pita deadline

pita deadline

Selasa, 20 November 2012

Kardiologi Kuantum (12): Reedukasi Keyakinan Religi Mental-Spiritual Pasien, Metode Kualitatif dan Hermeneutika Filsafati

“Pada dasarnya tradisi semua agama besar membawa pesan yang sama yaitu cinta, kasih saying dan pengampunan.  Semua itu penting untuk menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari.” ~Dalai Lama, pemimpin spiritual Tibet

SEORANG perempuan, 86 tahun, pasien lama PJNHK (MR 136914) dengan old anterior MCI, telah berobat teratur selama 18 tahun tanpa keluhan signifikan. Datang ke emergensi 16 September 2012 dengan keluhan nyeri dada, didiagnosis sebagai NSTEMI. Pasien selama perawatan mengalami VT unstable berulang dan dilakukan kardioversi berkali-kali. Pasien pulang paksa setelah 6 hari perawatan, dengan  menolak tindakan ablasi, namun kembali datang ke emergensi  kurang dari 24 jam berada di rumah, dengan VT unstable, dilakukan kardioversi dan dirawat di CVCU.
Dalam perawatan di CVCU pasien mengalami AFRVR, diberikan digoxin iv. Saat itu sgot/sgpt pasien tinggi, QT intervalnya memanjang sehingga merupakan kontraindikasi pemberian amiodarone. Tekanan darah sistolik antara 70-80, diastolik antara 50-60 dengan MAP 45-55.  Beta bloker yang merupakan pilihan anti aritmia belum dapat diberikan karena kondisi pasien masih failure dengan EF 20%.
Keluarga telah diberikan informasi yang cukup jelas mengenai prognosis pasien, dan segala kemungkinan terburuk termasuk cardiac arrest. Keluarga mengaku telah pasrah serta menyerahkan yang terbaik pada dokter, sekalipun mereka tetap menolak tindakan ablasi dan kateterisasi dengan persiapan pemasangan cincin koroner karena faktor usia.
Namun ternyata selama perawatan di CVCU pasien tidak mengalami VT hingga 3x24 jam, dengan irama yang sempat berubah menjadi AFRVR 120-140x/mnt, akhirnya convert menjadi normal sinus rhytm, 70x/mnt.  Hemodinamik cukup stabil dengan MAP 55-60, perfusi renal cukup, urin 0,5-1 cc/kgBB/jam, cardiac output selalu dalam pantauan echohemodinamik, keseimbangan elektrolit dan total kebutuhan cairan dipenuhi. Satu-satunya pilihan adalah pemberian betabloker dosis kecil, bisoprolol 1,25 mg. 
Sebagai penguatnya pada siang hari itu adalah anjuran meditasi transendental (dzikir, intraversi, introspeksi atau doa) pasien dengan menyebut nama Tuhan YME di dalam satu dan/atau dua suku kata menurut religi dan keyakinan meta-fisiknya sesuai dengan masuk-keluarnya udara pernafasan.

Perbandingan Empat Candra Jiwa

Catatan penulis:
Perbandingan 4 (empat) candra jiwa yang semuanya dilahirkan di Eropa. Posisi sang-Aku (Ego) sebagai sentra pembanding utamanya. Menjadi jelas bahwa Candra Jiwa Indonesia berdiri sejajar dengan lainnya dan tampak lebih lengkap strukturnya. Das ES di dalam Candra Jiwa Freud disebut juga sebagai ID. Freud tidak percaya adanya Tuhan, Adler tidak membicarakan Tuhan maupun struktur jiwa, jadi keduanya tidak memiliki "Yang Diatas", suprastruktur. Suprastruktur adalah bagian transendennya (kalbu-hati) manusia.
Pada suprastruktur Jung menempatkan Das Selbst suatu tujuan evolusi puncaknya Ego manusia untuk mencapai kesadaran kolektif. Pada awalnya Sadar Kolektif itu ada dua (BiAspect): Suksma Kawekas (statis) adalah tujuan hidup, sumber, dan asal mula hidup dan Suksma Sejati (dinamis) adalah utusan-abadinya yang statis, yang meng-hidup-i, menjadi penuntun dan gurunya Ego-yang-imateri (Roh Suci, yang di-hidup-i, Sadar Kolektif Pribadi) manusia. Ego-materi (Aku) adalah bagian sadar individu yang merupakan kristalisasi dari angan-angan, secara struktur berasal dari Cipta-nya manusia. (BSP)

-------------------
Soemantri Hardjoprakoso. Indonesisch Mensbeeld als Basis Ener Psycho-Therapie.
Rijkuniversiteit, Leiden-Nederland, 20 June 1956 (Dissertation)

========================================================================

Upaya re-edukasi keyakinan Egonya kepada Yang Absolut Transenden ini telah membuat rasa nyaman, tenang, dan tenteram terbukti dengan melambatnya angka denyut nadi pada monitor ICU.
Pemberian beta bloker dengan dosis kecil diberikan saat ronkhi basah halus telah minimal, dan dalam evaluasi ketat pasien tidak menimbulkan perburukan.
Pagi hari berikutnya dilaporkan pasien dalam keadaan tenang, tidak di dapatkan VES  kuplet maupun salvo, kemudian dapat dipindahkan ke ruangan intermediate dengan sadar penuh, keadaan klinis dan hemodinamik yang baik. Keluhan subyektif pasien selama perawatan di CVCU tidak muncul kembali.
Pengakuan keluarga besarnya, anak-cucu, kemenakan, dan menantu tidak henti-hentinya memanjatkan doa dan memohonkan kesembuhan bagi pasien tua tersebut, dan peristiwa ini diyakini sebagai anugerah dari Tuhan YME bukan semata-mata  upaya para dokter yang menanganinya. Pasien dipulangkan 22 September 2012 dan telah kontrol kembali dengan keadaan umum yang baik kira-kira seminggu kemudian.
Diskusi. Re-edukasi keyakinan Egonya kepada Yang Absolut Transenden pada dasarnya adalah suatu psikogogi yaitu upaya untuk mengembalikan keyakinan, iman seorang pasien yang telah dimiliki sebelumnya.  Hal ini dianjurkan oleh Carl Gustav Jung dan Soemantri Hardjoprakoso. Carl Gustav Jung adalah satu-satunya ilmuwan Eropa yang tanpa malu-malu menyebutkan adanya Prinsip Rohani (Ketuhanan) selain Prinsip Alami di dalam candra jiwanya manusia.  Bedakan dengan Freud yang tidak percaya kepada Tuhan dalam pernyataan-pernyataannya dan Alfred Adler yang tidak membicarakannya sebab fokus utama dalam candra jiwanya adalah masyarakat dijadikan tolok ukur  idealismenya.
 Rupanya upaya meditasi transendental  (dzikir, intraversi, introspeksi, atau doa) pasien dengan menyebut nama Tuhan YME di dalam satu dan/atau dua suku kata menurut religi dan keyakinan meta-fisiknya sesuai dengan masuk-keluarnya udara pernafasan telah membuat rasa nyaman, tenang, dan tenteram terbukti dengan melambatnya angka denyut nadi pada monitor ICU, dapat membuat nyenyak tidur.
Dalam ilmu pengetahuan biomedis  yang dilandasi dengan ilmu filsafat positivisme dengan ciri-ciri metodologi seperti RCT dan metaanalisis diyakini para ilmuwan sebagai cara mencari kebenaran yang tertinggi.  Namun perlu diingat ada kebenaran lain yang dianggap absolut oleh penganutnya ialah kebenaran religi, setidaknya kebenaran performatif sampai diketemukan kebenaran dikemudian har, tidak memerlukan metaanalisisi. Tidak heran kalau Paul Karl Feyeraben filsuf ilmu pengetahuan menyodorkan konsep ‘metodologi lain’ anything goes dan anti-metodologi agar membuka perspektif baru dalam dunia ilmu pengetahuan.
Kesimpulan. Sebagai dokter pada dasarnya berperanan membantu pasien dalam upaya adaptasinya terhadap penyakit, psiko-sosial, lingkungan, serta keyakinan spiritualnya, seyogyanya dapat menerima keyakinan dan kenyataan ini. Tanpa mempersoalkan metodologi penelitian maupun induksi statistik yang canggih sebagai suatu cara mencapai kebenaran.  Keyakinan pada yang Absolut Transendental di dalam dunia ke-4-nya manusia/pasien, apabila akan dilakukan penelitian, memerlukan metodologi kualitatif atau setidaknya dengan pendekatan hermeneutika filsafati.

(Danayu Sanni Prahasti, Budhi Setianto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar