pita deadline

pita deadline

Kamis, 30 Oktober 2014

Kopeptin sebagai Biomarker Infark Miokard Akut: Detektor Dini Berikutnya?

Deteksi dini, intervensi dini, dan mana­jemen faktor risiko dengan strategi pen­cegahan sekunder adalah kunci untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas sindrom koroner akut (SKA). Deteksi dini kasus infark miokard akut (IMA) khususnya IMA dengan elevasi segmen ST (IMAEST), sangat penting untuk mempercepat pemberian terapi reperfusi farmakologis yang invasif dan agresif.1,2
Menurut definisi internasional ketiga IMA, abnormalitas elektrokardiografik serta perubahan kadar troponin jantung meru­pakan elemen-elemen kunci diagnosis IMA. Troponin jantung adalah protein struktural yang merupakan standar emas diagnosis IMA. Terdeteksinya biomarker-biomarker tersebut dalam plasma menunjukkan adanya nekrosis miokard.1,3
Untuk saat ini, pemeriksaan troponin jantung tidak bisa membedakan apakah nekrosis miokard terjadi karena etiologi iskemik atau noniskemik. Pemeriksaan troponin jantung juga tidak mampu men­deteksi nekrosis miokard pada jam pertama setelah gejala muncul. Ada rentang waktu antara onset gejala dan kemunculan troponin jantung dalam darah. Troponin jantung  meningkat dalam waktu 6 - 9 jam setelah onset dan sensitivitasnya 39 - 43% bila pasien dibawa ke IGD tiga jam setelah onset.1,4,5
Kelemahan-kelemahan tersebut dapat mempersulit penentuan penyebab kenaikan kadar troponin jantung plasma. Dengan demikian, penggunaan biomarker lain yang tidak tergantung pada nekrosis sel, seperti kopeptin, dapat lebih informatif terkait adanya iskemia miokard, ruptur plak, atau sinyal-sinyal IMA fase dini yang lain sehingga dapat membantu mendiagnosis IMA secara cepat.1,6
Studi kohort prospektif dilakukan oleh Reichlin dkk pada 487 pasien yang dibawa   ke IGD dengan gejala-gejala sugestif IMA dan onset  ≤ 12 jam sebelum admisi. Tujuan studi ini adalah untuk memeriksa nilai kenaikan kopeptin guna menyingkirkan diagnosis IMA secara cepat. Troponin T jantung (cardiac troponin-T [cTnT]), creatin kinase myocardial band (CKMB), mioglobin, dan kopeptin diukur secara serial yaitu saat datang, setelah 3, 6, dan 9 jam kemudian.7
Hasil studi menunjukkan bahwa kadar kopeptin secara signifikan lebih tinggi pada pasien-pasien IMA dibandingkan pada pasien-pasien berdiagnosis lain (nilai median 20,8 pmol/L vs 6,0 pmol/L, P < 0,001). Sensit ivitas diagnostik kombinasi kopeptin dan cTnT ternyata lebih tinggi secara signifikan daripada sensitivitas diagnostik kopeptin saja dan cTnT saja. Penyingkiran dini IMA secara tepat saat di IGD dicapai dengan mengombinasikan hasil uji kopeptin, yaitu < 14.0 pmol/L, dan hasil uji cTnT, yaitu ≤ 0.01 μg/L. Kombinasi ini memiliki sensitivitas 98,8%, spesifisitas 77,1%, nilai prediktif negatif (negative predictive value [NPV]) 99,7%, dan nilai prediktif positif (positive predictive value [PPV]) 46,2%.7
Dari studi ini, disimpulkan bahwa pemeriksaan kadar kopeptin sebagai biomarker tambahan untuk cTnT memungkinkan penyingkiran IMA saat presentasi awal secara cepat dan andal. Hal ini dapat mempercepat pengambilan keputusan klinis bagi pasien-pasien non-IMA tanpa perlu pengambilan darah serial untuk mengukur cTnT secara berulang dan tanpa perlu waktu pemantauan yang lama.7
Studi-studi dengan hasil serupa adalah studi oleh Keller dkk dan Folli dkk. Keller melakukan studi prospektif pada 1386 pasien yang datang ke IGD dengan nyeri dada akut. Studi multisenter ini mengikutsertakan secara konsekutif pasien-pasien terduga SKA antara Januari 2007 sampai dengan Juli 2008. Keller dkk menemukan bahwa nilai median kadar cTnT plasma meningkat secara proporsional setelah onset gejala; berbeda dengan nilai median kadar kopeptin plasma yang menurun setelah onset gejala. Kombinasi kopeptin dan cTnT menunjukkan superioritas di mana pada pasien-pasien yang masuk IGD dalam < 3 jam setelah onset nyeri dada (OND) kombinasi kopeptin dan cTnT memiliki kekuatan diagnostik tertinggi dengan area under curve (AUC) sebesar 0,9 bila dibandingkan kombinasi pemeriksaan mioglobin dan cTnT. Simpulan studi ini adalah bahwa kombinasi pemeriksaan kopeptin dan cTnT lebih baik dibandingkan pemeriksaan biomarker tunggal atau kombinasi lainnya untuk identifikasi IMA pada jam-jam awal setelah OND.6
Folli dkk mengadakan studi prospektif observasional yang meneliti 471 pasien yang dibawa ke IGD dengan nyeri dada akut dan OND < 8 jam. Studi enam bulan ini memakai teknik biomarker ganda yaitu cTnT dan kopeptin. Tujuannya untuk memeriksa apakah kombinasi pemeriksaan kopeptin dan cTnT dapat dengan tepat menyingkirkan diagnosis SKA dan nyeri dada nonkardiak lainnya.8
Analisis data menunjukkan bahwa AUC kopeptin dan cTnT lebih lebar pada IMAEST (0,86 dan 0,72) dan IMANEST (0,73 dan 0,76). Bila kedua biomarker tersebut dikombinasikan, AUC meningkat menjadi 0,89, pada IMAEST, dan 0,86, pada IMANEST. Kombinasi pemeriksaan kopeptin dan cTnT memiliki NPV 86,6 (pada pasien-pasien IMAEST dan IMANEST), 85,0 (pada populasi keseluruhan), dan 97,9 (pada pasien-pasien dengan penyakit mengancam nyawa selain SKA). Selain hasil yang serupa dengan studi Reichlin dkk dan Keller dkk, studi ini me­nyimpulkan bahwa kopeptin penting dalam penyingkiran dini pasien-pasien IMA dan merupakan sinyal adanya penyakit-penyakit yang mengancam nyawa.8
Studi multisenter prospektif dilakukan oleh Ray dkk pada 451 pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK) yang dibawa ke IGD dengan OND ≤ 6 jam, temuan elektrokardiografik negatif, dan kadar troponin I jantung (cTnI) yang negatif. Dari studi ini, disimpulkan bahwa, untuk pasien-pasien dengan OND #&8804; 6 jam dan diduga mengalami IMANEST, gabungan pemeriksaan kopeptin dan cTnI memiliki NPV 98% sehingga memungkinkan penying­kiran IMA secara cepat.9
Studi multisenter prospektif oleh Chenevier-Gobeaux dkk menunjukkan hasil serupa dengan studi Ray dkk. Studi selama 18 bulan pada 317 pasien berusia > 18 tahun yang dibawa ke IGD dengan OND < 6 jam ini menyelidiki superioritas sensitivitas gabungan pemeriksaan cTnI dan kopeptin terhadap sensitivitas pemeriksaan cTnI konvensional dalam mendiagnosis dini IMA. Simpulan studi ini juga menunjukkan bahwa penggunaan kopeptin bersama cTnI memungkinkan penyingkiran diagnosis IMA yang cepat dan andal.10
Suatu studi yang dilakukan oleh Potocki dkk memperkuat hasil studi-studi di atas. Potocki dkk menganalisis 433 pasien dengan PJK dalam suatu studi multisenter prospektif. Dari studi ini, disimpulkan bahwa, pada pasien-pasien dengan PJK yang telah ada sebelumnya, kopeptin secara signifikan meningkatkan akurasi diagnostik bila digunakan bersama cTnT. Kopeptin memberikan informasi prognostik independen terutama bila kadar cTnT hanya meningkat ringan.11
Telah diketahui bahwa kadar AVP plasma secara signifikan meningkat pasca-IMA baik pada manusia maupun hewan. Penyebab-penyebabnya belum bisa dijelaskan. Banyak hipotesis diajukan untuk menjelaskan mekanisme peningkatan kadar AVP dan kopeptin ini. Salah satunya adalah hipotesis stres yang menyatakan bahwa peningkatan tersebut adalah bagian dari respons cepat terhadap kondisi stres yang mengancam kehidupan pada IMA. Dalam respons ini, AVP bekerja secara sinergis dengan ACTH dan kortisol sebagai moderator stres akut. Selain hipotesis stres, ada hipotesis hemodinamik yang muncul dari studi-studi pada pasien-pasien IMAEST. Hipotesis ini menyatakan bahwa perubahan-perubahan akut dalam dinamika jantung, underfilling jantung, dan stimulasi baroreseptor jantung (sebagai respons terhadap hipotensi sistemik atau kerusakan jaringan akibat iskemia) adalah stimulan kuat pelepasan AVP dan kopeptin.1
Hasil-hasil studi dan hipotesis-hipotesis di atas telah mengantarkan kita pada sim­pulan penting bahwa terdapat potensi me­nguntungkan kopeptin di masa depan. Potensi sebagai suatu detektor baru dari IMA; biomarker diagnostik berikutnya se­telah biomarker-biomarker yang sekarang ini kita kenal.
dr. Andy Kristyagita

Referensi

  1. Elshafei A, Abdalla G, El-Motaal OA, Salman T. Copeptin: a neuroendocrine biomarker in acute myocardial infarction. Annual Review & Research in Biology. 2013; 3(4): 1040-54. 
  2. Leeper B, Cyr MA, Lambert C, Martin K. Acute coronary syndrome. Crit Care Nurs Clin North Am. 2011 Dec; 23(4): 547-57.
  3. Boden H, van der Hoeven BL, Karalis I, Schalij MJ, Jukema JW. Management of acute coronary syndrome: achievements and goals still to pursue. Novel developments in diagnosis and treatment. J Intern Med. 2012; 271: 521-36.
  4. Jneid H, Anderson JL, Wright RS, Adams CD, Bridges CR, Casey DE, Jr, et al. American College of Cardiology Foundation; American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. 2012 ACCF/AHA focused update of the guideline for the management of patients with unstable angina/Non-ST-elevation myocardial infarction (updating the 2007 guideline and replacing the 2011 focused update): a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on practice guidelines. Circulation. 2012; 126(7): 875-910.
  5. Thygesen K, Alpert JS, Jaffe AS, Simoons ML, Chaitman BR, White HD. The writing group on behalf of the Joint ESC/ACCF/AHA/WHF Task Force for the Universal Definition of Myocardial Infarction. Third international definition of myocardial infarction. Circulation. 2012; 126: 2020-35.
  6. Mueller C. Detection of myocardial infarction – Is it all troponin? Role of new markers. Clin Chem. 2012; 58(1): 162-64.
  7. Thygesen K, Mair J, Katus H, Plebani M, Venge P, Collinson P, et al, the Study Group on Biomarkers in Cardiology of the ESCWorking Group on Acute Cardiac Care. Recommendations for the use of cardiac troponin measurement in acute cardiac care. Eur Heart J. 2010; 31: 2197-204.
  8. Gu YL, Voors AA, Zijlstra F, Hillege HL, Struck J, Masson S, et al. Comparison of the temporal release pattern of copeptin with conventional biomarkers in acute myocardial infarction. Clin Res Cardiol. 2011; 100: 1069-76.
  9. Keller T, Tzikas S, Zeller T, Czyz E, Lillpopp L, Ojeda MF, et al. Copeptin improves early diagnosis of acute myocardial infarction. J Am Coll Cardiol. 2010; 55(19): 2096-106.
  10. Reichlin T, Hochholzer W, Stelzig C, Laule K, Freidank H, Morgenthale NG, et al. Incremental value of copeptin for rapid role out of acute myocardial infarction. J Am Coll Cardiol. 2009; 54: 60-8.
  11. Ray P, Charpentier S, Chenevier-Gobeaux C, Reichlin T, Twerenbold R, Claessens Y, et al. Combined copeptin and troponin to rule out myocardial infarction in patients with chest pain and history of coronary artery disease. Am J Emerg Med. 2012; 30: 440-8.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar