pita deadline

pita deadline

Senin, 27 Oktober 2014

SEJARAH DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FK UI, JAKARTA (2)

(untuk baca artikel bagian awalnya, klik disini)

Sebelum tahun 1962 bedah jantung terbuka dengan mesin dimulai oleh dr.Eri Sudewo dan dr.Iwan Santoso dengan Tim dari Swedia dan kemudian pada tahun 1968 bedah jantung terbuka dilakukan kembali dengan bantuan Prof. Sakakibara dari Jepang. Karena Lembaga Kardiologi Nasional secara operasional hanya bergerak diluar RSCM, maka pada tanggal 12 Juli 1972, Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Prof. dr. Dradjat D Prawiranegara me­ngeluarkan Surat Keputusan no. 862/P.Kes/D/72 tentang pembentukan Ba­gian Kardiologi RSCM (sebagai fungsi­onal dari RS Dr. Cipto Mangunkusumo) dengan tujuan “untuk lebih menertibkan prosedur kerja serta meningkatkan effisiensi penggunaan fasilitas serta per­alatan kardiologi yang ada didalam RSCM, demi untuk meningkatkan pela­yanan kepada masyarakat”. Sedangkan Direktur RSCM Prof. Dr. O. Odang diangkat sebagai Kepala Bagiannya. Pada tanggal 29 Juli 1972, .........
Surat Keputusan Dirjen Kes nomor 862 tersebut dilampirkan tugas dan tanggung jawab yang ditandatangani dr. R.Brotoseno Pjs Sekretaris jenderal Depkes, Prof.Dr. R.O.Odang Direktur RSCM dan Prof.Dr.Mahar Mardjono Dekan FKUI .
Pada tanggal 12 Agustus 1967, dengan Surat Keputusan nomor 1202/Peg.,Direktur RSCM menetapkan dr. Sukaman, dr. Lutfi Usman dan dr. Tagor G.M.Siregar diserahkan/ diperbantukan penuh di Lakarnas, walaupun saat itu secara administrative masih di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSCM. Dengan adanya Lakarnas pada tahun 1967, pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh darah langsung dari dokter umum di FKUI/RSCM dimulai. Pendidikan Kardiologi pada saat itu mencakup 6 bulan masing-masing di Bagian Ilmu Kesehatan Anak dan Bagian Ilmu Penyakit Dalam, sedangkan untuk stase modul penyakit jantung untuk asisten kesehatan anak dan penyakit dalam, juga dilakukan di Lakarnas, demikian pula pendidikan kardiologi untuk mahasiswa kedokteran FKUI. Sebelum tahun 1962 bedah jantung terbuka dengan mesin dimulai oleh dr.Eri Sudewo dan dr.Iwan Santoso dengan Tim dari Swedia dan kemudian pada tahun 1968 bedah jantung terbuka dilakukan kembali dengan bantuan Prof. Sakakibara dari Jepang. Karena Lembaga Kardiologi Nasional secara operasional hanya bergerak diluar RSCM, maka pada tanggal 12 Juli 1972, Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Prof.dr Dradjat D Prawiranegara mengeluarkan Surat Keputusan no. 862/P.Kes/D/72 tentang pembentukan Bagian Kardiologi RSCM (sebagai fungsional dari RS Dr. Cipto Mangunkusumo) dengan tujuan “untuk lebih menertibkan prosedur kerja serta meningkatkan effisiensi penggunaan fasilitas serta peralatan kardiologi yang ada didalam RSCM, demi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat”. Sedangkan Direktur RSCM Prof. Dr. O. Odangdiangkat sebagai Kepala Bagiannya.
Pembentukan Bagian Kardiologi ini juga ditentang oleh dr. A Halim (Inspektur Jenderal RSCM) dan dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSCM/FKUI yang tidak dapat menerima rencana pembentukan tersebut sehingga peresmian Bagian Kardiologi RSCM yang direncanakan tanggal 15 Juli 1972 ditangguhkan.
Untuk penyelesaian dan implementasi lampiran SK Dirjen tersebut, pada tanggal 11 September 1972 dibuat suatu consensus mengenai Bagian Kardiologi RSCM di Ruang Senat FKUI. Hadir pada pertemuan tersebut Dekan FKUI Prof.Dr.mahar Mardjono, Direktur RSCM Prof.Dr.Odang, dr. A Halim Irjen RSCM, unsur bagian Ilmu Penyakit Dalam, bagian ilmu Kesehatan Anak, bagian Bedah dan para kardiolog.
Konsensus ini diumumkan pada tanggal 14 September 1972 ditandatangani Dekan FKUI dan Direktur RSCM. Selanjutnya dari consensus tersebut. Pada tanggal 26 September 1972, Dekan FKUI saat itu Prof.Dr. Rukmono dan Direktur RSCM Prof. Dr. O. Odang mengeluarkan Surat Keputusan bersama untuk masing-masing yang isinya memberhentikan kedudukannya di Lakarnas menjadi tim inti di Bagian Kardiologi RSCM.
Sebelum Bagian Kardiologi RSCM dibentuk, di saat Lakarnas, ada ketidaksepahaman dr. Iwan Santoso sebaagai Ketua Lakarnas dengan dr. Lie Kioeng Foei, sehingga atas persetujuan Direktur dr. Lie Kioeng Foei dan dr. Djaka melepaskan diri dari Lakarnas dan kembali ke Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Sejak saat itulah di RSCM ada 2(dua) tempat yang secara terpisah melaksanakan pekerjaan yang sama. Karena hal ini menimbulkan kekacauan dibidang medis tekhnis, timbul pula kesukaran dalam bidang pendidikan baik pendidikan mahasiswa maupun para dokter yang sedang dididik menjadi ahli penyakit jantung dan pembuluh darah. Timbul juga daerah-daerah yang tabu untuk kelompok yang satu maupun yang lain. Mereka tidak diberikan kesempatan untuk memanfaatkan seluruh fasilitas dan potensi yang ada dalam lapangan kardiologi.
Pembentukan Bagian Kardiologi dengan Surat Keputusan Dirjen Pembinaan kesehatan ini secara defacto organisasi berjalan terus walaupun hari demi hari menuak protes dari pihak lain yang tidak menyetujuinya. Belum tuntasnya masalah ini persoalan kardiologi masih “status quo”, namun demikian para pionir kardiolog tidak bosan dan henti-hentinya untuk memperjuangkan pengembangan ilmu bidang kardiovaskular. Sementara itu perkembangan upaya pelayanan penyakit jantung dan pembuluh darah di masyarakat menuntut dihasilkannya lebih banyak lagi kardiolog-kardiolog yang dihasilkan.
Pada tanggal 23 Oktober 1972, Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya no.587/X-AU/72 membentuk PUSAT KARDIOLOGI yang merupakan Unit Fungsional yang harus mengkoordinir kegiatan kardiologi di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, mencakup pelayanan, pendidikan dan penelitian. Namun dalam usaha mengkoordinir, unit fungsional tersebut mengalami berbagai hambatan dari pihak lain yang tidak mendukung adanya Pusat kardiologi tersebut. bahkan minta dicabutnya Surat Keputusan Menteri Kesehatan tersebut.
Sesuai dengan perkembangnnya para kardiolog di Indonesia, pada tanggal 10-12 Agustus 1974 bertempat di Taman Ismail Marzuki, menyelenggarakan Kongres Perhimpunan Kardiologi Indonesia Pertama (KOPERKI-I). Kurikulum Pendidikan Ahli Penyakit Jantung dan Pembuluh darah yang “community oriented” dimantapkan dan disyahkan dalam Kongres tersebut. Dengan kurikulum ini kemudian lulusan mendapat pengakuan dari Majelis Dokter Ahli Ikatan Dokter Indonesia (MDA-IDI). Dan Brevet Kardiolognya dikukuhkan oleh Majelis Dokter Ahli-IDI atas usulan Perhimpunan Kardiologi Indonesia (PERKI).Tidak selesainya maslah-maslah Kardiologi di RSCM, dr. Sukaman diwawancara oleh Wartawan Majalah Tempo (lihat Tempo tanggal 7 September 1974 halaman 22), yang ini mendapat protes dari Direktur RSCM Prof.Dr. Rukmono untuk tidak lagi mengadakan pemuatan mengenai keadaan Kardiologi RSCM dalam mass-media.
(BERSAMBUNG)

(untuk baca artikel sambungannya, klik disini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar