pita deadline

pita deadline

Selasa, 05 Juni 2018

Kardiologi Pediatrik: Masih Mencari Tempat di Hati Para Kardiolog

PERKI, Kolegium dan pemerintah harus bahu membahu memperbaiki layanan jantung anak. Pengadaan SDM pediatrik sangat perlu digalakkan.

DUNIA keilmuan kardiologi kembali menghadapi acara istimewa tahun ini: Kongres Perhimpunan Kardiak Pediatrik Asia Pasifik ke-7 atau The 7th Congress of Asia Pacific Pediatric Cardiac Society (APPCS). Kali ini Indonesia mendapat kehormatan sebagai tuan rumah kongres yang berlangsung tiap dua tahun tersebut yang diadakan di Bali pada 30 Agustus – 1 September 2018.
Panitia APPCS 2018 mengharapkan kehadiran setidaknya 700 anggota yang terdiri dari para profesional dan ilmuwan dari seluruh pelosok negara-negara Asia Pasifik. Panitia bahkan harus mengundurkan tenggat waktu penyerahan abstrak hingga akhir April.
“Semua kumpul di APPCS 2018, ada dokter bedah anak, dokter jantung, dokter anak, anastesi, termasuk pakar-pakar pediatrik dari luar negeri,” kata Prof dr Ganesja Harimurti, SpJP(K) yang bertindak sebagai anggota Dewan Penasehat Panitia Penyelenggara, APPCS 2018. Saat ini untuk menyambut APPCS 2018, segala sesuatunya telah dipersiapkan. Mulai dari sponsorship, lokasi, akomodasi hingga masalah keilmuan. “Di sana kita akan mengadakan pertukaran dan mengupdate ilmu-ilmu pediatrik, bagaimana tantangan dan solusinya,” kata Ganesja.
Tema pertemuan ilmiah kali ini pun cocok untuk kondisi tatalaksana pelayanan kardiologi pediatrik di Indonesia, yakni “Progress and Harmony Towards Equal Care for Children with Cardiac Problems". Pemerataan layanan kesehatan jantung anak di Indonesia memang harus terus digalakkan. Sebenarnya, menurut Ganesja, dari segi perkembangan dan tindakan kardiologi pediatrik Indonesia tak kalah dengan di Luar Negeri. Namun pada sisi pelayanan terhadap masalah jantung anak, masih banyak sekali yang harus diperbaiki.


Layanan Kardiologi Pediatrik
“Lihat saja kondisi pasien-pasien jantung anak di Indonesia, masih memprihatinkan. Perhatian terhadap kardiologi pediatrik memang masih sangat rendah, tenggelam dibandingkan dengan penyakit jantung koroner,” tutur Ganesja saat ditemui Inaheartnews. Perhatian masyarakat dan pemerintah lebih banyak kepada masalah jantung dewasa. “Misalnya sangat jarang ada pemberitaan atau pembahasan kasus jantung anak jadi headline di TV atau media massa. Tapi kalau ada yang terkena stroke, banyak yang membahas,” katanya.
Padahal, kejadian jantung bawaan cukup banyak untuk menjadi perhatian kalangan profesi, pemerintah dan masyarakat umum. “Saya dan kawan-kawan pernah mengadakan penelitian pada 1996. Kita dapatkan dari seribu kelahiran, terdapat sembilan bayi diantaranya mengidap jantung bawaan,” kata Ganesja. Data-data itu diambil dari tujuh rumah sakit besar di Indonesia.
“Kalau kita lihat dari sisi angka kelahiran di Indonesia saat ini, maka itu artinya setidaknya ada 40.000 bayi yang menderita kelainan jantung per tahunnya. Dari jumlah itu, sekitar 9% meninggal pada awal kehidupan. Sisanya bisa kita lihat, sebanyak 50%, sekitar 18.000 bayi memerlukan intervensi dari dokter,” kata profesor dengan pengalaman pediatrik hampir 4 dekade ini.
Untuk kejadian jantung anak di RSJ Harapan Kita saja, lanjut Ganesja, terdapat 1.000 - 1.200 kasus per tahun yang menjalani operasi, kemudian ada tambahan lagi sekitar 200 anak yang intervensi non bedah. “Jadi hanya sekitar 1.500 anak yang tertangani di RSJ Harapan Kita. Sisanya mereka ke RSCM, RS Surabaya, Semarang, Yogyakarta dan Bandung. Tapi itu pun tidak banyak. Lantas bagaimana dengan ribuan anak lainnya? Mereka pada kemana?” tanya Ganesja.
Apalagi, kini dengan bantuan BPJS Kesehatan, banyak orangtua dapat membawa anaknya untuk ditindak. “Tetapi tetap saja sumber daya manusia (SDM) yang menangani terbatas. Banyak orangtua dari daerah yang membawa anaknya ke Jakarta. Tapi seberapa banyak yang bisa kita tampung?” katanya.
Bahkan yang membuat miris, kini antrean tindakan bedah jantung anak menjadi panjang tak karuan. “Sekarang mereka harus antri selama 2 tahun untuk dioperasi di RSJ Harapan Kita,” katanya. Ganesja mengaku pihak rumah sakit sudah berupaya maksimal mengatasi hal ini. “Saat ini kita telah melaksanakan hingga 4 operasi dalam sehari. Tapi pasien masih terus membludak. Jadi ini harus menjadi perhatian semua pihak,” katanya.
Kadang-kadang karena lamanya menunggu,lanjut Ganesja, ada anak yang tiba giliran, dipanggil untuk operasi ternyata sudah tiada. “Jadi ini tidak bisa lama-lama. Penanganan terhadap hal ini harus cepat. Seperti itulah gambaran kondisi darurat yang terjadi,” katanya.

Perkembangan Kardiologi Pediatrik Indonesia 
Salah satu penyebab masih sedikitnya SDM kardiologi pediatrik adalah peminat terhadap ilmu ini masih kurang. “Banyak yang menganggap, bidang kardiologi pediatrik kurang basah secara finansial dibandingkan dengan bidang jantung koroner. Jadi memang belum mencapai harapan," kata Ganesja tersenyum.
Padahal berkembangnya cabang kardiologi pediatrik tentu berawal dari sang induk, dunia kardiologi Indonesia. “Perkembangan jantung anak memang agak unik. Sebetulnya kita sebagai SpJP memang menangani pasien jantung dari pediatrik hingga geriatri. Begitu setidaknya paradigma yang terjadi ketika itu,” katanya.
Kardiologi Indonesia pada awalnya berkembang di Jakarta dan Surabaya, lebih tepatnya di RS Cipto Mangunkusumo. “Perkembangan itu lebih pesat lagi saat kita pindah ke RS Harapan Kita pada 1985. Tapi dulu pelayanan terhadap jantung anak memang tidak sekomprehensif seperti sekarang. Dulu kita terkotak-kotak. Tiap-tiap tindakan dilakukan pada bagian-bagian yang terpisah,” kata Ganesja.
Dalam perkembangannya, Ganesja berpikir penanganan kardiologi pediatrik seperti ini kurang sempurna. “Soalnya mereka yang mengkateter jantung orang dewasa belum tentu memahami ilmu kateter jantung pada anak,” katanya.
Sebab itulah, manajemen rumah sakit saat itu kemudian mengirim Ganesja ke London untuk memperdalam jantung anak, pada 1979. Disana, Ganesja bertemu dengan rekan-rekan sejawat. Ternyata mereka menangani kasus jantung anak secara terpadu. Mulai dari diagnostik, kateterisasi, ekokardiografi hingga perawatan paska bedah.
“Ketika itu saya minder sekali… kok kita tidak seperti itu. Saya pulang ke Jakarta dan lapor kepada Departemen Kardiologi yang waktu itu dipimpin dokter Sukaman. Beliau setuju sekali untuk mengembangkan sistem yang terpadu. "Oke kamu belajar lagi dan mengembangkan," kata ibu dua anak ini.
Pada 1985, Ganesja disekolahkan lagi untuk memperdalam kardiologi pediatrik ke Tokyo, Jepang. Sepulangnya dari sana, mulailah dibangun pelayanan kardiologi anak yang lebih terpadu. “Sebelumnya saya sudah sounding dengan Prof Lily (Prof dr Lily I Rilantono, SpJP(K)) berangan-angan dan ancang-ancang membangun divisi pediatric cardiology terpadu. Mulai dari poliklinik, perawatan, ekokardiologi dan katerisasi yang khusus,” kata Ganesja.

Perhatian terhadap Kardiologi Pediatrik
Kini setelah pindah ke RSJ Harapan Kita, angan-angan itu pelan-pelan mulai terwujud. Tapi perjuangan tentu tidak selesai sampai di sini, karena masih banyak yang harus diperbaiki dan dicapai. 
“Salah satu mimpi saya adalah pemerataan pelayanan kardiologi anak di seluruh Indonesia, di semua daerah atau sentra sama derajatnya. Jadi pasien dari Papua tidak perlu lagi datang Jakarta, tetapi bisa ke sentra pendidikan di Makassar,” katanya.
Saat ini Indonesia telah memiliki 13 pusat pendidikan SpJP, yang tersebar di Aceh, Padang, Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Solo, Surabaya, Bali, Malang, Manado dan Makassar. “Nah, mimpi saya itu semua pusat pendidikan ini mempunyai pelayanan kardiologi anak yang equal, sehingga semua rakyat Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan,” tutur Ganesja.
Langkah awal apa yang sebaiknya dilakukan untuk mewujudkannya? “Minimal PERKI dan Kolegium harus selalu mengingatkan daerah dan kolega lainnya bahwa pelayanan kardiovaskular itu termasuk pelayanan kardiologi anak. Maaf-maaf saja, sekarang pelayanan kesehatan yang satu ini memang sering dilupakan,” kata Ganesja tegas. Dari situlah kemudian bisa bahu membahu dengan pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan layanan yang merata. [Tim InaHeartnews]

SpJP Harus Senantiasa Istiqomah, Tawadhu, Bersyukur & Amanah

HAMPIR semua wartawan kalangan kesehatan mengenal sosok dokter yang ramah dan cekatan ini: Dr Jetty Sedyawan SpJP(K). Selain menjalankan amanat sebagai Sekjen Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) 2016–2018 dan melayani pasien, Jetty juga sibuk dengan beragam aktivitas. Mulai sebagai pembicara dalam berbagai pertemuan kesehatan, kegiatan bantuan sosial, Jetty juga aktif dalam kegiatan di Kementerian Kesehatan. Berikut perbincangan beliau dengan Tabloid InaHeartnews, Maret.

Kira-kira kode etik apa yang paling krusial harus selalu ditaati dan dilaksanakan SpJP?
Sebenarnya IDI termasuk PERKI sudah siap mengantisipasi segala persoalan dalam pelayanan kedokteran. Pada prinsipnya seluruh kode etik kedokteran Indonesia harus ditaati tanpa memandang dokter spesialis apapun. Kalau ditanya yang paling krusial, saya pilih dari Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 8 kewajiban umum yang berbunyi: “Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventiv, kuratif dan rehabilitatif) baik fisik maupun psikososial serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya”.

Masyarakat kini makin kritis. Bagaimana dampaknya terhadap kinerja dokter jantung?
Menarik sekali pertanyaan ini, saya menjawab dengan dua pokok yaitu professional dan patient safety. Ilmu kedokteran saat ini menganut evidence based medicine. SpJP dituntut untuk selalu update, mumpuni dalam ilmu pengetahuan dan peka terhadap perkembangan ilmu kedokteran, khususnya ilmu penyakit kardiovaskular.
Perkembangan media sosial di masyarakat mempunyai dampak positif dan negatif. Yang perlu diwaspadai adalah isu hoax yang beredar. Mitos-mitos tentang penanggulangan kesehatan dan iklan-iklan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, termasuk klinik-klinik palsu yang kerap merugikan masyarakat. Masyarakat harus lebih bijak dan teliti dalam mencermati tiap kebenaran hal yang ada. Bila ada keraguan jangan segan-segan untuk konsultasi ke dokter jantung dan pembuluh darah.

Bagaimana mempersempit jurang layanan kesehatan dokter jantung di pusat maupun daerah?
Alhamdulillah, telah terbit buku Model Optimal Pelayanan Kardiovaskular Rumah Sakit Rujukan, yang disusun team PERKI dan Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah tahun 2017 yang dipimpin DR Dr Ismoyo Sunu SpJP. Ini merupakan karya gemilang, menjawab pertanyaan kebutuhan pemetaan penempatan dan fasilitas pelayanan kardiovaskular RS Rujukan di seluruh Indonesia. Jumlah SpJP di Indonesia terbatas. Saat ini ada sekitar 1.000 SpJP untuk melayani 250 juta penduduk Indonesia. Yang memprihatinkan mereka lebih banyak bekerja di kota-kota besar. Sebenarnya ketentuan penempatan SpJP adalah di Rumah Sakit tipe A dan B. Masyarakat daerah dan pedesaan juga berhak mendapat pelayanan.
PERKI telah mengadakan pertemuan dengan IKBTKVI, dalam upaya mencapai pelayanan Kardiovaskular yang baik. Masalah ini pun telah kami sampaikan kemarin pada pertemuan dengan PPSDM, agar Kemenkes juga mendukung terlaksananya penempatan dan memfasilitasi para SpBTKV di daerah.

Bagaimana pula pandangan dokter terhadap masalah gratifikasi kepada dokter jantung?
Anggota PERKI melalui cabang PERKI beberapa kali mengadakan malam klinik khusus membicarakan Etik kedokteran termasuk isu gratifikasi. Kami telah mengadakan diskusi dengan berbagai pihak terkait mengenai gratifikasi, kerja sama IDI dengan KPK. Informasi dan acuannya telah disampaikan pada rapat Pleno PERKI, November lalu. Gratifikasi juga sudah diatur dalam pasal 12B, Undang-undang nomor 20 tahun 2001. Secara umum PP PERKI mendukung upaya pemberantasan korupsi dalam semua lini.
Pencegahan selalu lebih baik, telah kami imbau untuk mencegah timbulnya masalah gratifikasi dengan cara melaporkan ke PERKI Cabang selanjutnya ke PERKI Pusat untuk kemudian dilaporkan ke IDI Pusat bila ada SpJP menerima bantuan apapun baik untuk kepentingan pendidikan berkelanjutan ataupun promosi obat-obatan pada acara-acara ilmiah. Selanjutnya IDI akan melaporkannya ke KPK.

Bagaimana pula upaya terbaik untuk mengatasi para dokter jantung yang melanggar etika atau malpraktek?
IDI dan PP PERKI telah memiliki aturan dan standar tentang pelanggaran etika. Jika ditanyakan upaya terbaik dalam menangani dokter jantung yang melanggar etika adalah dengan pencegahan terlebih dahulu. Sebaiknya bila terjadi pelanggaran etika, PERKI cabang melaporkan segera kepada PERKI Pusat, sehingga dapat ditangani dengan baik, tidak sampai gaduh dan bisa berkembang ke ranah hukum. Bila sudah ada masalah etik, perhimpunan PERKI mempunyai dewan yang akan mendalami masalah etik tersebut dan tidak segan-segan memberikan sanksi bila ada anggota yang terbukti bersalah. Bila ada dugaan pelanggaran, Dewan Etik PERKI memanggil SpJP terkait, mengumpulkan data guna mencari kebenaran dan menentukan pelanggaran etik saja atau pelanggaran displin.
Kalau masuk pelanggaran disiplin, maka kasus itu akan diproses melalui sidang MKDKI untuk memutuskan sanksinya. Kalau pelanggaran etik, hasil keputusan Dewan Etik PERKI melaporkan secara tertulis berat-ringannya pelanggaran bersama sanksinya. Selanjutnya Ketua PERKI menyampaikannya kepada MKEK IDI. Eksekusi adalah wewenang IDI.
Soal malpraktek, lha ini yang sulit, karena ada perbedaan pengertian antara masyarakat dan profesi kedokteran. Masyarakat menuntut kalau berobat harus sembuh, kalau operasi harus berhasil sedangkan pelayanan dokter prinsipnya melakukan pelayanan dengan usaha tertinggi/terbaik. Jadi ada yang tidak puas atau tidak sembuh, lantas menuduh malpraktek, padahal bukan. Maka komunikasi dokter-pasien harus jelas dan informed consent harus dimengerti.
Yang utama seorang SpJP harus senantiasa istiqomah, tawadhu, penuh syukur dan amanah. Taat dan paham pada Kodeki, hukum, budaya malu dan takut akan hukuman akhirat merupakan dasar pencegahan pelanggaran etik, disiplin dan malpraktek.*

PENING POSING adalah SOFT SKILLS ?

(Penerapan Heart and Beyond pada Pasien Rawat Inap dan Keluarganya)

Budhi S. Purwowiyoto

OPENING: Smiling, Greetings, Introduction, Quotes, Anecdotes;
Problem solving: Identification, [SOAP][Rehab focus on WHO-5; 6MWT; CPX; HBCR]*], Reassurance, Repositioning, Re-education, and Planning; closing: Appreciation, Singing, Praying, Zeroing are soft skills approach to the patients and their families based on quantum cardiology. ~BSP 2018


SALAM KARDIO. Menurut Dennis E. Coates+], berbeda dengan hard skill, soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan unjuk kerja dirinya secara maksimal. Contoh interpersonal skills adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dan kemampuan bekerja sama dalam tim. Sedangkan contoh intrapersonal skills adalah kemampuan mengendalikan keinginan, kemauan, dan emosi. Memiliki manajemen waktu yang baik dan selalu berpikir positif. Kemampuan soft skills seseorang salah satu aspek dapat dilihat dari pengalamannya dalam berorganisasi. Semakin banyak pengalaman, maka kemampuan soft skillsnya akan semakin terasah menjadi tajam.
Bermula dari kiriman seorang pasien umur 47 tahun kepada Prof Bambang B Siswanto (BBS) dari Rumah Sakit Advent Bandar Lampung yang dirawat oleh seorang dokter di sana dengan diagnosis Intrac-table Heart Failure, Cardiac Liver, hipoalbuminemia, ascites dan fibrilasi atrium dengan respon ventrikelnya normal. Difotolah surat konsultasi tersebut dan dilayangkan ke WhatsApp di telpon genggam penulis. Saya tersenyum saja sambil menduga bahwa pasien ini istimewa, setidaknya menjadi beban lebih beliau dalam menangani pasien-pasien gagal jantung dari mana-mana. Benar saja, pagi itu ditelepon perawat kalau ada pasien dikonsultasikan ke Prevensi-Rehabilitasi khusus ditujukan ke penulis.
Yang selalu membuat pening-posing, saya musti menulis apalagi di jawaban konsul. SOAP (Subjektif, Objective, Assesment, Planning) pasti sudah beliau isi atau sudah ditulis setiap hari oleh PPDS (Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis) atau setidak-tidaknya counter sign disamping tanda tangannya dan cap dokter yang merawat pasiennya di ruangan.
Perawat ruangan selalu mengatakan bahwa tadi sudah diisi oleh petugas rehab namun dokter tetap diminta Prof BBS untuk juga ketemu dengan pasiennya. Untung saya selalu membawa andalan saya: eDragonFlyer: 2020 Heart & Beyond. Di situ sudah ada pedoman SEHAT Yayasan Jantung Indonesia 1978 yang dikomposisikan oleh alm. Prof R Boedi Darmojo dari UNDIP Semarang.
Buka-buka status, ternyata pasien ini menderita kardiomiopati dilatasi dengan arteri koronernya normal. Elektrokardiogramnya berirama fibrilasi atrium dengan gelombang QRS melebar 149 ms sekali-sekali tampak ekstrasistol ventrikel. Fraksi ejeksinya di ekhokardiografi 13% dengan dilatasi keempat ruang-ruang jantungnya. Saya bayangkan pasien ini bengkak kaki-tangan serta perutnya dan yakin begitu menderita dengan muka yang bersedih serta pucat. Pasien semacam ini sudah cukup-sering dijumpai karena hampir semuanya sering keluar-masuk rumah sakit.
Ketika ketemu pasiennya, kaget juga kok tidak bengkak dan tidak buncit perutnya. Rupanya pasien ini sudah dirawat selama seminggu dengan protokol ketat gagal jantung. Konsultasi pribadi ini melahirkan tulisan terutama untuk mahasiswa kedokteran dan program studi dokter spesialis yang sedang belajar di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Tentu saja pendekatan seorang dokter terhadap pasiennya tidak harus seperti yang diusulkan oleh penulis. Tidak ada paksaan, tidak ada kuliah khusus, tidak ada penilaian dan tidak mengambil waktu yang sudah terstruktur dengan ketat.
Mengapa beliau ‘ngotot’ saya pribadi harus ketemu pasien khusus tersebut? Menurut Prof BBS, konon sehabis ketemu saya, biasanya pasien jadi lebih bersemangat dan kepingin lekas pulang. Bahkan ada satu pasien yang langsung kursi rodanya tidak dipakai. Umumnya mereka depresif, kurang semangat dan sering keluarganya kurang mendukung karena makin lama di rumah sakit beban keluarga menjadi sedikit berkurang karena gratis, biaya pengobatan dan perawatan ditanggung BPJS. Nah, ini yang tidak enaknya, kata beliau, ia juga sudah “pening-pusing” menghadapi pasien-pasien gagal jantung berat tersebut. “Pening-pusing” menghadapi pasien-pasien gagal jantung di rumah sakit inilah yang harus dibagi rata diantara para profesor. Alhamdulillah, Haleluya puji Tuhan, soft skills Pening-Posing masih ada manfaatnya. Rupanya, beliau juga sering menulis surat konsul pribadi untuk Prof Yoga Yuniadi, tentu untuk hard (heart) skills beliau agar memasang pacu jantung dengan alat kejutnya pada pasien-pasien khusus tersebut. Sistim remunerasi rumah sakit juga bermanfaat untuk bagi-bagi tugas secara profesional.


OPENING
Smiling, greetings, introduction. Istilah yang sudah dikenal masyarakat sebagai 3S: senyum-sapa-salam. Menyampaikan salam tentu saja sebaiknya sesuai dengan adat kebiasaannya. Memilih yang berhubungan dengan waktu: selamat pagi, siang, malam; dapat juga dengan dinyanyikan “Slamat pagi pak, slamat pagi bu, slamat pagi merdeka!" Yang bernuansa agama/kepercayaan atau sebagian dari suatu doa misalnya “Assalamualaikum”, “Shalom”, “Salam Maria penuh rahmat Tuhan sertamu”, “Om swasti astu”, “Namo Budhaya”. Memilih yang bernada kebudayaan juga boleh “Horas Jala Gabe Tondi Mandingin Pir ma Tondi Matogu”, “Salam karahayon”, “Spada”. Semua itu sebagai pembukaan untuk memperkenalkan diri.
Quotes, Anecdotes, dan Rapport. Mungkin perlu disampaikan juga mutiara kata, pendapat pakar, bahkan cerita lucu yang diselipkan dalam melakukan anamnesis, tentang kejadian awal masuk rumah sakit, riwayat penyakit sebelumnya, faktor risiko dan obat-obat yang diminum. Hal ini penting untuk membangun dan memelihara rapport yaitu hubungan yang harmonis antara dokter-pasien.

PROBLEM SOLVING
Identification of The Problems. Identifikasi problem pada pasien tentu dapat berbeda-beda sesuai kebutuhan. Pasien yang mau dilakukan tindakan pemasangan ring, pelebaran dengan balon pada katup mitral yang menyempit, dan pemasangan pacu jantung permanen cara memandang dan bersikap terhadap obat pengencer atau anti pembekuan darah berbeda-beda, walaupun kamar tindakannya sama. Penting memperhatikan informasi dokter maupun perawat berdasarkan analisis SOAP (Subjective-Objective-Assesment-Planning) dari pasien tersebut. Informasi SOAP, data kasar tentang laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya dipakai sebagai menentukan rencana dan tindak lanjut pasien tersebut.
Reassurance. Sebenarnya isinya tentang membuat senang hati orang dengan cara apa saja dalam berkomunikasi, dengan tujuan memperkuat ketahanan mentalnya. Istilah entertaining menjadi pas ketika tujuannya adalah membuat senang hati dan kebahagiaan siapa saja. Reassurance adalah istilah yang sama untuk psikologi-psikiatri maupun konselor, setidaknya menurut Dr. Danardi Sosrosumihardjo SpKJ, psikiater senior, mantan Presiden Psikiatri Indonesia dan negara-negara ASEAN. Reassurance dapat diartikan sebagai kemampuan petugas kesehatan untuk membuat perkuatan suasana mental yang positif bagi klien dan pasien. Namun, beliau juga mengingatkan ketika kita menghadapi pasien yang depresi kita-lah yang harus berusaha mendekati pasien tersebut. Pasien paska serangan jantung memiliki angka depresi yang tinggi sekitar 60% populasi. 
Repositioning dimaksudkan dengan penempatan diri seorang dokter di dalam keluarga pasien. Seorang dokter diharapkan sebagai pengayom, saudara tua yang paham tentang kesehatan. Mengingat pasien-pasien banyak yang mengkonsumsi 2-3 macam pengencer atau anti pembekuan darah diharapkan dokter memberikan nomor telponnya sehingga kalau ada kejadian perdarahan, stroke atau keadaan darurat jantung dan pembuluh darah, dokter pengayom keluarga inilah yang ditelepon lebih dulu.
Re-education adalah internalisasi (introspeksi) nilai-nilai Ketuhanan dan eksternalisasi (ekstropeksi) nilai-nilai Kemanusiaan. Dalam melakukan internalisasi nilai-nilai tersebut khususnya Ketuhanan, yang perlu ditekankan adalah sesuai dengan iman dan keyakinan klien/pasien bukan sesuai dengan agama/kepercayaan kita. Oleh karena itu dianjurkan atau ditawarkan untuk mempelajari agama/kepercayaan orang lain agar supaya dapat membantu mengatasi masalah kesehatannya sesuai dengan iman dan keyakinannya itu.
Ekstrospeksi nilai-nilai: ikhlas (un-attachment), sabar (obedience), syukur (acceptability), jujur (honesty), dan budi luhur (high virtue) dalam bermasyarakat disebut Pancasila. Jujurlah yang paling sulit dilaksanakan, dikatakan sebagai kata kunci untuk mencapai akhlak yang mulia erat hubungannya dengan psikohigienik. Ikhlas, sabar, syukur adalah sikap jiwa yang positif dan tahan banting dalam menghadapi stres kehidupan nyata.
Planning didedikasikan sebagai pendekatan terakhir dari SOAP: Subjective, Objective, Assesment, Planning. Rencana tindak lanjut ini kembali kepada identifikasi masalah dan fokus dari simpul-simpul yang terkait antara bidang kita dan masalah yang ada pada pasien yang harus diselesaikan. Diobati dengan menambah atau mengurangi jenis obatnya serta memperhatikan cara pemberiannya, dikonsultasikan ke dokter ahli lain, dipulangkan atau dirujuk ke rumah sakit lainnya.

CLOSING
Appreciation. Pada waktu menutup komunikasi yaitu ketika akan meninggalkan pasien perlu memberikan apresiasi kepada pasien, keluarganya, petugas kesehatan lainnya maupun perawat. Petugas kesehatan lainnya meliputi petugas kebersihan, radiografer, dietisen, asisten apoteker dan petugas administrasi. Apresiasi kepada keluarganya dapat disampaikan misalnya “Wah, anda sepertinya akan mendapatkan 'tiga kunci sorga' karena dedikasi anda kepada ibu”, “Senyumnya nurse dan petugas kesehatan di sekitar anda adalah doa kepada Tuhan bagi kesembuhan”, “Perawat dan petugas kesehatan kami adalah ‘bintang-bintang film,’ hanya saja mereka masih dihargai sebatas ‘bintang-bintang'nya rumah sakit.”
Singing. Kapan saja boleh menyanyi kecil, pada saat pembukaan, pemecahan-masalah sampai penutupan bisa dinyanyikan sepotong lagu atau meminjam sepotong lirik lagunya Evi Tamala “Selamat malam duhai kekasih, sebutlah namaku menjelang tidurmu..” Bila kebetulan masih ada catatan yang belum lengkap dan kira-kira kita akan dicari: “Hello, is it me you looking for?” lagunya Lionel Richie yang menanyakan apakah anda mencari saya. Biasanya perawat-perawat langsung menjawab seperti koor “No, no..,” sambil tersenyum. Bahkan mereka beromentar sudah bosen karena seringnya sang dokter yang gaul tersebut menyanyikannya. Solusinya tentu saja ganti lagu yang lain. Kalau perlu ganti lagu Jawa yang pentatonik dengan metrum pelog, misalnya sebuah Dandang Gula memanising Hasta Sila: “Sadar, sadar, percaya dan taat kepada Tuhan.” “Ikhlas, sabar dan syukur, jujur, budiluhur.”
Praying. Rumah sakit biasanya menyediakan petugas masing-masing agama besar untuk menjenguk pasien-pasien yang seagama. Ada juga kelompok pegawai rumah sakit sebagai umat agama/kepercayaan tertentu bergiliran secara berkala mengunjungi pasien yang seagama untuk diajak berdoa bersama bagi kesembuhannya. Ada kalanya terpaksa diingatkan oleh perawat agar dalam berdoa tidak mengganggu pasien lainnya. Tentu kita dapat menyampaikan kata-kata harapan kesembuhan, seyogyanya menggunakan istilah-istilah agama pasien tersebut atau istilah umum dan bukan menggunakan istilah agama kita sekiranya berbeda agamanya. Disini selalu penting untuk diingatkan tentang re-edukasi sesuai dengan keyakinan pasien itu sendiri. Ada baiknya para petugas kesehatan untuk mempelajari agama/kepercayaan pasien-pasiennya sehingga ketika akan menolongnya dapat dilaksanakan secara sempurna sesuai keyakinannya.
Zeroing. Mengembalikan ke posisi asal-mula, memaafkan atau meminta maaf, berterima kasih karena diberi sesuatu. Mengembalikan apresiasi, misalnya “Dokter, terima kasih, baru dokter pegang saja sudah lebih dari separoh penyakitku sembuh,” kata pasien dengan wajah serius. “Wah, mari kita kembalikan terima kasih anda kepada Tuhan YME, alhamdulillah atau haleluya puji Tuhan, Dialah sesungguhnya yang menyembuhkannya, para dokter hanya berusaha sesuai kemampuan profesinya,” “Tidak lain karena doa isteri, anak-cucu, petugas kesehatan dan bapak sendiri kepada Tuhan YME, sehingga sembuhnya relatif lebih cepat daripada orang lain dengan penyakit yang sama.” Zeroing ini terasa meringankan jiwa kita sendiri.
Soft skills yang dibahas ini mengajarkannya dengan menggunakan metode role-model tertentu termasuk menggunakan contoh senyata-nyatanya. Perlu disampaikan juga kepada para peserta didik bahwa selalu ada penilaian yang melekat dari keluarga, teman dekat, dan masyarakat serta dari The Force di dalam diri kita masing-masing. Bukankah The Force adalah juga The Pathfinder, Juru Petunjuk Jalan Benar di dalam lubuk hati kita yang terdalam ialah Sang Guru Sejatinya manusia? May TheForce be with us.
Salam kuantum

------------------------------------
*] Pada pendekatan Preventif-Rehabilitasi perlu fokus pada WHO-5= a simple 5-questions of quality of life questionair from WHO; 6MWT= 6 Minutes Walking Test; CPX= Cardiopulmonary Excercise Test; dan HBCR= Home Based Cardiac Rehabilitation sebagai tindak lanjut pasca rawat inap dan perhatian khusus pada Fase I dan II Rehabilitasi Jantung.
+]http://intimanagement.com/2016/11/04/apa-itu-hard-skill-dan-soft-skill/ cited Feb. 9, 2018
1] Pada pendekatan Preventif-Rehabilitasi perlu fokus pada WHO-5= a simple 5-questions of quality of life questionair from WHO; 6MWT= 6 Minutes Walking Test; CPX= Cardio Pulmonary Excercise Test; HBCR= Home Based Cardiac Rehabilitation sebagai tindak lanjut pasca rawat inap dan perhatian pada Fase I dan II Rehabilitasi Jantung.(Heart & Beyond: Re-education is the most valuable task)

KKJI Terus Melangkah Maju

Koperasi Konsumen Jantung Indonesia kini telah banyak melakukan kerja sama bisnis. Selalu berusaha memenuhi kebutuhan anggota.


SALAH satu booth di ajang pertemuan ilmiah Indonesia Heart Rhythm Society (InaHRS), di Westin Hotel Jakarta, 18-19 Agustus 2017 cukup menarik perhatian. Umumnya, peserta booth berasal dari industri farmasi tapi kali ini didirikan oleh Koperasi Konsumen Jantung Indonesia (KKJI). Selain memajang sejumlah barang-barang cendera mata, buku-buku ilmiah, booth KKJI juga menampilkan sejumlah peralatan kesehatan seperti alat ECHO Clover60 dan INR Coagucheck.
Itulah koperasi resmi bentukan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Kegiatan booth pada sejumlah pertemuan ilmiah kardiologi ini memang menjadi salah satu program kerja KKJI. Koperasi ini telah dibentuk pada 2013. “Tujuannya meningkatkan kesejahteraan anggota PERKI. Saat itu Ketua PERKI Pusat Prof DR Dr Rachmat Romdhoni (2012-2014) menunjuk Dr Pri Utomo, SH sebagai Ketua Koperasi PERKI Pusat,” tutur DR Dr Antonia Anna Lukito, Wakil Ketua I kepada InaHeartnews.
Kondisi kinerja KKJI secara umum saat ini, menurut Antonia, mulai berkembang, terutama karena makin banyaknya partisipasi dan dukungan anggota KKJI terhadap koperasi ini. Misalnya, sejumlah panitia acara ilmiah kerap menyediakan lapak gratis untuk booth KKJI tadi. “Pada booth KKJI sendiri kami menyediakan produk-produk yang telah bekerjasama dengan KKJI, seperti alat INR, textbook, alat ECHO, ECG, dan lain-lain,” kata Antonia. 
Sejauh ini para pengurus KKJI terus berusaha mengembangkan dan memperkuat kegiatan usaha. “Untuk kegiatan usaha KKJI kini mengalami perkembangan, banyak alat yang disediakan di KKJI dan tentunya dengan harga yang lebih murah,” katanya. Antonia melanjutkan, bukan hanya dari anggota KKJI saja yang memesan, melainkan dari pasien dan rumah sakitpun ada yang memesan ke KKJI, seperti alat INR yang disediakan KKJI. Selain itu pemesanan Textbook Elsevier juga banyak.KKJI juga sudah berhasil menjual alat ECHO.
Sejauh ini, KKJI memang telah melakukan banyak kerja sama bisnis dengan beberapa perusahaan. “Kami berusaha untuk menyediakan keperluan yang dibutuhkan oleh para anggota KKJI,” kata Antonia. Adapun produk yang telah bekerja sama dengan KKJI itu adalah alat ABPM, Spyder, ECP Renew NCP-5, alat ECHO Samsung, ECHO Mindray M5, Apron, AERO Warp, ECHO WISONIC Clover60, alat ECG, alat INR Coagucheck, alat ECG, juga tersedia textbook Elsevier.
Antonia juga melaporkan jika tingkat aktivitas dan partisipasi para pengurus dan anggota KKJI semakin baik. “Sebagai Pengurus KKJI, para pengurus berusaha maksimal untuk mengembangkan usaha yang telah berjalan di KKJI. Untuk itu para pengurus sangat mengharapkan peran aktif dari anggota KKJI akan lebih baik ke depannya,” katanya lagi.*

InaSH ke-12: Pertarungan yang Tak Pernah Usai Melawan Hipertensi

Hipertensi masih menjadi penyakit yang merugikan rakyat Indonesia. Kesadaran terhadap penyakit ini perlu terus ditingkatkan.
Berfoto bersama setelah pemukulan gong pada Opening Ceremony, dari kiri ke kanan: Dr Rosana Barack SpJP(K), Prof Dr Teguh Ranakusuma SpS(K), DR Dr Ismoyo Sunu SpJP(K), Dr Aida Lidya SpPD(K) dan DR Dr Yuda Turana SpS.

PERHIMPUNAN Dokter Hipertensi Indonesia atau Indonesian Society of Hypertension (InaSH) kembali menggelar pertemuan ilmiah tahunan ke-12, bertempat di Sheraton Grand Jakarta Gandaria Hotel, Jakarta Selatan pada 23-25 Februari 2018.
Sejumlah tokoh, pakar jantung dan tamu  penting hadir dalam acara ini, antara lain Ketua InaSH, Ketua PERKI (Indonesian Heart Association), Ketua PERDOSSI (Indonesian Society of Nephrology), Ketua PERNEFRI (Indonesian Neurological Association), perwakilan Kemenkes, Direktur Utama PJN Harapan Kita, Kepala Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Neprologi dan Neurologi serta para guru besar dan senior.
Pertemuan InaSH 2018 kali ini memiliki tema unik yakni “Hypertension 2018: The Never Ending Battle Againts Hypertension and Its Complications”. Tak pelak lagi, melawan dan memberantas hipertensi memang menjadi target utama para dokter jantung. Perjuangan yang memang tak berkesudahan. Dalam sambutannya, Presiden InaSH, Dr Yuda Turana menyatakan hipertensi, adalah penyakit penyebab kematian nomor 1 sehingga Indonesia menderita kerugian cukup besar. “Empat besar penyumbang kerugian negara ini selain kanker, disumbang oleh hipertensi, yakni stroke, gagal jantung dan gagal ginjal,” katanya.
“Ini bukan hanya tugas InaSH, bukan hanya tugas dokter di ruangan ini tetapi tugas kita bersama sebagai petugas medis,” kata Yuda. Memberantas penyakit jantung memang bukan pekerjaan ringan. Betapa tidak, lihat saja penelitian Kementerian Kesehatan yang menunjukkan prevalensi hipertensi yang tidak banyak mengalami perubahan selama bertahun-tahun, yakni 31,7% pada 2007 dan 32,4% dalam Survei Indikator Kesehatan Nasional 2016.
Apalagi ternyata survei yang dilakukan InaSH pada Mei 2017, menemukan bahwa 25% responden laki-laki penderita hipertensi tidak mengukur tekanan darah selama satu tahun terakhir. Penelitian tersebut melibatkan 29.353 pria sebagai subjek. Ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya hipertensi masih rendah. “Padahal yang kita tahu, kalau tidak dikontrol dapat memicu gangguan penyakit kardiovaskular,” tutur Yuda.
Data penelitian survei InaSH yang melibatkan 71.894 responden secara keseluruhan itu juga menyebutkan, pasien hipertensi tak hanya dialami oleh kalangan orang tua. Mereka yang masih berusia muda dengan profesi apapun rentan menderita risiko yang sama. 
Melihat kondisi tersebut, berbagai kampanye pencegahan penyakit dan gaya hidup sehat agar tak terserang hipertensi sudah jamak digalakkan. Kali ini InaSH juga telah menggalakkan “Ceramah” alias “Cek Tekanan Darah di Rumah”. Menurut Yuda, fakta menunjukkan mengukur tekanan darah di rumah yang dilakukan secara benar dan rutin dengan alat yang akurat lebih baik dibandingkan dengan pengukuran tekanan darah di klinik.
Tak hanya itu, para dokter jantung juga kerap mengasah keahlian mereka mengatasi penyakit jantung. Bersama Dr Rossana Barack dan Dr Tunggul D. Situmorang, Yuda memperkenalkan buku ajar Hipertensi pada Perempuan. “Kami juga berupaya untuk menerbitkan sebuah buku ajar hipertensi pada perempuan yang merupakan populasi khusus dari seluruh populasi intervensi yang ada di Indonesia,” kata Yuda.
Kasus hipertensi pada wanita juga membutuhkan perhatian. Data survey InaSh, sebanyak 1.924 perempuan berumur kurang dari 40 tahun mengidap hipertensi. Selanjutnya pada umur 41-50 tahun ada 2.816 perempuan, pada 51-60 tahun ditemukan 3.246 wanita yang terkena hipertensi. “Perempuan lanjut usia yang sudah menopause lebih rentan terkena hipertensi karena faktor hormonal,” kata Rossana Barack.
Sebab itulah, sebagai Ketua Panitia InaSH, Rossana berharap acara pertemuan ilmiah rutin seperti InaSH ini mampu sedikit banyak mengatasi masalah hipertensi. Sejauh ini, InaSH memang mendapat banyak perhatian dari kalangan spesialis jantung. “Kegiatan diawali dengan workshop pada hari pertama yang terdiri dari 3 kelas dengan peserta lebih kurang 170 orang, dilanjutkan simposium pada hari kedua dan ketiga dengan keseluruhan peserta yang terdaftar 1,300 orang,” katanya.
Tentu saja, menambah semarak suasana, InaSH juga mengundang sejumlah pakar dan pembicara dari luar negeri, diantaranya adalah Prof Chia Yook Chin (Malaysia), Prof Markus Schlaigh (Australia), Prof Jose Lopez Sendon Hentschel (Spanyol) dan Prof Pairoj Chattranukulchai (Thailand).
Panitia InaSH 12 kali ini menerima 67 abstrak yang datang dari berbagai daerah seperti: Medan, Riau, Palembang, Natuna, Belitung, Jakarta, Cilegon, Tangerang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Bali, Lombok, Banjarmasin dan Kendari. Penyumbang abstrak terbanyak datang dari Malang Jawa Timur terutama dari Universitas Brawijaya. Rencananya abstrak yang masuk ke Panitia akan dipublikasikan dalam Jurnal of Hypertension ISH/ESH.
Dalam pertemuan kali ini, InaSH juga mengetengahkan tiga program lainnya seperti Trigger Quiz, Young Investigator Award, Moderated Poster dan poster-poster Ilmiah yang dibawakan para dokter dari berbagai perhimpunan profesi. Young Investigator Award diraih oleh Rony Mario Candrasatria (Dept. of Cardiology and Vascular Medicine, Universitas Indonesia) dengan judul “Methylenetetrahydrofolate Reductase C677T Gene Polymorphism is assPemenangociated with Hypertension in Rural Sundanese Population of Gunung Sari Village, Bogor-Indonesia”.
Mewakili Ketua Panitia InaSH 12, Dr Tunggul D. Situmorang, dalam Closing Ceremony berharap pertemuan ini akan memberikan manfaat kepada semuanya saat kembali ke tempat pengabdian masing-masing serta lebih semangat membantu masyarakat. “Apa yang akan kita lakukan harus sesuai dengan paradigma dan guideline-guideline yang ada. Tugas kita sebagai profesional adalah melakukan yang paling baik terhadap pasien kita,” katanya lagi.*

Senin, 04 Juni 2018

InaAcc ke-3: Luncurkan 3 Buku Guideline

Ratusan dokter mengikuti pertemuan InaACC. Para peserta dapat pulang membawa keterampilan dan buku guideline baru.

ADA hal yang istimewa dalam pertemuan Indonesian Intensive and Acute Cardiovascular Care (InaACC) ke-3. Tema yang diusung kali ini bertajuk “Comprehensive Management of Acute and Critical Cardiac Care”. Sesuai dengan tema manajemen komprehensif tersebut, dalam acara InaACC kali ini telah diluncurkan tiga buku guideline PERKI sekaligus, yakni “Guideline PERKI STEMI 2018”, “Guideline PERKI NSTEMI 2018” dan “Guideline PERKI Acute Heart Failure 2018”.
Pertemuan ilmiah yang diselenggarakan Pokja Intensif dan Kegawatan Kardiovaskular Indonesia Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) itu berlangsung di Sheraton Grand Gandaria City Hotel, Jakarta, pada 25-27 Januari 2018.
Ketua panitia InaACC ke-3, Dr Dafsah A. Juzar, SpJP(K) mengungkapkan bahwa simposium kali ini diselenggarakan adalah untuk membahas kemajuan tatalaksana terkini, jantung akut, intensif dan kegawatan kardiovaskular. Dafsah berharap, “Para peserta dapat menerima dan membawa pulang ilmu ini sehingga dapat diterapkan pada fasilitasnya masing-masing dan memberikan outcome yang lebih baik pada pasien-pasiennya”.
Ketua Perki, Dr Ismoyo Sunu, dalam acara itu mengatakan, “Pertemuan ilmiah ini menjadi sarana untuk menyegarkan kembali kompetensi para spesialis jantung serta mampu meningkatkan pengetahuan ketrampilan kardiovaskuler emergensi bagi para dokter umum.”
InaACC kali ini dihadiri setidaknya 619 peserta, yang terdiri dari dokter umum (50%), spesialis (40%) spesialis dan perawat (10%). Dari hasil angket yang dibagikan kepada peserta, 80% peserta menilai bahwa materi sudah sesuai dengan yang diharapkan dan jalan acara tepat sesuai jadwal. “Ada juga masukan dari peserta, 41% peserta mendaulat Dr. Isman Firdaus sebagai pembicara favorit,” tutur Dafsah.
Di penghujung acara Symposium INAACC ke-3, panitia mengumumkan para pemenang abstrak yang dikirim para peserta. Dari 59 abstrak yang masuk, tim juri yang dipimpin Dr. Bambang Widyantoro, SpJP(K), menentukan para juara yang dibagi dalam 2 kategori.

Kategori Case Report:
1. Dr Sigit Pratama Lustisia Nasrudin dari RS Muwardi, Solo
2. Dr Dzikrulhaq Karimullah dari Universitas Brawijaya, RSU Dr Saiful Anwar, Malang
3. Dr Mohammad Yofansyah Putra dari RS M. Yunus, Bengkulu

Kategori Original Research Paper:
1. Dr Limenaharok Adrian dari Universitas Brawijaya, RSU Dr Saiful Anwar
2. Dr Dena Karina Firmansyah dari Universitas Indonesia
3. Dr Stefani Salim dari Universitas Indonesia, RS Jantung Harapan Kita, Jakarta.*

Pemenang Case Report dan Original Research didampingi DR. Dr. Ismoyo Sunu dan Prof. Dr. Idris Idham 

PERKI Pusat Laksanakan Webinar Pertama Kali

Webinar perdana PERKI diikuti ratusan peserta dari seluruh Nusantara. Selanjutnya PERKI akan terus menggelar webinar lainnya. 


Nara sumber saat berdiskusi dengan Prof Djanggan Sargowo, peserta webinar dari Universitas Brawijaya Malang di layar monitor.

ADA peristiwa istimewa di ruang meeting Gedung Heart House, Jakarta pada Sabtu, tanggal 9 Desember 2017. Untuk pertama kalinya, tepat pukul 09.00 PERKI Pusat menyelenggarakan webinar alias seminar secara online melalui jaringan internet (boardcast)
Dalam webinar perdana PERKI ini, tampil tiga pembicara, yakni Dr BRM Ario Soeryo Kuncoro, SpJP(K), yang membawakan makalah berjudul Role on Novel Vasodilating Beta Blocker in the Management of Hypertension, Dr RWM Kaligis, SpJP(K), yang berbicara tentang Oral Thrombolytic, a Challenging Opportunity dan terakhir DR Dr Ismoyo Sunu, SpJP(K), dengan makalahnya Sharing Experience of Lumbrokinase
Menurut panitia webinar, peserta webinar yang menyimak ceramah ilmiah para pembicara mencapai 150 orang yang tersebar di berbagai daerah. “Memang masih kurang dari target panitia yang diharapkan mencapai 200 peserta. Tapi sambutan yang datang dari Malang, Manado, Semarang, Surabaya, Kendari, Bandung dan yang lainnya cukup baik dan cukup berhasil, mengingat ini adalah kegiatan yang pertama kali diadakan di sini,” tutur Rina Dwiningsih dari pihak sekretariat yang ikut memotori acara ini seusai acara berlangsung. 
Para peserta kali ini memang khusus diadakan untuk para SpJP sesuai dengan tema yang diadakan. Namun tidak menutup kemungkinan juga ditujukan kepada kalangan atau peserta lain, disesuaikan dengan tema yang akan diusung. 
“Kedepannya akan diadakan webinar-webinar lainnya agar penyebaran ilmu kardiovaskuler tidak hanya berkembang di ibukota saja, bahkan bisa menjangkau ke seluruh pelosok Indonesia”, kata Rina berharap. 
Acara Webinar ini terselenggara berkat kerjasama antara PP PERKI dengan Dexa Medica. 
Tim teknis Webinar PERKI Pusat, Nisrina Ulfah, mengaku dalam pelaksanaan webinar, masih terjadi kekurangan di sana sini, seperti munculnya suara-suara dengung yang mengganggu saat seminar. “Namun untuk kedepannya hal-hal semacam itu akan menjadi pelajaran agar tidak ada lagi,” kata Nisrina. 
“Teknisnya harus diperbaiki, dan edukasi ke peserta harus lebih digencarkan lagi agar peserta lebih mahir untuk memanfaatkan fitur-fitur yang ada dalam aplikasinya demi kelancaran acara, terutama saat sesi seminarnya,” katanya lebih lanjut. 
Nisrina mengungkapkan, agar webinar berjalan lancar dan nyaman, para peserta sebaiknya menon-aktifkan fitur audio (mute) masing-masing saat proses webinar. “Dalam aplikasi WebEx Meeting yang digunakan, sebaiknya audionya dimatikan agar suara-suara peserta dan suara yang timbul dari alam sekitar tidak terdengar oleh anggota lain,” katanya. Fitur audio tersebut, dapat dihidupkan kembali saat mereka akan berkomunikasi atau bertanya dalam webinar. 
Agar sejawat dapat bergabung dalam acara webinar, ada persiapan khusus yang harus dilakukan. Pertama, download aplikasi WebEx Meetings dari Cisco (https://www.webex.com/) ke dalam laptop atau smartphone masing-masing. Kemudian Klik Join, masukkan meeting number dan meeting password yang sudah dikantongi dari panitia. 
Kedua, untuk peserta kelas/berkelompok, maka perlu disediakan kamera, proyektor dan layar besar tentunya, agar peserta bisa berinteraksi bersama-sama lewat layar. Ketiga, yang terpenting harus ada internet dengan jaringan sinyal yang stabil dan bagus, sehingga gambar dan jalannya webinar lancar. Terakhir, bisa juga sediakan kopi, teh dan snack, agar webinar berjalan lebih nyaman.*

Selamat Mengabdi Dokter Spesialis Jantung 2018


PENGURUS Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) mengucapkan selamat kepada para dokter spesialis kardiovaskular yang baru. Acara konvokasi pemberian sertifikat FIHA tersebut diselenggarakan dalam perhelatan Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association (ASMIHA) ke-27 pada 19-22 April 2018. Daftar peserta konvokasi sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Ahmad Handayani
2. Dika Ashrinda
3. Efrida Hasibuan
4. Herman William Parlindungan
5. Jaya Suganti
6. Kartika Boru Karo
7. Komaria
8. Mustika Fadhilah Sarahazti
9. Sanny March Novalin Silaban
10. Syaifullah
11. Theresia Wina Siagian
12. Zulfan Efendi
13. Zunaidi Syahputra

UNIVERSITAS ANDALAS
1. Herlambang Zaputra
2. Iman Fatullah
3. Ivan Mahendra Raditya
4. Mela Pratiwi
5. Mohammad Harris Gailani
6. Putri Mardhatillah
7. Vera Yulia

UNIVERSITAS PADJADJARAN
1. Aninka Saboe
2. David Almeidi
3. Harvi Puspa Wardani
4. Intan Yustikasari
5. Mardlatillah
6. Yuni Twiyarti Pertiwi

UNIVERSITAS INDONESIA
1. Andi Mahavira
2. Andika Rizki Lubis
3. Aprivita Gayatri
4. Christina Candra
5. Damba Dwisepto Aulia Sakti
6. Dian Yaniarti Hasanah
7. Gustaf David Sinaka
8. Haikal Abdullah Balweel
9. M. Gibran Fauzi Harmani
10. Mia Amira Callista
11. Muhamad Syarif
12. Muhammad Reza
13. Muhammad Rusydi
14. Priyandini Wulandari
15. Rizky Aulia Fanani
16. Rony Mario Candrasatria
17. Silfi Pauline Sirait
18. Wendy Marmalata Saragih

UNIVERSITAS GADJAH MADA
1. Arina Prihestri Nugraheni
2. Braghmandaru Adhi Bhaskara
3. Fera Hidayati
4. Muhammad Haris
5. Pamrayogi Hutomo
6. Rano Irmawan
7. Rio Probo Kaneko
8. Vita Yanti Anggraeni
9. Wahyu Himawan

UNIVERSITAS DIPONEGORO
1. Bahrudin
2. Detrianae
3. Fauzan Muttaqien
4. Hari Indratno
5. Kelly Kuswidi Yanto
6. Mochamad Ali Sobirin
7. Mohamad Fauziar Ahnaf Murtazam
8. Putri Kusuma Dewi
9. Yosman Freedy Soeroto

UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET
1. Alfa Alfin Nursidiq
2. Dewi Ayu Paramita
3. Pipiet Wulandari
4. Risalina Myrtha
5. Verry Gunawan Sohan

UNIVERSITAS AIRLANGGA
1. Ahadi
2. Alisia Yuana Putri
3. Anindita Primiari Qodrina
4. Anna Budiarti
5. Ari Rahmawati
6. Arief Rachman Hakim
7. Armyta Galuh
8. Aussie Fitriani Ghaznawie
9. Ayu Ariestha Kesumaningputri
10. Ayu Diajeng Sekar Negari
11. Dimas Rio Balti
12. Drastis Mahardiana
13. Galih Rakasiwi Soekarno
14. Kriswanto
15. Laily Djihan
16. Lely Puspita Candra Dewi
17. Mia Puspitasari
18. Muhammad Zulkifli Amirullah A.S
19. Nadya Luthfah
20. Ratna Dewi Cahyaningtias
21. Ruthvi Adriana
22. Shafira Nadia

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
1. David Rubiyaktho
2. Diah Rachmaniah
3. Fitranti Suciati Laitupa
4. Hidayanto Perdana
5. Ike Dyah Ayu Pambayun
6. Ikhwan Handirosiyanto
7. Lenny Kartika Sari
8. Lina Haryati
9. Mochammad Ali Trihartanto
10. Mohammad Afies Sjugiharto
11. Muchamad Abusari
12. Niva Wilujeng
13. Samsul Bakhri
14. Santy Cintiana Dewi
15. Yoseph Budi Utomo

UNIVERSITAS UDAYANA
1. Agung Pradnyana Suwirya
2. Deo Idarto
3. Felix Fodianto
4. I Gusti Agung Bagus Krisna Jayantika
5. I Ketut Raditya Surya
6. Ni Wayan Lena Agustini
7. Rani Paramitha Iswari Maliawan
8. Cyndiana Widia Dewi Sinardja
9. Ida Bagus Komang Wisasmita
10. Putu Kiki Wulandari

UNIVERSITAS HASANUDDIN
1. Andi Inggi Maesatana
2. Bambang Rahardi
3. Dian Pratiwi
4. Edwin Hartanto
5. Farid Hidayat
6. Gusmawan Gani
7. Harie Cipta
8. Mirnawati Mappiare
9. Titus Kurnia Hariadi
10. Vicky Nanu Rewa
11. William Horas

UNIVERSITAS SAM RATULANGI
1. Edy Chandra Tanoto
2. Gratiani E. H. Reppi
3. Hendro Adi Kuncoro
4. Ike Adriana
5. Irma Winastuti Rosmanadewi
6. Kana Kurniati Elka
7. Loretta Claudine Wangko
8. Monique Priscilla Fransiska Rotty
9. Nancy Sicilia Lampus
10. Ronaldi
11. Soetandar Widjaya
12. Yosua Arthur Iskandar

SPBTKV (ANGGOTA LUAR BIASA)
1. Ahmad Ghozali
2. Andri Syahrian
3. Brema Suranta Prakarsa Utama Pasaribu
4. Dhany Prasetyanto
5. Doddy Prabisma Pohan
6. Franky Yaseya Siahaan
7. Maulidya Ayudika Dandanah
8. Sri Nurbowo Ardi
9. Yunanto Kurnia

Pendidikan Kardiologi Memerlukan Revolusi Kedua

Tiap-tiap sentra pendidikan harus mampu mengejar bahkan melebih standar nasional. Perbaikan dalam kualitas SDM, mutu pendidikan serta perluasan jejaring harus dilakukan.


BERBICARA tentang pendidikan kardiologi, tentu tak terpisahkan dengan sosok Prof Dr Harmani Kalim, MPH, SpJP(K). Pria kelahiran Surakarta ini pernah menjadi Ketua Kolegium delapan tahun lamanya. Selama itu, Harmani beserta sejumlah kolega mendorong pendirian banyak pusat studi kardiologi. “Awalnya kita hanya memiliki dua pusat pendidikan kardiologi di Jakarta dan Surabaya,” katanya. Walhasil jumlah dokter jantung saat itu memang sangat kurang.
Sebab itulah, menurut Harmani, pendidikan kardiologi memerlukan “revolusi”. Yang pertama adalah revolusi penyebaran dan jumlah sentra pendidikan di Indonesia. Kini jumlah sentra pendidikan berkembang dari 2 menjadi 13 pusat layanan jantung terpadu. Yaitu di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Solo, Malang, Surabaya, Denpasar, Makassar, Manado, Padang, Medan dan Aceh. “Yang paling baru adalah sentra pendidikan di Aceh,” kata Harmani.
Tak cukup sampai di situ, setelah pendirian lembaga pendidikan terpadu, kini perlu ditingkatkan mutu dan kualitasnya. Berikut pembicaraan Prof Harmani dengan InaHeartnews, di Paviliun Eksekutif RSJ Harapan Kita, awal April.

Bagaimana perkembangan pendidikan kardiologi saat ini?
Dulu kami cuma punya dua, Jakarta dan Surabaya. Selama berpuluh tahun jumlahnya segitu saja. Pada saat saya jadi Ketua Kolegium, saya merasa pusat-pusat pendidikan kardiologi harus dipercepat pertambahan dan pertumbuhannya. Itu perlu dilakukan untuk menambah dokter jantung yang masih sedikit pada 2010. Kemudian saya bersama Prof Dr Biran Affandi dan Prof Dr Idris Idham berusaha membuka pusat-pusat studi di daerah. Hasilnya adalah berdirinya 10 pusat studi selama kepengurusan kami.
Kebetulan waktu itu Prof Biran merangkap Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) dan Ketua Konsill Kedokteran Indonesia (KKI) sehingga lancar. Begitu juga Prof Idris dapat membantu untuk urusan ke Dikti sehingga SK (Surat Keputusan) terkait pendirian pusat pendidikan itu cepat keluar. Bahkan ada beberapa studi yang SKnya keluar di hari yang sama.

Bagaimana dengan kondisi di daerah saat itu?
Sebagian banyak yang mendukung, tapi banyak juga yang merasa keberatan. Mereka menganggap ini belum waktunya, belum berkembang, kondisi di daerah tidak siap, staf yang ada masih kurang dan sebagainya. Namun dengan berjalannya waktu, berbagai kendala itu dapat diatasi. Lagi pula sebenarnya dengan dibukanya pusat studi ini justru membantu pelaksanaan persyaratan yang ada, termasuk pengadaan dana dan staf. Jadi Alhamdulillah sekarang kita ada 13 pusat dan tidak ketinggalan dengan spesialisasi yang lain. Jadi begitulah, kita perlu semacam revolusi pertumbuhan pusat studi.

Setelah mendirikan banyak sentra jantung, apa tindakan selanjutnya?
Sebenarnya perlu ada revolusi kedua. Kalau dulu kita menambah jumlahnya, sekarang ini perlu ada peningkataan mutu dan kualitas pusat studi itu. Memang kadang-kadang pusat studi yang ada terjerat dalam comfort zone. Kalau sudah lama di sana, maka mereka tidak ingin maju lagi dan tidak ingin berubah. Mereka terlena sehingga tertinggal dengan yang lain. Maka pusat studi sekarang harus didorong untuk terus melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan sempurna.
Maka untuk tahap kedua ini kita melakukan revolusi untuk memperbaiki mutu pendidikan. Mutu dan kualitas ini perlu terus diperbaiki dan ditingkatkan karena saat ini makin besar tantangan yang ada. Misalnya dampak globalisasi, perubahan masyarakat yang makin kritis, tantangan teknologi kedokteran, atau tantangan dari profesi lain yang mengembangkan kompetensi yang sama.

Bagaimana dengan serbuan globalisasi? 
Tantangan globalisasi inilah yang menjadi utama. Jadi kita harus menyiapkan tenaga kita bukan seperti yang dulu lagi. Sekarang kita harus menyiapkan tenaga ahli yang siap bersaing dengan mereka yang dari luar negeri. Para dokter asing dari luar itu juga datang ke Indonesia. Makanya kita harus siap mengirimkan tenaga dokter ke luar juga. Salah satu bidang yang paling rentan terkena dampak globalisasi antara lain bidang kardiologi, neurologi, onkologi, penyakit dalam dan bedah.

Bagaimana dengan peran pemerintah?
Sebenarnya pemerintah itu perannya bisa besar atau kecil. Artinya kita jangan menunggu Pemerintah. Untuk pengembangan bidang profesi harus bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Memang pemerintah juga punya tanggung jawab terhadap rumah sakit, misalnya dalam hal penyediaan fasilitas alat, menyediakan regulasi dan sebagainya. Tetapi untuk pengembangannya tetap peran terbesar adalah pada profesi. Jadi masalah peran pemerintah tidak bisa kita jadikan alasan utama.

Bagaimana dengan fenomena terjadinya ketimpangan pendidikan antara Pusat dan Daerah? 
Jadi memang kita harapkan jurang itu dapat diatasi. Terkait dengan standar kompetensi dan standar pendidikan dokter jantung itu sudah disahkan oleh KKI. Jadi ini memang harus dapat dicapai oleh para dokter. Cuma itu kan penetapan standar minimal yang harus dicapai. Jadi kita harapkan sentra-sentra studi yang ada dapat menyelenggarakan mutu pendidikan yang melebihi dari standar kompetensi. Lebih baik lagi jika sentra studi di daerah mampu mengembangkan keunggulan masing-masing sehingga dapat melampaui standar kompetensi yang ada. Tiap-tiap sentra harus mengejar standar yang lebih tinggi, jangan puas terhadap apa yang telah diraih.

Apa yang harus ditekankan dalam menghadapi situasi pendidikan kardiologi saat ini?
Intinya kita memang harus bisa memberikan perbaikan mutu pendidikan terutama dengan meningkatkan SDM-nya, kedua mutu dan jumlah penelitiannya, ketiga membangun jejaring, dalam dan luar negeri.*

PERKI Surabaya: Pengabdian Seutuhnya untuk Pengembangan Kardiologi

Kinerja dan pengabdian PERKI Surabaya semakin lancar. Segala daya upaya dimanfaatkan untuk pengembangan organisasi.

Beberapa anggota PERKI Surabaya seusai pelatihan.

"House of Perki” demikian tulisan yang menyambut setiap orang yang berkunjung ke kantor Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) Surabaya. “Saat ini PERKI Cabang Surabaya telah memiliki kantor sendiri yang bernama House of PERKI di Jalan Manyar Jaya II nomor 10-12, Surabaya,” tutur DR Dr Yudi Her Oktaviono, SpJP(K), Ketua PERKI Surabaya kepada InaHeartnews.
Selain itu, Yudi melanjutkan, PERKI Surabaya juga telah menjadi Badan Hukum yang berbentuk Koperasi. Badan hukum ini didirikan pada tanggal 14 Pebruari 2015 di Hotel Santika Premier Gubeng Surabaya. “Atas berkat usaha pengembangan Koperasi dengan beranggotakan dokter-dokter jantung,” kata Yudi.
Dengan keberadaan kantor dan berbadan hukum ini, banyak yang berharap PERKI Surabaya semakin mantab dan lancar menjalankan misi dan visinya mengabdi kepada masyarakat luas. Apalagi, kini perangkat organisasi dan aktivitas PERKI Surabaya makin berkembang.
Kini anggota PERKI Cabang Surabaya yang terdaftar mencapai 130 orang dengan kelengkapan organisasi berupa 7 departemen, yakni Departemen Etik dan Pembelaan Anggota, Pengembangan Organisasi dan Advokasi Kebijakan, Penelitian dan Iptek Kardiovaskular, Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan, Pengembangan Kemitraan dan Kesejahteraan Anggota, Penerbitan dan Informatika, serta Pengabdian Masyarakat. Selain itu PERKI Surabaya juga telah mengembangkan 8 Pokja, mulai dari Pokja Vaskular, Lipid dan Hipertensi, Heart Failure dan Cardiac Rehab, Intervensi, Aritmia, Echo dan Cardiac Imaging, Cardiac Intensive hingga ACLS, EKG, BCLS dan BLS.
Sebab itulah, perkembangan aktivitas menuntut keberadaan kantor sebagai markas pusat kegiatan sangat dibutuhkan. Harapannya, dengan House of Perki, kegiatan ilmiah dan pertemuan antar anggota dapat dilakukan dengan lancar. “Begitu juga dengan wadah koperasi yang akan meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para anggota,” kata Yudi.
Dari sanalah, sekretariat PERKI Surabaya mengatur dan melancarkan seabreg kegiatannya baik yang ilmiah, non ilmiah, begitu juga yang bersifat kekeluargaan dan santai. “Kegiatan utama kita tetap mengikuti dan mengacu pada aktivitas Pengurus Pusat PERKI. Misalnya menghadiri Konker XVI tanggal 19-21 Mei 2017 di Hotel Gran Senyiur, Balikpapan,” kata Yudi. Selebihnya, dikembangkan sendiri dari inisiatif para anggota.
Salah satu kegiatan yang banyak dilaksanakan antara lain acara Advanced Cardiac Life Support (ACLS). Aktivitas itu dilaksanakan sebanyak 26 kali pada 2015 kemudian meningkat menjadi 33 kali pada 2016. Berbagai ACLS tersebut dilaksanakan di berbagai tempat khususnya untuk dokter umum. “Anggota yang mengikuti pelatihan mengaku sangat besar manfaatnya bagi profesi,” kata Yudi.
Selain ACLS, PERKI Surabaya tentu melaksanakan Program Bidang Pendidikan lainnya. Misalnya pelatihan EKG, BCLS, CTA Course, workshop untuk dokter umum, cardiologist, nurse dan SCU yang telah diselenggarakan dengan baik. Peran serta anggota dalam kegiatan tersebut, kata Yudi, sangat menonjol. Dalam pelaksanaannya, PERKI Surabaya juga mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak lain. Misalnya saja saat menyelenggarakan Vascular Update berkolaborasi dengan Pokja Vaskular, begitu juga saat melaksanakan ACS roadshow, berkolaborasi dengan Pokja Acute Cardiac Care. “Program Pengembangan Profesi diwujudkan dalam kegiatan ilmiah bekerjasama dengan Bagian/SMF Kardiologi & Kedokteran Vaskuler berjalan dengan cukup intens,” kata Yudi.
Para anggota PERKI Surabaya juga rajin mengikuti berbagai workshop-workshop. Misalnya mengadakan workshop Trans Esophageal Echocardiography, PERKI Surabaya berkolaborasi dengan PT Berca Indonesia dan SMF Kardiologi RSAL Ramelan Surabaya, pada 19-20 Maret 2016 di RSAL Ramelan. Workshop ini pernah dilaksanakan di luar negeri misalnya ketika anggota PERKI Surabaya berkunjung ke Institute Jantung Negara Kuala Lumpur Malaysia, 2-5 Mei 2016 di IJN Malaysia.
PERKI Surabaya juga berusaha memupuk pengembangan organisasi bersama masyarakat dan Pemerintah kota maupun Jawa Timur dalam bentuk pengabdian terhadap masyarakat. Dalam wujud nyatanya para pengurus PERKI Surabaya aktif melakukan diskusi interaktif tentang penyakit jantung dan permasalahannya baik bersama Walikota Surabaya maupun Gubernur Jawa Timur.
Ini terlihat dari berbagai peran serta PERKI Surabaya dalam berbagai event besar acara jantung seperti World Heart Day dan Hypertension Heart Day bersama Yayasan Jantung Indonesia (YJI). Dalam acara ini turut hadir Walikota Surabaya, KADIS Kesehatan, Direktur RS pemerintah–swasta Surabaya, perwakilan tenaga kesehatan, Puskesmas dan masyarakat luas.
Pengabdian terhadap warga Surabaya, juga kerap dilakukan PERKI Surabaya. Misalnya aktif mengadakan pelatihan Basic Life Support (BLS) bagi peserta awam di Grand City pada 13 Agustus 2017, begitu juga di kalangan pesantren Nahdlatul Ulama, di Bondowoso, pada 20 Oktober 2017, serta untuk anggota TNI di Atambua, NTT pada 13-14 Oktober 2017. “Pelatihan BLS juga sering kami adakan di House of Perki,” kata Yudi.
Tak ketinggalan juga, para dokter wanita PERKI Surabaya aktif mengadakan kegiatan tersendiri. Mereka tergabung dalam Indonesian Women of Cardiology (IWOC) yang merupakan cabang dari PERKI Surabaya. Tiap bulan, IWOC juga rutin menggelar seminar ilmiah, mengikuti dan menyelenggarakan bakti sosial baik di kota Surabaya atau di luar kota Surabaya hingga keluar daerah seperti ke Atambua, NTT. “IWOC juga sering mengadakan arisan dengan dress code daerah dengan tema budaya nasional,” kata Yudi.
Tak hanya kegiatan ilmiah PERKI Surabaya juga berupaya mengembangkan nuansa tradisional Indonesia dengan mengadakan gala dinner setiap tahunnya. “Beberapa event diantaranya menggunakan pakaian adat nasional, menggelar acara budaya ketoprak dan tari-tarian nasional yang semuanya dilakukan anggota PERKI sendiri,” tutur Yudi. Tak lupa juga dalam acara tersebut panitia menyediakan makanan juga khas Indonesia terutama makanan khas Surabaya.
Dalam beragam kegiatan yang ada, tentu PERKI Surabaya tak melewatkan acara santai yang menyehatkan badan. Misalnya pawai sepeda sehat, pemeriksaan dan konsultasi gratis untuk masyarakat awam hingga lomba banner tentang preventif kesehatan jantung.
Yang tak kalah menariknya, PERKI Surabaya tak ketinggalan dalam hal mengejar kemajuan teknologi. Mereka telah mengembangkan situs sendiri agar lebih gampang dan leluasa menjalankan misi dan visi organisasi. “Perkembangan dan perubahan dunia kardiologi di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi global. Perkembangan dan perubahan tersebut menuntut perubahan dan peningkatan kompetensi di bidang ilmu kardiologi dalam menyiapkan tenaga kesehatan yang cakap dan kompeten,” kata Yudi.
Website ini diibaratkan sebagai pintu gerbang untuk memperoleh informasi dan media untuk menggali sumber belajar bagi semua tenaga kesehatan melalui dunia internet. “Diharapkan dapat meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan khususnya melalui informasi pelatihan maupun seminar serta sebagai ajang komunikasi antar tenaga kesehatan,” kata Yudi lagi.*

Kinerja Redaksi InaHeartnews pada Masa Kabinet Amanah PERKI



DR Dr Raja Adil C Siregar (Pemimpin Redaksi) saat memimpin sidang redaksi untuk penerbitan tabloid InaHeartnews.

HAMPIR dua puluh tiga tahun tabloid ini berkiprah meramaikan jagad penerbitan kesehatan nasional. Suka duka pasang surut dan berbagai problema telah dilalui. “Alhamdulillah kami berhasil menerbitkan tabloid sesuai dengan waktu dan target, walaupun tentu masih terdapat kekurangan di sana sini,” tutur DR Dr Raja Adil C Siregar SpJP(K), Pemimpin Redaksi Tabloid InaHeartnews.
Di bawah pengurusan Kabinet Amanah --demikian Pengurus Pusat PERKI 2016-2018 disebut-- tim redaksi berhasil menerbitkan enam edisi tabloid sejak Oktober 2016. Namun, usia dan aktivitas penerbitan PERKI dimulai jauh sebelum itu. “Selain Tabloid ini, dulu kami pernah menerbitkan tabloid Medical Review dan Majalah Jantung Kardia,” tutur Asep Suhendar dari bagian perwajahan dan sirkulasi tabloid. Ada pula leaflet-leaflet pesanan dari industri farmasi yang memuat tentang acara simposium serta iklan obatnya.
Awalnya, tim redaksi pernah berkantor di Wisma Bisnis Indonesia lantai 11 yang letaknya tepat di depan RS Jantung Harapan Kita. Selanjutnya pindah ke Gapura Mas, lantas berkantor di dalam lingkungan RS Harapan Kita di Gedung Asrama lantai 4, lalu ke lantai 2. Ketika ada proyek pemugaran rumah sakit, maka kantor redaksi pindah ke PERKI House di Tanah Abang, Jakarta. Kini tim redaksi menempati salah satu pojok di lantai 3 Gedung Heart House tempat dimana sekretariat PP PERKI berada.
Selama ini setidaknya sudah empat Pemimpin Redaksi yang mengusung tabloid ini dari awal, yaitu DR Dr Faisal Baraas, Dr Dolly RD. Kaunang, Dr Sonny Hilal Wicaksono dan DR Dr Raja Adil Siregar. Selain Asep, sekretariat redaksi juga di awaki oleh Endah Muharini. Sejak Kabinet Amanah PERKI, tim redaksi juga mendapat bantuan dari Maxima Healthqual Indonesia, pimpinan Michael Suryadisastra, serta Fitri Kurniasih untuk bagian iklan.
Dalam pendistribusiannya, Tabloid InaHeartnews tak hanya mengandalkan format cetak, tetapi juga digital. Tabloid ini juga dapat dinikmati dengan mengakses: 
kardio_vaskuler (twitter), 
tpkindonesia.blogspot.co.id (blogspot) maupun 
Setiap kali ada kegiatan-kegiatan simposium atau workshop kardiovaskuler dan internis, redaksi juga akan sibuk menjadi juru foto dan membuat ulasan kegiatan. Berbagai kegiatan yang ada kami rangkum menjadi liputan untuk disajikan dalam tabloid. Untuk itu, kami selalu mengadakan rapat rutin redaksi untuk membahas isi tulisan, bahan-bahan wawancara dan foto, termasuk iklan dan percetakan.
Pada kesempatan ini kami atas nama Tabloid InaHeartnews mengucapkan terima kasih kepada berbagai perusahaan farmasi yang telah mendukung keberadaan kami, juga kepada dokter-dokter penulis yang telah berkontribusi penulisan dalam tabloid ini. Harapannya, tentu agar para pendukung terutama dari industri farmasi bisa lebih aktif lagi dalam kegiatan ini. Begitu juga dengan para spesialis, profesor dan dokter yang telah menyumbangkan pikiran dan tenaganya untuk tabloid. Salam InaHeartnews!*