pita deadline

pita deadline

Rabu, 25 Juli 2012

Ticagrelor vs Clopidogrel pada Pasien ACS dan Riwayat Stroke atau TIA

PASIEN dengan sindroma koroner akut (ACS) dan riwayat stroke atau transient ischemic attack (TIA) memiliki peningkatan risiko terjadinya kejadian kardiak rekuren termasuk kematian dan infark miokard serta perdarahan intracranial.
Clopidogrel yang dikombinasi dengan aspirin telah digunakan secara sukses untuk mencegah kejadian thrombosis pada pasien ACS, tetapi pasien dengan riwayat stroke tetap memiliki risiko tinggi komplikasi iskemik dan perdarahan, termasuk peningkatan risiko perdarahan intracranial.
Ticagrelor adalah inhibitor oral nontienopiridin P2Y12 yang aktif setelah di absorbs dan mengikat secara langsung dan bersifat reveersibel terhadap reseptor tersebut, yang memberikan efek lebih cepat, tinggi dan konsisten inhibisi platelet dibandingkan clopidogrel.
Studi PLATO (the PLATelet inhibition and patient Outcomes) menunjukkan ticagrelor lebih superior dibandingkan clopidogrel untuk mencegah kematian akibat kardiovaskuler, infark miokard atau stroke tanpa peningkatan yang signifikan pada semua kejadian perdarahan mayor pada populasi luas pasien ACS.
Tingginya angka perdarahan mayor yang tidak berhubungan dengan bedah pintas koroner diobservasi pada kelompok ticagrelor. Perdarahan fatal didapatkan 0.3% pada kedua kelompok baik ticagrelor maupun clopidogrel. Tetapi lebih banyak pasien memiliki perdarahan intracranial fatal pada kelompok ticagrelor (11 dari 9.235) dibandingkan clopidogrel (1 dari 9.186).
Obat antitrombotik yang baru dan lebih poten harus dievaluasi dengan keseimbangan antara efikasi dan keamanan, terutama pada pasien yang lebih lemah.
Untuk mengetahui efikasi klinis dan keamanan ticagrelor dibanding clopidogrel pada pasien riwayat stroke atau TIA dilakukanlah analisis subkelompok dari studi PLATO tersebut.
Mengevaluasi efek pengobatan ticagrelor dibandingkan clopidogrel pada pasien dengan ACS dengan dan tanpa riwayat stroke atau TIA. Dari 18.624 pasien, 1.152 (6.2%) memiliki riwayat stroke atau TIA.
Pasien tersebut memiliki risiko infark miokard (11.5% vs 6.0%), kematian (10.5% vs 4.9%), stroke (3.4% vs 1.2%) dan perdarahan intracranial (0.8% vs 0.2%) dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat stroke atau TIA.
Di antara pasien riwayat stoke atau TIA, pengurangan hasil akhir primer dan mortalitas total 1 tahun dengan ticagrelor dibandingkan clopidogrel adalah konsisten dengan seluruh hasil studi: 19.0% vs 20.8% (HR 0.87; 95%CI 0.66-1.13; p = 0.84) dan 7.9% vs 13.0% (HR 0.62; 95% CI 0.42-0.91).
Kejadian perdarahan pada keseluruhan studi PLATO adalah sama: 14.6% vs 14.9% (HR 0.99; 95% CI 0.71-1.37) dan perdarahan intracranial tidak sering terjadi (4 vs 4 kasus).
Pasien ACS dengan riwayat stroke atau TIA mempunyai jumlah yang banyak pada subkelompok tersebut, mempunyai kecenderungan bertambah buruk hasil akhir klinis, dan menjadi tantangan kemampuan klinis kita.
Analisis terkini dari risiko tinggi subkelompok pasien riwayat stroke atau TIA memperlihatkan lebih poten dan konsisten inhibisi agregasi trombosit dengan pengikatan yang reversibel reseptor P2Y12 dari ticagrelor mengurangi kejadian iskemik  tanpa peningkatan yang signifikan dari seluruh komplikasi perdarahan mayor.
Faktanya, makin poten efek anti trombotik risiko perdarahan intracranial atau stroke fatal adalah rendah dan mortalitas total secara signifikan berkurang pada ticagrelor. Pengobatan dengan ticagrelor seharusnya tidak ditunda pada pasien ACS dengan riwayat stroke iskemik atau TIA. (Circulation 2012; 125: 2914-21)
SL Purwo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar