pita deadline

pita deadline

Senin, 29 April 2013

Fibrilasi Atrial dan Risiko ESRD pada Pasien dengan Gagal Ginjal Kronik

FIBRILASI atrium (AF) diperkirakan terjadi pada 7-20% diantara pasien dengan gagal ginjal terminal, end-stage renal disease (ESRD), kejadian ini merupakan 2-3 kali lebih tinggi dari yang dilaporkan pada masyarakat umum. Studi-studi menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi AF diantara penderita ESRD dan ini dihubungkan dengan perburukan penyakit seperti terjadinya stroke iskemik, dan kematian.
Akhir-akhir ini beberapa studi melaporkan tingginya angka kejadian dan prevalensi AF di dalam populasi pasien-pasien dengan gagal ginjal kronik (CKD, chronic kidney disease) yang belum memerlukan dialisis. Soliman dkk melaporkan prevalensi AF adalah 18% pada kohort multisenter dengan rentang fungsi ginjal yang lebar. Walaupun demikian telah menjadi jelas bahwa AF dihubungkan dengan penampilan klinik yang buruk baik pada populasi umum maupun pada pasien ESRD. Masih sedikit diketahui dampak jangka panjang AF pada pasien dengan CKD.
Walaupun secara umum sudah diterima bahwa CKD meningkatkan risiko berkembangnya AF, beberapa studi mengevaluasi kemungkinan adanya hubungan dua arah antara AF dan CKD. Satu studi kohort di Jepang menemukan bahwa AF pada waktu pertama kali di diagnosis kemudian diikuti perkembangannya berhubungan dengan sedikitnya 2 kali peningkatan risiko berkembang menjadi CKD atau proteinuria. Walaupun demikian dampak jangka panjang perkembangan AF pada terjadinya risiko perburukan gambaran klinis ginjal pada pasien yang telah diketahui menderita CKD masih belum jelas. Barangkali kelompok risiko tinggi pasien-pasien ini potensial memerlukan penanganan khusus.
Nisha Bansal dkk meneliti orang dewasa dengan CKD (yang didefinisikan sebagai estimated glomerular filtration rate eGFR <60 mL/min per 1.73 m2 oleh Chronic Kidney Disease Epidemio-logy Collaboration equation) yang terdaftar dalam Kaiser Permanente Northern California dan tercatat antara 2002 dan 2010 serta tidak menderita ESRD sebelumnya atau tercatat sebelumnya sebagai AF. Kejadian AF diidentifikasi berdasarkan diagnosis ketika keluar dari rumah sakit primer atau 2 atau lebih kunjungan rawat jalan dengan AF. Kejadian ESRD diidentifikasi berdasarkan registri rencana kesehatan komprehensif untuk dialisis dan transpalntasi ginjal. Diantara 206 229 orang dewasa dengan CKD, 16 463 berkembang menjadi AF. Pasien diikuti rata-rata (mean) selama 5,1+2,5 tahun, terdapat 345 kasus ESRD yang terjadi setelah terjadinya AF (74 per 1000 orang-tahun) dibandingkan dengan 6505 kasus ESRD selama periode tanpa AF (64 per 1000 orang-tahun, P<0,001). Setelah penyesuaian untuk konfonder potensial, kejadian AF telah dihubungkan dengan peningkatan sebesar 67% dari ESRD (hazard ratio, 1,67; 95% confidence interval, 1,46-1,91).
Diskusi—Di dalam studi kohort yang luas pada orang dewasa dengan CKD, peneliti menemukan kejadian AF secara mandiri berhubungan dengan 67% lebih tinggi relatif mengikuti terjadinya ESRD, walaupun setelah dilakukan penyesuaian terhadap konfonder potensial yang luas.
Lebih jauh lagi hubungan tersebut konsisten terhadap seluruh usia, seks, ras dan data dasar subgrup eGFR. Walaupun literatur sebelumnya menunjukkan bahwa CKD dihubungkan dengan angka kejadian dan prevalensi yang tinggi terhadap AF, penelitian ini justru mendukung pendapat bahwa AF mungkin berperanan dalam mempercepat perkembangan CKD menuju ESRD secara mandiri dibandingkan dengan faktor risiko lainnya yang telah diketahui.
Beberapa mekanisme kemungkinan mengapa AF dapat meningkatkan risiko ESRD. AF meningkatkan peradangan sistemik, hal ini sangat kuat hubungannya dengan terjadinya ESRD pada pasien-pasien dengan CKD. AF juga telah dianggap menginduksi fibrosis di dalam miokard, sangat mungkin proses fibrosis tersebut dengan cara yang sama terjadi di ginjal, mungkin melalui kecenderungan profibrotik secara sistemik (mekanisme ini masih belum definitif). AF berperanan menurunkan fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri sepanjang waktu, yang akan memperburuk CKD berdasarkan perubahan hemodinamik, kongesti vena, dan aktifasi sistim renin-angiotensin-aldosteron. AF mungkin juga prothrombotik yang menyebabkan terjadinya mikroinfark pada ginjal, seperti terjadinya mikroinfark pada serebral secara tersembunyi. Beberapa obat yang digunakan dalam terapi AF juga berkontribusi untuk menurunkan fungsi ginjal seperti diuretik. Oleh karena itu para klinisi harus waspada memilih obat (anti trombotik, penghambat beta, anti aritmia, dan diuretik) dan kalau perlu menggantinya dengan obat lain yang lebih ramah terhadap ginjal.
Kesimpulan—Kejadian AF secara mandiri dihubungkan dengan peningkatan risiko relatif terhadap terjadinya ESRD pada orang dewasa diantara penderita CKD.  Kejadian ini bersifat mandiri terhadap faktor-faktor risiko klinik maupun terapi medik. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui adanya potensi mengubah alur peranan AF dalam mengarahkan risiko perkembangan CKD menuju ESRD. (Circulation 2013;127:569-574)
Budhi Setianto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar