pita deadline

pita deadline

Selasa, 20 Maret 2018

Biomarker Fungsi & Ginjal: Diagnostik, Prognostik dan Implikasi Terapeutik pada Gagal Jantung

PEDOMAN gagal jantung (HF – Heart Failure) menyarankan untuk mengevaluasi fungsi ginjal sebagai suatu rutinitas pada setiap pasien dengan HF. Secara khusus, disarankan untuk menghitung laju filtrasi glomerulus dan menentukan urea nitrogen darah. Alasan untuk ini adalah bahwa gangguan ginjal dan perburukan fungsi ginjal sangat umum terjadi pada HF dan berhubungan erat dengan keluaran klinis yang buruk.
Lima belas tahun yang lalu, dua penelitian besar yang diterbitkan yang menunjukkan untuk pertama kalinya adanya nilai prognostik yang kuat dari fungsi ginjal pada pasien dengan HF kronis dan disfungsi ventrikel kiri asimtomatik.1,2 Temuan luar biasa ini ditunjukkan pada suatu telaah pada subjek, yang disebut ‘The Cinderella Of Cardiovascular Risk Profile’.3 Sejak saat itu, sejumlah besar penelitian tentang fungsi ginjal pada pasien dengan penyakit kardiovaskular, khususnya pada pasien dengan HF dan infark miokard, telah diterbitkan.4-6
Disfungsi ginjal direfleksikan dari penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang diestimasikan oleh formula yang telah divalidasi untuk memberikan indikasi yang cukup akurat dari GFR. Namun kenyataannya, disfungsi ginjal tidak hanya masalah penurunan filtrasi glomerular saja, tetapi juga terdiri dari hemodinamik ginjal, filtrasi, retensi natrium dan air, proteinuria dan albuminuria, kerusakan tubulointerstitial, dan pengaturan metabolisme kalsium fosfat, dimana secara keseluruhan telah terbukti terganggu pada pasien dengan HF.5,6 Suatu kompleksitas dari fungsi ginjal ini mengakibatkan penggunaan berbagai macam biomarker ginjal. Meskipun biomarker konvensional pada kerusakan fungsi ginjal, seperti serum kreatinin, yang sering digunakan dalam praktek sehari-hari, tetapi suatu biomarker baru dengan karakteristik yang khas telah ditemukan. Namun, kegunaan klinis dalam menentukan diagnosis, prognosis, dan keputusan terapi masih belum dipahami secara lengkap.
Secara umum, penelitian biomarker dalam penyakit kardiovaskular banyak dikembangkan dalam dekade terakhir. Namun, sebagian besar studi biomarker hanya berimplikasi pada kepentingan prognostik, tidak banyak berimplikasi dalam praktek klinis. Dan juga, pemahaman mengenai latar belakang patofisiologi pada kebanyakan biomarker tersebut masih belum dimengerti. Dalam perawatan pasien HF, suatu biomarker ginjal harus dapat menjadi alat diagnostik yang dapat memberikan kemudahan dan informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan biomarker konvensional.
Fakta adanya hubungan yang kuat antara GFR dengan gangguan hemodinamik menjadi alasan utama GFR dijadikan prediktor yang kuat dalam prognosis HF.7-10 Tetapi gold standart dari pengukuran GFR adalah dengan menggunakan marker radioaktif spesifik seperti Iothalamate atau Inulin Clearance. Hanya saja metode tersebut tidak ramah pada pasien karena memerlukan banyak waktu dan mahal.11 Sehingga kemudahan dalam penggunaan marker plasma seperti serum kreatinin, serum Cystatin-C dan BUN (Blood Urea Nitrogen), lebih sering digunakan dalam mengukur fungsi ginjal.
Serum kreatinin merupakan marker yang paling sering digunakan untuk mengetahui fungsi ginjal karena kemampuannya dalam memberikan informasi GFR yang akurat.11 Hubungan antara serum kreatinin dengan estimasi GFR (eGFR) merupakan hubungan eksponensial. Perubahan kecil pada keduanya akan menyebabkan perubahan bermakna pada GFR. Penting untuk dipahami jika serum kreatinin memiliki peran khusus pada penilaian kerusakan ginjal. Dalam bidang nephrologi, kerusakan ginjal merupakan suatu kondisi dengan penurunan fungsi ginjal secara progresif, kehilangan nephron azotemia dan muncul pada kondisi gagal ginjal akut/kronis dengan renal fibrosis dan kerusakan tubulointerstisial.12 
Maka pasien dengan peningkatan kadar serum kreatinin memiliki resiko yang lebih besar terhadap perburukan fungsi ginjal (Worsening Renal Function/WRF). WRF ditentukan dari peningkatan serum kreatinin >26,5µmol/L dan atau >25%. Salah satu keterbatasan serum kreatinin adalah terdapat fakta bahwa kadar serum tidak hanya mencerminkan filtasi glomerular, tetapi juga massa otot. Sehingga, secara teoritis, peningkatan serum kreatinin muncul juga pada kondisi peningkatan massa otot dimana hal tersebut terjadi pula pada HF.12 Dalam praktek sehari-hari, kebanyakan dokter akan memberikan terapi berdasarkan perubahan serum kreatinin dan GFR. Dosis obat yang mengalami filtrasi dan ekskresi melalui ginjal akan disesuaikan. 
Serum Cystatin-C adalah protein kecil yang dihasilkan pada semua sel yang memiliki nukleus dimana mengalami filtrasi bebas pada glomerular, tanpa sekresi aktif.13 Sehingga pada kondisi kerusakan tubular yang berdampak pada reabsorbsi tubular, akan menyebabkan peningkatan kadar Cystatin-C pada urine. Maka dari itu, Cystatin-C digunakan sebagai marker sensitif dari filtrasi glomerular dan Urinary Cystatin-C digunakan sebagai marker kerusakan tubular. Tetapi data penelitian untuk HF masih terbatas. Studi ASCEND-HF menyebutkan bahwa Cystatin-C dapat dijadikan suatu prediktor yang prominen terhadap keluaran klinis pasien HF.14 Tetapi studi tersebut belum digunakan sebagai panduan dalam terapi pasien HF.
BUN sangat berhubungan erat dengan fungsi ginjal dan aktivasi neurohormonal pada HF. BUN mengalami filtrasi glomerulus dan urea akan direabsorbsi pada tubulus ginjal. Sehihgga plasma BUN tidak hanya tergantung pada GF tetapi juga pada fungsi tubular dan erat kaitannya pada aktivasi Renal Angiotensin-Aldosteron System (RAAS). Pada Studi PROTECT-HF, BUN merupakan prediktor kuat untuk 180 hari angka kematian pada pasien HF akut. Pada Studi OPTIME-HF, BUN juga dapat mengidentifikasi pasien dengan resiko survival yang buruk. Saat ini masih sedikit data yang mendukung fungsi BUN dalam bidang kardiologi. Penelitian Testani et al. mengevaluasi BUN ada HF kronik dan membuktikan bahwa dosis tinggi dari Loop Diuretics berhubungan dengan perburukan prognosis bila nilai awal dari BUN sudah tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa BUN dapat digunakan untuk mengukur resiko yang berhubungan dengan penggunaan dosis tinggi Loop-Diuretics pada pasien HF.
Albuminuria dan Proteinuria umumnya berhubungan dengan hipertensi nephropaty pada pasien non-HF. Peningkatan tekanan intraglomerular menyebabkan kebocoran dan kerusakan pada membran glomerular sehingga terjadi pelepasan kuantitas dan tipe protein dalam jumlah besar pada urine. Albuminuria sering ditemui pada HF kronik. Pada Studi GISSI-HF, albuminuria menunjukkan sebagai nilai independen prognostik yang lebih baik daripada GFR dan menjadi marker pada kerusakan tubular. Proteinuria menjadi target terapi yang kuat pada Hipertensi dan penyakit Ginjal. Tetapi pada HF, belum ada bukti yang mendukung terapi.15
Hipoksia ginjal kronis adalah ciri khas dari penyakit ginjal stadium akhir. Dan karena tubulus adalah bagian ginjal yang mengkonsumsi oksigen paling banyak, maka disfungsi dan kerusakan tubular sering terjadi. Terutama dalam kondisi yang ditandai oleh berkurangnya perfusi jaringan dan hipoksia seperti HF, ginjal rentan terhadap kerusakan tubulointerstitial. Data histologi yang mendukung kerusakan tubular dan fibrosis di HF masih terbatas.16 Pada HF, beberapa marker disfungsi tubular telah menunjukkan asosiasi yang kuat terhadap kerusakan fungsional dan histologi dari ginjal. Beberapa tanda tersebut muncul dalam urin karena mereka diproduksi di tubulus dan bereaksi pada sisi luminal tubulus, sementara yang lain juga ditemukan dalam plasma. 
Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL) adalah molekul kecil dari golongan lipocalin. NGAL merupakan marker diagnostik yang kuat pada gagal ginjal akut, karena dalam waktu singkat, terjadi peningkatan kadar NGAL pada urine dan plasma lebih dari 1000 kali lipat.17 Plasma NGAL berhubungan erat dengan proses infeksi dan inflamasi, dan sedikit meningkat pada penyakit kronik. Urinary NGAL diperkirakan dipengaruhi oleh produksi dan sekresi dari tubular. 
Pada HF akut, kadar Plasma NGAL umumnya lebih tinggi pada pasien yang mengalami WRF sedangkan pada Urinary NGAL hal tersebut tidak terjadi.18,19 Pada HF kronik, kadar Plasma NGAL berhubungan dengan marker fungsi ginjal lainnya. Penelitian Maisel et al 20 pada pasien HF akut menunjukkan bahwa Plasma NGAL memiliki nilai prognostik aditif yang lebih baik dari Brain Natriuretic Peptide (BNP). Menurut penelitian dari Alvelos et al,21 Plasma NGAL juga dapat memprediksi mortalitas setelah hospitalisasi yang lebih baik daripada eGFR atau Cystatin-C. Analisis dari studi GISSI-HF menyatakan bahwa Urinary NGAL dapat memprediksi semua penyebab kematian pada HF.15 Tetapi hingga saat ini masih belum ada studi mengenai terapi HF yang berdasarkan dari evaluasi NGAL. Terdapat fakta yang menarik pada hewan uji dengan kondisi Ischaemia-reperfusi, dimana pemberian NGAL dapat mengurangi kerusakan tubulointerstisial.22 Hal ini dapat diperkirakan di masa depan, NGAL dapat menjadi agen terapi daripada menjadi marker dalam pedoman terapi. 
Kidney Injury Molecule 1 (KIM-1) adalah suatu protein yang banyak ditemukan pada sisi luminal dari tubulus ginjal. Meskipun fungsi tepatnya masih belum diketahui, tetapi peningkatan kadar Urinary KIM-1 berhubungan dengan hospitalisasi pasien HF dan bukti patologis dari adanya kerusakan tubulointerstisial, fibrosis dan inflamasi.23,24 Urinary KIM-1 meningkat 2 kali lipat pada pasien dengan HF kronik dan berhubungan dengan fraksi ejeksi, NYHA-Class, dan N-terminal brain natriuretic peptide (NTproBNP).25 Studi GISSI-HF menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kadar Urinary KIM-1 dengan angka mortalitas dan hospitalisasi pada pasien HF kronik. Kegunaan KIM-1 pada terapi dibuktikan dalam suatu studi dimana pemberian obat Diuretik dihentikan dan diberikan kembali. Walaupun serum kreatinin tidak berubah, tetapi kadar Urinary KIM-1 menunjukkan peningkatan yang signifikan saat penghentian, dan menurun dengan pemberian kembali obat Loop-Diuretics.26 Hal ini menunjukkan bahwa KIM-1 sangat sensitif  terhadap perubahan kecil pada hemodinamik dan ginjal.
N-Acetyl-ß-d-glucosaminidase (NAG) adalah marker lain dari kerusakan tubulus proksimal ginjal dan telah diteliti pada pasien dengan gagal ginjal kronik dan Penyakit jantung Koroner. Pada HF kronik, kadar NAG berhubungan dengan eGFR, RBF (Renal Blood Flow) dan NTproBNP.27 Studi GISSI-HF menunjukkan bahwa kadar NAG dapat menjadi prediktor univarian pada WRF, tetapi NAG kurang berguna daripada KIM-1.28 Tetapi pada pasien HF, kadar NAG menjadi prediktor independen dari semua penyebab kematian dan hospitalisasi, yang lebih baik daripada eGFR dan albuminuria.15 Hingga kini, belum ada studi mengenai panduan terapi yang berdasarkan kadar NAG. Pada studi kecil, NAG menunjukkan kemiripan dengan KIM-1 dalam hal sensitivitas terhadap obat diuretik.26 
ß-2-Microglobulin adalah molekul kecil yang mengalami filtrasi sempurna pada glomerulus dan reabsorbsi tubular. Hal ini berarti bahwa ketika terjadi disfungsi tubular atau cedera, maka Urinary ß-2-Microglobulin muncul dalam urine. Oleh karena itu, ß-2-Microglobulin dapat dijadikan marker kerusakan ginjal dan dikaitkan dengan penurunan fungsi ginjal dalam populasi umum dan donor ginjal.29,30 Pada dua analisis pada populasi di Jepang didapatkan bahwa peningkatan kadar ß-2-Microglobulin berhubungan dengan resiko serangan jantung, tanpa melihat fungsi ginjal awal.31,32 Data marker ß-2-Microglobulin untuk implikasi terapi pada pasien HF masih belum tersedia.
Fatty Acid-Binding Proteins (FABPs) adalah suatu protein yang memainkan peran penting dalam regulasi metabolisme energi pada tubulus ginjal. Terdapat 2 tipe dari FABPs yaitu tipe Liver (L-FABP) dan tipe jantung (H-FABP). Faktanya, L-FABP ditemukan di liver dan tubulus proksimal ginjal setelah mengalami stres oksidatif. Sedangkan H-FABP ditemukan di jantung dan tubulus distal ginjal.33 H-FABP diperkirakan meningkat pada kondisi kerusakan Miokardium, hal ini menjadikannya sebagai marker pada HF. Sebagai marker diagnostik, H-FABP meningkatkan akurasi diagnostik dari NTproBNP.34 Sebuah studi kecil menyatakan bahwa serum H-FABP dapat menjadi prediktor independen dari angka kematian dalam 90 hari dan hospitalisasi.35 Peningkatan kadar H-FABP berhubungan dengan keluaran klinis yang lebih buruk.36 Dalam implikasi terapeutik, belum ada studi yang menunjang penggunaan H-FABP pada terapi. 
Urinary Natriuretic Peptides (UNP) adalah suatu peptida penting dalam manejemen HF. Meskipun UNP bukan merupakan bio-marker ginjal, selain karena efek dari UNP berpengaruh pada ginjal, yaitu mengatur natrium dan ekskresi air, UNP juga tampak pada urine terutama C-Type Natriuretic Peptide (CNP). CNP ini diperkirakan memiliki efek anti-proliferasi, anti-fibrotik dan kemampuan vasodilatasi. Pada HF akut, kadar Urinary CNP meningkat. Pada studi HF akut, diketahui bahwa CNP berhubungan erat dengan keluaran klinis.37 Tetapi pada implikasi terapi, masih belum terdapat data yang mendukung penggunaan UNP dalam pedoman terapi.
Selain dari yang disebutkan di atas, masih banyak terdapat marker yang berhubungan dengan fungsi ginjal, antara lain Pro-Enkephalin (Pro-ENK), Interleukin 18 (IL18), Osteopontin, Galectin-3 dan Growth Differentiating Factor-15 (GDF-15). Tetapi bukti individual dari masing-masing marker masih cukup lemah untuk dibahas di sini.
Disfungsi ginjal adalah salah satu fitur kunci dari HF, dan pedoman merekomendasikan pemantauan menyeluruh fungsi ginjal. namun, teknik yang optimal untuk mengevaluasi fungsi ginjal masih belum jelas, dan tidak ada konsensus tentang bagian mana dari fungsi ginjal (GFR, albuminuria, kerusakan tubulus) yang harus dievaluasi. Ada kesulitan dalam menerjemahkan informasi dari biomarker ginjal untuk menjadikan perubahan pada terapi. Fungsi ginjal digunakan untuk mengevaluasi risiko kardiovaskular, menilai status hemodinamik, dan memilih dosis yang tepat dalam terapi berbasis bukti.
Dengan demikian, penanda fungsi ginjal telah menjadi sebuah kebutuhan untuk menilai pasien dengan HF. Namun bukti untuk mendukung pengobatan HF berdasarkan biomarker ginjal tersebut masih kurang. Pada saat ini, pengukuran novel biomarker ginjal dapat membantu untuk menentukan risiko kardiovaskular, tetapi masih belum optimal. Maka peran biomarker ini cukup penting untuk mengubah suatu terapi agar meningkatkan hasil klinis pasien HF.*

DAFTAR PUSTAKA
  1. Hillege HL, Girbes AR, de Kam PJ, Boomsma F, De ZD, Charlesworth A, Hampton JR, van Veldhuisen DJ. Renal function, neurohormonal activation, and survival in patients with chronic heart failure. Circulation 2000; 102: 203-210.
  2. Dries DL, Exner DV, Domanski MJ, Greenberg B, Stevenson LW. The prognostic implications of renal insufficiency in asymptomatic and symptomatic patients with left ventricular systolic dysfunction. J Am Coll Cardiol 2000; 35: 681-689.
  3. Ruilope LM, van Veldhuisen DJ, Ritz E, Luscher TF. Renal function: the Cinderella of cardiovascular risk profile. J Am Coll Cardiol 2001; 38: 1782-1787.
  4. Damman K, Valente MA, Voors AA, O’Connor CM, Van Veldhuisen DJ, Hillege HL. Renal impairment, worsening renal function, and outcome in patients with heart failure: an updated meta-analysis. Eur Heart J 2014; 35: 455-469.
  5. Hillege HL, van Gilst WH, van Veldhuisen DJ, Navis G, Grobbee DE, de Graeff PA, de Zeeuw D, CATS Randomized Trial. Accelerated decline and prognostic impact of renal function after myocardial infarction and the benefits of ACE inhibition: the CATS randomized trial. Eur Heart J 2003; 24: 412-420.
  6. Anavekar NS, McMurray JJ, Velazquez EJ, Solomon SD, Kober L, Rouleau JL, White HD, Nordlander R, Maggioni A, Dickstein K, Zelenkofske S, Leimberger JD, Califf RM, Pfeffer MA. Relation between renal dysfunction and cardiovascular outcomes after myocardial infarction. N Engl J Med 2004; 351: 1285-1295.
  7. Cody RJ, Ljungman S, Covit AB, Kubo SH, Sealey JE, Pondolfino K, Clark M, James G, Laragh JH. Regulation of glomerular filtration rate in chronic congestive heart failure patients. Kidney Int 1988; 34: 361-367.
  8. Cody RJ, Torre S, Clark M, Pondolfino K. Age-related hemodynamic, renal, and hormonal differences among patients with congestive heart failure. Arch Intern Med 1989; 149: 1023-1028.
  9. Packer M, Lee WH, Kessler PD. Preservation of glomerular filtration rate in human heart failure by activation of the renin-angiotensin system. Circulation 1986; 74: 766-774.
  10. Smilde TD, Damman K, van der Harst P, Navis G, DaanWestenbrink B, Voors AA, Boomsma F, van Veldhuisen DJ, Hillege HL. Differential associations between renal function and “modifiable” risk factors in patients with chronic heart failure. Clin Res Cardiol 2009; 98: 121-129.
  11. Smilde TD, van Veldhuisen DJ, Navis G, Voors AA, Hillege HL. Draw-backs and prognostic value of formulas estimating renal function in patients with chronic heart failure and systolic dysfunction. Circulation 2006; 114: 1572-1580.
  12. Damman K, Tang WH, Testani JM, McMurray JJ. Terminology and definition of changes renal function in heart failure. Eur Heart J 2014; 35: 3413-3416.
  13. 26. Coll E, Botey A, Alvarez L, Poch E, Quinto L, Saurina A, Vera M, Piera C, Darnell A. Serum cystatin C as a new marker for noninvasive estimation of glomerular filtration rate and as a marker for early renal impairment. Am J Kidney Dis 2000; 36: 29-34.
  14. 28. Tang WH, Dupont M, Hernandez AF, Voors AA, Hsu AP, Felker GM, Butler J, Metra M, Anker SD, Troughton RW, Gottlieb SS, McMurray JJ, Armstrong PW, Massie BM, Califf RM, O’Connor CM, Starling RC. Comparative assessment of short-term adverse events in acute heart failure with cystatinC and other estimates of renal function: results from the ASCEND-HF trial. JACC Heart Fail 2015; 3: 40-49.
  15. Damman K, Masson S, Hillege HL, Maggioni AP, Voors AA, Opasich C, van Veldhuisen DJ, Montagna L,Cosmi F, Tognoni G, Tavazzi L, Latini R. Clinical outcome of renal tubular damage in chronic heart failure. Eur Heart J 2011; 32: 2705-2712.
  16. Mori K, Lee HT, Rapoport D, Drexler IR, Foster K, Yang J, Schmidt-Ott KM, Chen X, Li JY, Weiss S, Mishra J, Cheema FH, Markowitz G, Suganami T, Sawai K, Mukoyama M, Kunis C, D’Agati V, Devarajan P, Barasch J. Endocytic Page 10 of 12 D.J. van Veldhuisen et al.
  17. Mishra J, Dent C, Tarabishi R, Mitsnefes MM, Ma Q, Kelly C, Ruff SM, Zahedi K, Shao M, Bean J, Mori K, Barasch J, Devarajan P. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL) as a biomarker for acute renal injury after cardiac surgery. Lancet 2005; 365: 1231-1238.
  18. Aghel A, Shrestha K, Mullens W, Borowski A, Tang WH. Serum neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL) in predicting worsening renal function in acute decompensated heart failure. J Card Fail 2010; 16: 49-54.
  19. Breidthardt T, Socrates T, Drexler B, Noveanu M, Heinisch C, Arenja N, Klima T, Zusli C, Reichlin T, Potocki M, Twerenbold R, Steiger J, Mueller C. Plasma neutrophil gelatinase-associated lipocalin for the prediction of acute kidney injury in acute heart failure. Crit Care 2012; 16: R2.
  20. Maisel AS, Mueller C, Fitzgerald R, Brikhan R, Hiestand BC, Iqbal N, Clopton P, van Veldhuisen DJ. Prognostic utility of plasma neutrophil gelatinase-associated lipocalin in patients with acute heart failure: the NGAL EvaLuation Along with B-type NaTriuretic Peptide in acutely decompensated heart failure (GALLANT) trial. Eur J Heart Fail 2011; 13: 846-851.
  21. Alvelos M, Lourenco P, Dias C, Amorim M, Rema J, Leite AB, Guimaraes JT, Almeida P, Bettencourt P. Prognostic value of neutrophil gelatinase-associated lipocalin in acute heart failure. Int J Cardiol 2013; 165: 51-55.
  22. Mishra J, Mori K, Ma Q, Kelly C, Yang J, Mitsnefes M, Barasch J, Devarajan P. Amelioration of ischemic acute renal injury by neutrophil gelatinase-associated lipocalin. J Am Soc Nephrol 2004; 15: 3073-3082.
  23. Carlsson AC, Larsson A, Helmersson-Karlqvist J, Lind L, Ingelsson E, Larsson TE, Bottai M, Sundstrom J, Arnlov J. Urinary kidney injury molecule-1 and the risk of cardiovascular mortality in elderly men. Clin J Am Soc Nephrol 2014; 9: 1393-1401.
  24. Van Timmeren MM, van den Heuvel MC, Bailly V, Bakker SJ, van Goor H, Stegeman CA. Tubular kidney injury molecule-1 (KIM-1) in human renal disease. J Pathol 2007; 212: 209-217.
  25. Jungbauer CG, Birner C, Jung B, Buchner S, Lubnow M, von Bary C, Endemann D, Banas B, Mack M, Boger CA, Riegger G, Luchner A. Kidney injury molecule-1 and N-acetyl-beta-D-glucosaminidase in chronic heart failure: possible biomarkers of cardiorenal syndrome. Eur J Heart Fail 2011; 13: 1104-1110.
  26. Damman K, Ng Kam Chuen MJ, MacFadyen RJ, Lip GY, Gaze D, Collinson PO, Hillege HL, van OW, Voors AA, Van Veldhuisen DJ. Volume status and diuretic therapy in systolic heart failure and the detection of early abnormalities in renal and tubular function. J Am Coll Cardiol 2011; 57: 2233-2241.
  27. Damman K, Van Veldhuisen DJ, Navis G, Vaidya VS, Smilde TD,Westenbrink BD, Bonventre JV, Voors AA, Hillege HL. Tubular damage in chronic systolic heart failure is associated with reduced survival independent of glomerular filtration rate. Heart 2010; 96: 1297-1302.
  28. Damman K, Masson S, Hillege HL, Voors AA, van Veldhuisen DJ, Rossignol P, Proietti G, Barbuzzi S, Nicolosi GL, Tavazzi L, Maggioni AP, Latini R. Tubular damage and worsening renal function in chronic heart failure. JACC Heart Fail 2013; 1: 417-424.
  29. Kudo K, Konta T, Mashima Y, Ichikawa K, Takasaki S, Ikeda A, Hoshikawa M, Suzuki K, Shibata Y, Watanabe T, Kato T, Kawata S, Kubota I. The association between renal tubular damage and rapid renal deterioration in the Japanese population: the Takahata study. Clin Exp Nephrol 2011; 15: 235-241.
  30. 73. John GT, Fleming JJ, Talaulikar GS, Selvakumar R, Thomas PP, Jacob CK. Measurement of renal function in kidney donors using serum cystatin C and beta(2)-microglobulin. Ann Clin Biochem 2003; 40: 656-658.
  31. Otaki Y, Watanabe T, Takahashi H, Narumi T, Kadowaki S, Honda Y, Arimoto T, Shishido T, Miyamoto T, Konta T, Kubota I. Association of renal tubular damage with cardio-renal anemia syndrome in patients with heart failure. Int J Cardiol 2014; 173: 222-228.
  32. 76. Otaki Y,Watanabe T, Shishido T, Takahashi H, Funayama A, Narumi T, Kadowaki S, Hasegawa H, Honda S, Netsu S, Ishino M, Arimoto T, Miyashita T, Miyamoto T, Konta T, Kubota I. The impact of renal tubular damage, as assessed by urinary beta2-microglobulin-creatinine ratio, on cardiac prognosis in patients with chronic heart failure. Circ Heart Fail 2013; 6: 662-668.
  33. Maatman RG, Van Kuppevelt TH, Veerkamp JH. Two types of fatty acid-binding protein in human kidney. Isolation, characterization and localization. Biochem J 1991; 273 (Pt 3): 759-766.
  34. Hoffmann U, Espeter F, Weiss C, Ahmad-Nejad P, Lang S, Brueckmann M, Akin I, Neumaier M, Borggrefe M, Behnes M. Ischemic biomarker heart-type fatty acid binding protein (hFABP) in acute heart failure-diagnostic and prognostic insights compared to NTproBNP and troponin I. BMC Cardiovasc Disord 2015; 15: 50. doi:10.1186/s12872-015-0026-0.
  35. Shirakabe A, Hata N, Kobayashi N, Okazaki H, Shinada T, Tomita K, Yamamoto M, Tsurumi M, Matsushita M, Yamamoto Y, Yokoyama S, Asai K, Shimizu W. Serum heart-type fatty acid-binding protein level can be used to detect acute kidney injury on admission and predict an adverse outcome in patients with acute heart failure. Circ J 2015; 79: 119-128.
  36. Niizeki T, Takeishi Y, Arimoto T, Nozaki N, Hirono O, Watanabe T, Nitobe J, Miyashita T, Miyamoto T, Koyama Y, Kitahara T, Suzuki S, Sasaki T, Kubota I. Persistently increased serum concentration of heart-type fatty acid-binding protein predicts adverse clinical outcomes in patients with chronic heart failure. Circ J 2008; 72: 109-114.
  37. Zakeri R, Sangaralingham SJ, Sandberg SM, Heublein DM, Scott CG, Burnett JC Jr. Urinary C-type natriuretic peptide: a new heart failure biomarker. JACC Heart Fail 2013; 1: 170-177.

Prof Djanggan Sargowo, SpJP(K)
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,
RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar