu yang dapat berubah, metamorfosis. Sifat egosentripetal yang egoistik mengonversi dirinya menjadi netral itulah metamorfosis seperti seekor ulat setelah "tapabrata" tidak makan dan tidak minum, menyederhanakan gerakan hidupnya menjadi seekor kupu-kupu yang indah bahkan dapat terbang ke angkasa. Soalnya semua jenis kejahatan dapat disematkan pada nafsu yang egoistik ini seperti: loba, tamak, iri hati, aniaya dan fitnah; adalagi yang fisiologis tetapi sifatnya juga merusakkan jasmani bila berlebih­lebihan yaitu makan, minum, tidur dan syahwat. Keempat hal yang disebut terakhir tersebut akan menyehatkan tubuh justru kulminasinya di bulan puasa yang selalu dinantikan oleh umat Islam guna mengaktualisasikan imannya kepada Rabb, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Selamat berpuasa, mohon maaf lahir-bathin.

Pamudaran dan Panunggal. Mengatur hawa nafsu, hidup sederhana, kasih sayang kepada sesama hidup, beribadah dalam arti yang seluas-luasnya diserahkan kepada religi masing-masing. Titik akhir dari evolusi jiwa manusia yang dicatat oleh Candra Jiwa Indonesia (Soenarto) adalah peristiwa Pamudaran dan Panunggal yaitu pudarnya angan-angan, nafsu-nafsu, dan perasaan serta egonya yang fisik. Peristiwa berikutnya adalah bersatu kembalinya ego-spiritualnya manusia ialah Roh Suci (TheSelf)­-yang dihidupi kembali kepada yang menghidupinya ialah Suksma Sejati (TheForce) utusan Tuhan yang abadi. Utusan Tuhan Yang Abadi ini dipertimbangkan, dipersepsikan bukan dipersamakan sebagai Nur Muhammad-Nur Dzatullah-Nur Illahi-yah, Sang Kristus, Sang Buddha, Wahe Guru, Avatar, Eternal Messenger dan masih banyak lagi sesuai dengan kebudayaan maupun keyakinan religinya. Pada hakekatnya para Utusan Tuhan (Nabi) di dunia adalah manusia istimewa yang mampu mengeksiskan TheForce di dalam sebagian atau seluruh kehidupannya.

Individuasi. Persepsi semacam ini hendaknya diputuskan diterima atau ditolak berdasarkan perasaan atau feeling manusia yang sejuk, bukan dengan akal yang mudah memanas. Menurut Carl Gustav Jung persoalan kepercayaan kepada Tuhan memang bukan fungsi tertingginya akal melainkan perasaan manusia! Bahkan Jung sudah mengindikasikan sebelumnya sebagai suatu hipotesis tentang Pamudaran tersebut sebagai Individuation, werden zur Persönlichkeit, atau Selbstverwirklichung, Verselbstung atau Individuationprozess. Dikatakan hipotesis karena Jung tidak ketemu dengan Nabi yang ia hormati sebagai manusia berkelas super. Beruntung dr. Soemantri Hardjoprakoso bertemu dengan R. Soenarto Mertowardojo yang juga bukan Nabi tetapi meyakini mendapatkan intuisi, Sabda dari Sang Guru Sejatinya di dalam dirinya yang melebihi dari prediksi Jung. Karena Sabda-sabda tersebut telah dihimpun oleh R. Soenarto Mertowardojo, R.T. Hardjoprakoso dan R. Trihadono Soemodihadjo di dalam 7-buku yang disatukan dalam satu pustaka intuisi Sasangka Jati. Penulis kedua dan ketiga adalah pencatat intuisi, akhirnya buku-buku tersebut diolah bersama dan disempurnakan oleh ketiga penulis tersebut.

Tidak Berbunyi. Demikianlah kurang-lebih materi yang telah disampaikan pada acara Studium Generale dan bedah buku Candra Jiwa Indonesia (Soenarto): Sebuah Pendekatan Konsep Sehat Indonesia dimotori oleh Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina; Program Studi Psikologi. Diselenggarakan pada hari Jumat 24 Maret 2017 jam 09.00­11.00 WIB di Aula Nurcholish Madjid, Jl Gatot Subroto kav.97, Mampang, Jakarta. Acara ini dipandu oleh Dr (kandidat) Devi Wulandari MSc, dosen Prodi Psikologi dan pembahasnya Dr. Rudolf Woodrow Matindas (terkenal sebagai Mas Budi dikalangan psikologi), dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Dihadiri para mahasiswa, dosen, psikolog, kardiolog Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Fakultas Kedokteran UI, PERKI, warga PANGESTU, serta Ibu Lin Zuhal, Ketua Yayasan Jantung Indonesia. Dr. Lidia K. Hidayat Psi., MPH., Psikolog Unika Atma Jaya berminat menerjemahkan disertasi Prof. Soemantri dari Bahasa Belanda ke bahasa Inggris dan mengembangkan magister. Dikalangan Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina; Program Studi Psikologi juga berkeinginan mengembangkan “Kelas Eksekutif ” untuk Candra Jiwa Indonesia. Dalam kurun waktu 60 tahun ini Candra Jiwa Indonesia tidak terdengar bunyinya di masyarakat ditanyakan kepada seluruh hadirin oleh Drs. Poedjiono dari Yayasan Pendidikan Internal Auditor. Bersyukur demikian karena penulis jadi mendapat kesempatan yang langka ini untuk mendalami Candra Jiwa Indonesia dan menulisnya sebagai Transcendence to the depth of the heart and beyond. Acara ini dihadiri oleh 100-an peserta, termasuk dari Malang dan Surakarta. Setiap peserta diberikan sebuah buku: 2017 Prequel (Perkenalan) Candra Jiwa Indonesia (120 hal.), bagi yang mengajukan pertanyaan atau komentar mendapat lagi sebuah buku: 2016 Magnum Opus (Karya Besar, 800 hal.)


Niat. Pertanyaan dari aktifis Studi Sufi dan Tasawuf Islam agak mengagetkan karena menanyakan mengapa dalam Al-Quran hanya disebut 3-Nafsu di dalam CJI disebut 4-Nafsu? Kami jawab memang benar demikian, Nafsu Sufiah yang disebut sebagai nafsu tambahan dapat diartikan sebagai nafsu keinginan; awal dari keinginan adalah niat, sesungguhnya amal itu tergantung niatnya (Innamal a’maalu bin niyyah), sebuah hadits dari Imam Buchari. Saya pernah membaca Muhammad Iqbal malah mencatat ada 15-an nafsu, Ibnu Sina dokter muslim terkenal mencatat ada 20-an, ada yang menyebut 10, dan ada juga yang menyebut 7. Mengapa demikian? Sebut saja Surat ke-89 Al Fajar ayat 27, 28 dan 30: dari sini bisa didapatkan 3-nafsu: Mutmainah yang berpolarisasi 1sosial, yang mendapat ridho (2Mardiah), dan yang berpolarisasi 3suprasosial (jannah, sorga).

Luamah dan Asmara-sufi. Pada Surat ke-75 Al Qiyaamah: 40 ayat diwahyukan di Mekah; nafsu lawwaamah ini diartikan sebagai nafsu yang menyesali dirinya, karena 1egoistik: loba, tamak, iri hati, aniaya dan sebagainya. 2Lebih Jahat lagi misal dalam minat seksual, sadis, masokis oral dan anal. Namun, ada juga kelebihan nafsu ini ketika mengikuti petunjuk Nabi untuk berpuasa, hidup sederhana, kasih sayang kepada sesama hidup, maka ia menjadi lawwaamah yang di 3tengah (al wustho), menjadi netral berupa kekuatan fisik dalam menahan rasa lapar, haus, terluka, panas, dingin, kurang tidur dan tahan gejolak seksual. Dalam Surat ke-12: Yusuf; 111 ayat diwahyukan di Mekah menceritakan tentang Kehidupan Nabi Yusuf yang terkenal gantengnya itu. Nafsu 1Amarah [kemauan] yang disebut secara khusus dalam Surat Yusuf pada ayat ke-53, tidak semua yang terlibat menjadi 2jahat (egoistik), bisa juga bersemangat 3baik (sosial) karena diberi 4rahmat (suprasosial) Tuhan. Masih ada lagi kombinasi nafsu Mutmainah dan Sufiah menjadi Asmara-sufi menurut R. Trihardono Soemodihardjo mentornya Prof. Soemantri dan juga memiliki candra jiwa hanya tidak dipertahankan sebagai disertasi. Keterangan dalam bahasa Arab tersebut diatas tentu saja tidak dimuat di dalam buku­buku Candra Jiwa Indonesia tidak lain karena keterbatasan penulis dalam ilmu agama Islam.

Epilog. Sehat itu adalah harmoninya ke 3-Sentra vitalitas angan-angan, perasaan dan nafsu-nafsu yang diatur oleh Pusat vitalitasnya yang ke-4; akhirnya berimbas kepada kesehatan jasmaninya. Empat tahun setelah surat apresiasi civitas akademika 3 April 2013 dari Ibu Dekan FKUI untuk buku CJI dan agar memberikan semangat menulis di kalangan staf pengajar muda --Pada tanggal 24 Maret 2017 Dekan Fakultas Falsafah dan Peradaban Paramadina juga memberikan Sertifikat sebagai Pembicara Dalam Kuliah Umum (studium generale) Prodi Psikologi: “Bedah Buku Candra Jiwa Indonesia Sebuah Pendekatan Konsep Sehat Indonesia.”
“May theForce be with us.”
Salam kuantum

Reinkarnasi Obat: Menggunakan Obat Lama dengan Indikasi Baru




Prof Djanggan Sargowo, SpJP(K)
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
RSUD dr. Saiful Anwar Malang 

SELAMA tiga dekade terakhir, umur harapan hidup telah meningkat sebesar 8 tahun.1 Keberhasilan ini dihasilkan dari pengembangan obat baru, perangkat dan strategi terapi. Dalam penemuan jenis pengobatan baru untuk penyakit pada manusia adalah sangat sulit karena membutuhkan waktu yang lama, dan dana yang sangat besar.2 Setiap obat baru akan melalui proses penelitian, pengembangan dan percobaan hingga akhirnya dapat dipasarkan. Saat ini, biaya keseluruhan untuk mengembangkan suatu molekul obat baru membutuhkan biaya di kisaran $1 miliar atau lebih. Pengembangan dari suatu proses penemuan obat baru memerlukan waktu kira­-kira 1.0­15 tahun dari mulai target percobaan hingga memperoleh persetujuan dengan tingkat kegagalan keseluruhan sekarang mendekati 95%.3
Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa beberapa perusahaan farmasi menjadi tidak pasti apakah akan terus berinvestasi di kardiologi. Karena dalam pandangan kesuksesan hingga sejauh ini, setiap percobaan akan memerlukan lebih banyak pasien dan waktu follow­up yang lebih lama untuk membuktikan suatu keunggulan dari penemuan molekul obat yang baru dibandingkan dengan apa yang tersedia saat ini. Sehingga upaya tersebut menyiratkan bahwa akan membutuhkan investasi dana yang sangat besar.
Dalam bidang kardiologi, banyak terdapat keraguan dalam memulai suatu penelitian dan pengembangan untuk obat baru. Hal ini diakui karena memang sebagian besar terapi untuk mengobati penyakit jantung adalah paliatif. Terapi tersebut hanya menunda perkembangan dari penyakitnya, dan menstabilkan kerusakan yang telah terjadi, tetapi jarang yang menyembuhkan sepenuhnya.4
Sehingga beberapa perusahaan farmasi mulai tertarik untuk meneliti obat­-obatan yang sudah kuno baik yang masih beredar di pasaran ataupun yang telah lama ditinggalkan oleh karena efikasi yang buruk ataupun efek samping yang berat. Mereka meneliti untuk suatu indikasi baru dari obat­-obatan tersebut sehingga dapat digunakan untuk penyakit lainnya. Proses dari reinkarnasi suatu obat­-obatan yang kuno disebut sebagai re­positioning atau re­purposing.5 Proses tersebut didasarkan dari fakta bahwa suatu obat akan berinteraksi dengan banyak target organ, yang akan menyebabkan suatu efek baik yang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan. Bila terdapat efek samping sesuai dengan yang diharapkan, maka obat tersebut dapat digunakan untuk suatu indikasi yang baru. Berikut adalah beberapa contohnya.
Salah satu obat yang terkenal adalah Asam Asetil Salisilat, yang berasal dari tanaman Willow. Obat tersebut telah tertulis dalam lembaran papyrus pada zaman kerajaan Mesir, 2000 tahun sebelum Masehi. Hippokrates merekomendasikan obat ini dalam bentuk minuman sejenis teh untuk menurunkan demam. Pada tahun 1853, Charles Frederic Gerhardt adalah orang pertama yang membuat Asam Asetil Salisilat dari campuran Asetil Klorida dengan Natrium Salisilat. Pada pertengahan abad ke-18, obat ini semakin terkenal karena dapat menurunkan demam, menghilangkan nyeri dan inflamasi.6 Pada tahun 1897, Ilmuwan bernama Alfred Hoffman dari Bayer, memulai penelitian terhadap obat tersebut dan akhirnya pada tahun 1899, Bayer mulai memasarkannya ke seluruh dunia dengan nama Aspirin dan meraih kesuksesan pada awal abad ke-20 karena keefektifannya dalam menurunkan demam. Pada tahun 1960, peraih penghargaan Nobel, Laureate John Vane, menemukan mekanisme kerja dari Aspirin yaitu kemampuannya dalam proses Asetilisasi Cyclooxygenase pada trombosit.7 Penemuan itu menjadikan Aspirin sebagai obat Anti-Platelet yang hingga saat ini masih digunakan pada pasien kardiovaskular.
Thalidomide, pada tahun 1961 telah ditarik peredarannya dari pasaran karena dapat menyebabkan kecacatan janin pada wanita hamil yang mengkonsumsi obat tersebut karena mengalami gangguan tidur, mual-muntah dan Morning-Sickness. Tetapi saat ini Thalidomide digunakan kembali untuk pasien dengan Lepra dan Multipel Myeloma, karena obat ini memiliki efek Anti-Angiogenik dan kemampuan Imunomodulasi.8
Sildenafil adalah obat yang sangat relevant dengan kardiologi. Dikembangkan untuk terapi Angina dan Hipertensi Pulmonal. Secara mengejutkan, obat ini mempunyai efek lain yang tidak terduga. Pada studi fase I, relawan pria mengalami ereksi berkepanjangan selama 3 hari setelah mengkonsumsi obat tersebut. Kemudian obat tersebut diberi merk dagang Viagra dengan molekul Sildenafil yang dimurnikan dan waktu delay yang dikurangi. Saat ini Viagra merupakan obat penting untuk Disfungsi Ereksi selain diindikasikan untuk hipertensi pulmonal.
Minoxidil, merupakan suatu obat yang awal pengembangannya digunakan untuk terapi hipertensi. Tetapi karena memiliki efek samping yang berat, sehingga Minoxidil jarang digunakan sesuai indikasi awalnya. Tetapi saat ini, Minoxidil sukses dipasarkan untuk terapi rambut rontok terutama pria dengan Alopesia. Mirip dengan Finasteride, suatu golongan Steroid 5α, yang pada mulanya digunakan untuk terapi BPH (Benign Prostate Hiperplasia), saat ini digunakan untuk Alopesia pada pria.
ACE­Inhibitor diketahui memiliki efek samping batuk kering. Tetapi baru-baru ini ditemukan bahwa batuk yang disebabkan ACE-Inhibitor dapat membantu mencegah resiko dan kematian akibat Pneumonia. Hal tersebut membuka kemungkinan indikasi baru untuk ACE­Inhibitor.9
β-Bloker adalah obat andalan dalam kardiologi. Efikasi dari obat tersebut mencangkup keseluruhan spektrum dari kardiovaskular, mulai dari hipertensi, penyakit jantung koroner hingga Gagal Jantung. Tetapi β-Bloker memiliki kemampuan dalam mengontrol langsung jalur keluar masuk membran plasma, sehingga obat ini direposisikan juga untuk terapi Migren.10
Methotrexate (MTX), suatu obat anti inflamasi mulai diteliti untuk kardiologi. Hal ini didasarkan bukti bahwa pasien dengan Rhematoid Artritis mengalami suatu aktivasi inflamasi yang kronis sehingga menyebabkan disfungsi endotel dan penyakit aterosklerosis vaskular.11 Didukung pula oleh data bahwa pasien dengan rheumatoid artritis memiliki rasio kejadian infark yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa kondisi tersebut.12 Menariknya, dari data menyebutkan bahwa pasien yang diterapi dengan MTX mengalami penurunan angka kejadian kardiovaskular. Sehingga dapat disimpulkan bahwa obat anti inflamasi dapat digunakan untuk pencegahan Infark Miokard.13
Beberapa molekul lain seperti Salsalate, Colchicine, Hydroxychloroquine dan Everolimus saat ini sedang dievaluasi untuk Penyakit Jantung Koroner atau Atherosklerosis.11 Canakinumab, suatu antagonis reseptor Interleukin juga sedang diujicobakan untuk kemungkinan manfaat kardiovaskular, selain kegunaan pada rhematoid arthritis.14 Canakinumab merupakan suatu antibody monoklonal Anti-Human IL-1α, dimana diindikasikan untuk terapi Sindroma Muckle Wells, suatu kelainan langka dari ekspresi Gen IL-1α. Canakinumab memberikan kesempatan untuk langsung menyelidiki hipotesis inflamasi dari athero thrombosis dengan menghambat jalur sentral yang diprakarsai oleh IL-1, TNF-a, dan IL-6 tanpa gangguan efek pada lipid atau koagulasi.
Antibodi IL-1α lainnya yang dikembangkan untuk Atherothrombosis adalah Anakinra. Merupakan antagonis reseptor IL-1 yang telah disetujui untuk terapi rheumatoid arthritis. Penelitian pada 190 pasien dengan Penyakit Jantung Koroner didapatkan bahwa Anakinra menurunkan HbA1c dan Pro-Insulin, rasio insulin pada diabetes, IL-6 dan C-Reaktif Protein.15
Reinkarnasi tidak hanya terjadi dalam bidang farmasi, tetapi juga dalam intervensi fisik. Terapi Gelombang Kejut saat ini telah digunakan dalam bidang Gastroenterologi untuk terapi batu empedu dan bidang Urologi untuk terapi Nephrolithiasis.16 Ternyata gelombang kejut ini memiliki efek pada fungsi sel secara umum. Baru-baru ini dilaporkan bahwa gelombang kejut dapat meningkatkan kemampuan fungsional dari sel progenitor terisolasi. Sehingga berdasarkan dari observasi pada kultur sel terisolasi, dilakukan percobaan pada pasien dengan gagal jantung. Secara mengejutkan, terapi gelombang kejut pada sel progenitor dari sumsum tulang menghasilkan peningkatan pada terapi Stemcell pada pasien gagal jantung dan perbaikan dari fraksi ejeksi ventrikel kiri.17
Suatu reinkarnasi akan dikatakan berhasil bila ditemukan indikasi baru dari terapi tersebut yang berbeda dari indikasi awal mulanya. Reinkarnasi dianggap lebih aman, lebih cepat dan lebih murah bila dibandingkan dengan memulai dari penelitian dari awal. Reinkarnasi telah melewati uji toksisitas dan uji lainnya secara signifikan, sehingga reinkarnasi dapat dikatakan lebih menghemat banyak uang dan waktu. Indikasi baru dari reinkarnasi obat dapat memberikan manfaat lebih awal kepada pasien sehingga dapat menyelamatkan serta meningkatkan kualitas hidup hanya dalam kurun waktu singkat.
Tetapi masyarakat saat ini beranggapan bahwa sesuatu itu lebih baik hanya karena lebih baru. Hal itu memang benar bila diaplikasikan pada produk konsumen seperti kendaraan, telepon genggam, komputer, TV, dll. Tetapi pada masalah kesehatan belum tentu seperti itu. Terbukti, setiap tahun banyak obat dan peralatan medis baru yang telah disetujui, tidak serta merta lebih baik dan setimpal dibanding harganya. Penelitian memperlihatkan bahwa beberapa kasus, obat atau peralatan yang telah ada dapat menjadi lebih baik, lebih aman dan lebih murah daripada yang baru. Jadi dalam bidang medis, dapat diasumsikan sesuatu yang baru itu berarti sangat mahal. Sehingga reinkarnasi dari obat lama dapat menjadi solusi yang menarik.*


Daftar Pustaka
  1. Cutler DM, McClellan M. Is technological change in medicine worth it? Health Aff (Millwood) 2001; 20: 11-29.
  2. Luscher TF. The bumpy road to evidence: why many research findings are lost intranslation. Eur Heart J 2013; 34: 3329-3335.
  3. DiMasi JA, Hansen RW, Grabowski HG. The price of innovation: new estimates ofdrug development costs. J Health Econ 2003; 22: 151-185.
  4. Nichols M, Townsend N, Scarborough P, Rayner M. Cardiovascular disease inEurope: epidemiological update. Eur Heart J 2013; 34: 3028-3034.
  5. Chong CR, Sullivan DJ Jr. New uses for old drugs. Nature 2007; 448: 645-646.
  6. Nunn JF. Ancient Egyptian medicine. Trans Med Soc Lond 1996; 113: 57-68.
  7. Vane JR. Inhibition of prostaglandin synthesis as a mechanism of action for aspirinlike drugs. Nat New Biol 1971; 231: 232-235.
  8. Carrion AF, Gutierrez J, Martin P. New antiviral agents for the treatment of hepatitis C: ABT-450. Expert Opin Pharmacother 2014; 15: 711-716.
  9. Caldeira D, Alarcao J, Vaz-Carneiro A, Costa J. Risk of pneumonia associated with use of angiotensin converting enzyme inhibitors and angiotensin receptor blockers: systematic review and metaanalysis. Br Med J 2012; 345: e4260.
  10. Fisher GW, Adler SA, Fuhrman MH, Waggoner AS, Bruchez MP, Jarvik JW. Detection and quantification of beta2AR internalization in living cells using FAP-based biosensor technology. J Biomol Screen 2010; 15: 703-709
  11. Ridker P, Lu¨scher TF. Anti-inflammatory therapies for cardiovascular disease. Eur Heart J 2014; 35: 1782-1791.
  12. Kaplan MJ. Cardiovascular complications of rheumatoid arthritis: assessment, prevention, and treatment. Rheum Dis Clin North Am 2010; 36: 405-426.
  13. Marks JL, Edwards CJ. Protective effect of methotrexate in patients with rheumatoid arthritis and cardiovascular comorbidity. Ther Adv Musculoskelet Dis 2012; 4: 149-157.
  14. Ridker PM, Thuren T, Zalewski A, Libby P. Interleukin-1beta inhibition and the prevention of recurrent cardiovascular events: rationale and design of the Canakinumab Anti-inflammatory Thrombosis Outcomes Study (CANTOS). Am Heart J 2011; 162: 597-605.
  15. Larsen CM, Faulenbach M, Vaag A, Vølund A, Ehses JA, Seifert B, Mandrup-Poulsen T, Donath MY. Interleukin-1-receptor antagonist in type 2 diabetes mellitus. N Engl J Med 2007; 356: 1517-1526.
  16. Bruns T, Stein J, Tauber R. Extracorporeal piezoelectric shock wave lithotripsy as mono and multiple therapy of large renal calculi including staghorn stones in unanaesthetized patients under semiambulant conditions. Br J Urol 1995; 75: 435-440.
  17. Assmus B, Walter DH, Seeger FH, Leistner DM, Steiner J, Ziegler I, Lutz A,Khaled W, Klotsche J, Tonn T, Dimmeler S, Zeiher AM. Effect of shock wavefacilitated intracoronary cell therapy on LVEF in patients with chronic heart failure: the CELLWAVE randomized clinical trial. J Am Med Assoc 2013; 309: 1622-1631.
[Tim InaHeartnews]

PP PERKI: Selamat Mengabdi kepada Dokter Spesialis Jantung 2017


BERTEMPAT di Hotel JW Marriott Kuningan-Jakarta, 22 April 2017 sore telah dikonvokasi (pemberian sertifikat FIHA) kepada para dokter spesialis kardiovaskuler baru. Acara ini adalah rangkaian dari acara akbar The 26th Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association (ASMIHA) yang diselenggarakan pada tanggal 20-23 April 2017 bertempat di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta. Daftar peserta konvokasinya adalah sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Agustina Sianturi
2. Arfian Amin Nasution
3. Joy Wulansari Purba
4. Yuri Savitri Situmorang


UNIVERSITAS ANDALAS
1. Rikho Ade Putera
2. Andy Rahman
3. Citra Kiki Krevani
4. Risa Musritha
5. Dr. Rita Hamdani
6. Tia Febrianti


UNIVERSITAS PAJAJARAN
1. Asep Zezen Zaeni Dahlan
2. Indah Puspita
3. Indy Mashfufah
4. Irlandi Meidhitya
5. Michael Tanaka
6. Nuraini Yasmin Kusumawardhani
7. Astri Astuti
8. Hawani Sasmaya Prameswari
9. Manda Satria Chesario
10. Maya Munigar Apandi
11. Raden Azimar Farhani
12. Rido Adrianto Sukaton
13. Sherly Yosephina Ferriani
14. Melisa Aziz


UNIVERSITAS INDONESIA
1. Rahmalia Gusdina
2. Muhammad Andi Yassin
3. Dian Larasati Munawar
4. Irnizarika
5. Joel Herbet M.H Manurung
6. Ade Imasanti
7. Aditya Agita S.
8. Ardhestiro H. Putro
9. Bambang Dwiputra
10. Bogie P. Palinggi
11. Citra Primasari
12. Donny S. Syamsul
13. Fandi Ahmad
14. Lita Dwi Suryani
15. M. Bachtiar R. Jati
16. Martua Silalahi
17. Nanda Iryuza
18. Novi Aryanti
19. Rima Sagita
20. Wahyu Aditya
21. Taka Mehi


UNIVERSITAS GAJAH MADA
1. Anggoro Budi Hartopo
2. Citra Dewi Wahyu Fitria
3. Erdiansyah Zulyadani
4. Mustika Mahbubi
5. Satria Mahendra
6. Hari Yusti Laksono
7. Hasannudin
8. Nanda Nurkusumasari
9. Windhi Dwijanarko


UNIVERSITAS DIPONEGORO
1. Dedie Setiadi
2. Hari Yudha Afrianto
3. Herenda Medishita HP
4. Sulistiyati Bayu Utami
5. Jarot Widodo
6. Safir Sungkar


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
1. Dian Setiawan
2. Habibie Arifianto
3. Isyana Miranti Kurniawan
4. Surya Prabowo
5. Kuncoro Bayu Aji


UNIVERSITAS AIRLANGGA
1. Ahmad Faizal Amir
2. Amelia Ariendanie Syahrir
3. Ferantie Meuthia
4. Irma Kartikasari
5. Luh Oliva Saraswati Suastika
6. Rina Mawarti
7. Susetyo Atmojo
8. Intan Komalasari
9. Isnaini
10. Revi Adheriyanti
11. Ahmad Surya Darma
12. Andrianus Oktovianto
13. Devie Caroline
14. Ika Christine
15. Ragil Nur Rosyadi
16. Janeline Rivana Sefty Tengor


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
1. Wella Karolina
2. YF Galuh Retno Anggraeni
3. Indra Wahyu Saputra
4. Wira Kimahesa
5. Dr. Sapto Prihandono


UNIVERSITAS UDAYANA
1. Hendy Wirawan
2. Vianney Tedjamulia


UNIVERSITAS HASANUDDIN
1. Firman B. Leksmono
2. Theo Deus
3. Fawzia Arifin Daud
4. Magma Purnawan Putra
5. Sheila Witjaksono
6. Stefan Hendyanto


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
1. Hariman Kristian
2. Terrance Ransun
3. Ardianto Kusumajaya
4. Fonny M. Tedjo
5. Gunawan Yoga
6. Vekky Sariowan


SpBTKV
1. Marolop Pardede, SpBTKV
2. Irfiansyah Lesmana, SpBTKV
3. Imam Suseno Bayuadi, SpBTKV
4. Royman Christian Pahala Simanjuntak

Ekokardiografi: Perkembangan Teknologi Canggih Teman Setia Dokter Jantung

Teknologi Ekokardiografi setidaknya telah berkembang selama 45 tahun. Dari alat yang simpel seperti M-mode, pencitraan 3 dimensi hingga alat ekokardiografi genggam/portabel. Bagaimana dampaknya pada terapi penyakit jantung?


EKOKARDIOGRAFI telah lama menjadi teman setia dokter jantung untuk mendiagnosa penyakit pasiennya. Piranti ini memang menjadi pilihan karena selain tingkat akurasinya, juga non invasif sehingga aman bagi tubuh dan nyaris tidak beresiko.
Alat ini lebih banyak mengandalkan teknologi suara (ultrasound) untuk mendeteksi kelainan jantung. Perkembangannya lebih pesat lagi sejak para ahli mampu mengubah sinyal analog menjadi digital sejak dekade lalu sehingga turut mempengaruhi teknologi ekokardiografi.
Boleh dikata, teknologi ekokardiografi setidaknya telah berkembang selama 45 tahun. Dimulai dari penerapan alat deteksi jantung M-­Mode hingga terciptanya pencitraan jantung secara dua hingga tiga dimensi, penggunaan gelombang Doppler, pewarnaan jaringan dan aliran darah hingga transesophageal echocardiography (TEE).


Ahli yang sering disebut berjasa mengembangkan teknologi “USG Jantung” ini antara lain Inge Edler (1911-2001), dari Lund University, Swedia. Edler tercatat sebagai ahli jantung pertama yang berusaha menerapkan teknologi ultrasonik untuk bidang kesehatan. Pada 1953, Edler akhirnya berhasil menciptakan alat ekokardiografi pertama. Dalam mengembangkan alat tersebut, Edler bekerja sama dengan ahli fisika Carl Hellmuth Hertz, putra dari peraih Nobel Fisika Gustav Hertz. Berkat pencapaiannya itu, Edler kerap disebut sebagai “Bapak Ekokardiografi” dunia.
Dari temuan-temuan itulah, kini peralatan ekokardiografi berkembang pesat menjadi berbagai jenis. Diantaranya yang paling sering digunakan antara lain pemeriksaan M-mode, ekokardiografi dua dimensi (2D), pemeriksaan Doppler (spectral Doppler, colour Doppler, tissue Doppler) dan ekokardiografi tiga dimensi (3D).

M-mode
Teknik deteksi M-mode boleh dibilang paling simpel dibandingkan dengan teknik ekokardiografi lainnya. M-mode menghasilkan pecitraan satu dimensi dari struktur jantung berdasarkan posisi dan gerak (monotion). Inilah teknologi yang pertama kali digunakan dan hingga sekarang masih banyak yang memanfaatkannya.

Ekokardiografi 2 dimensi
Pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi memiliki kemampuan deteksi lebih baik dibanding M-mode. Dengan menggunakan alat ini, ruang dan dinding jantung serta gerakannya dapat terdeteksi, begitu juga dengan katup dan pembuluh darah besar. Struktur lain di dalam maupun di luar ruang jantung seperti misalnya: massa intrakardiak, trombus, celah pada sekat jantung, vegetasi, dan struktur­struktur lainnya dapat dideteksi dengan pemeriksaan 2­DE.



Ekokardiografi Doppler
Teknik ini mengembangkan teknologi yang sudah ada dengan lebih canggih, yakni melibatkan prinsip Doppler. Ada beberapa jenis pemeriksaan Doppler yang digunakan dalam pemeriksaan rutin, yaitu spectral Doppler, color Doppler dan tissue Doppler. Dengan adanya tambahan teknologi Doppler, dokter jantung kini dapat mendeteksi aliran darah, denyut jantung, kinerja katub­katub dan sebagainya dengan lebih realistis.

Ekokardiografi 3 dimensi
Teknik 3 dimensi ­­juga sering disebut sebagai 4 dimensi jika citra jantung yang tampil bergerak­­ merupakan teknologi mutakhir dari alat deteksi ini. Alat ini dipercaya mampu mendeteksi beragam penyakit jantung, kerusakan pembuluh darah dan cardiomyopathies. Citra yang ditampilkan lebih realistik. Selain itu, ekokardiografi 3 dimensi ini juga sangat berguna dalam membantu ahli bedah jantung selama tindakan intraoperatif dan postoperatif intervensi bedah.
Perkembangan teknologi deteksi jantung tentu tak berhenti sampai disini. Para ahli terus mengembangkan teknologi ekokardiografi agar lebih canggih dengan pencitraan yang lebih sempura dan akurat. Bahkan dari segi ukuran alat dan penggunaannya menjadi lebih praktis, simpel dan efektif.
Salah satu perkembangan paling mutakhir bisa dilihat dari telaah peneliti Sherif F. Nagueh, MD. dan Miguel A. Quiñones, MD (2014). Tergambar sejumlah perkembangan teknologi terbaru menyangkut ekokardiografi, antara lain sebagai berikut:

Perbaikan kualitas deteksi pada pencitraan dan jaringan tubuh
Selain kemampuan alat, tingkat keahlian sonographer juga menentukan hasil ekokardiografi, begitu juga dengan kondisi tubuh pasien sendiri. Kini para ahli berhasil mengembangkan agen/unsur ultrasound yang terdiri dari gelembung­gelembung mikro khusus (microbubbles). Agen ini dipercaya memiliki pantulan gelombang ultrasonik yang lebih sempurna dibandingkan teknologi sebelumnya. Selain itu, jika diinjeksikan ke tubuh, microbubbles ini cukup lancar mengalir di saluran darah kapiler.

Perbaikan dalam pencitraan strain
Strain (S) dan strain rate (SR) imaging adalah salah satu teknologi yang menjanjikan dalam mendeteksi kelainan fungsi jantung. Sebelumnya, deteksi strain dilakukan dengan metode Doppler. Namun kini teknologi baru memungkinkan penggunaan pencitraan titik warna digital (speckle tracking) karena hasil deteksi yang lebih jelas dan dapat direproduksi dengan gampang. Metoda analisis dapat dilakukan secara online maupun off line. Perkembangan terbaru, para ahli juga telah mulai menggabungkan pencitraan strain ini dengan sistem 3 dimensi sehingga lebih akurat.

Pengembangan piranti ekokardiografi genggam
Seperti perkembangan piranti elektronik lainnya, para ahli juga berusaha membuat ekokardiografi semakin praktis dan nyaman digunakan. Begitu juga dengan wujudnya yang semakin mengecil dan ringan. Bahkan dapat dimasukkan ke dalam tas. Para ahli telah mengembangkan piranti ekokardiografi 2 dimensi dan Doppler warna untuk mendeteksi jantung. Walau demikian, karena keterbatasan kemampuan pencitraan alat ini, penggunaan ekokardiografi genggam hendaklah hanya dilaksanakan oleh sonografer yang berpengalaman.*

[Tim InaHeartnews]