pita deadline

pita deadline

Selasa, 05 Juni 2018

PENING POSING adalah SOFT SKILLS ?

(Penerapan Heart and Beyond pada Pasien Rawat Inap dan Keluarganya)

Budhi S. Purwowiyoto

OPENING: Smiling, Greetings, Introduction, Quotes, Anecdotes;
Problem solving: Identification, [SOAP][Rehab focus on WHO-5; 6MWT; CPX; HBCR]*], Reassurance, Repositioning, Re-education, and Planning; closing: Appreciation, Singing, Praying, Zeroing are soft skills approach to the patients and their families based on quantum cardiology. ~BSP 2018


SALAM KARDIO. Menurut Dennis E. Coates+], berbeda dengan hard skill, soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan unjuk kerja dirinya secara maksimal. Contoh interpersonal skills adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dan kemampuan bekerja sama dalam tim. Sedangkan contoh intrapersonal skills adalah kemampuan mengendalikan keinginan, kemauan, dan emosi. Memiliki manajemen waktu yang baik dan selalu berpikir positif. Kemampuan soft skills seseorang salah satu aspek dapat dilihat dari pengalamannya dalam berorganisasi. Semakin banyak pengalaman, maka kemampuan soft skillsnya akan semakin terasah menjadi tajam.
Bermula dari kiriman seorang pasien umur 47 tahun kepada Prof Bambang B Siswanto (BBS) dari Rumah Sakit Advent Bandar Lampung yang dirawat oleh seorang dokter di sana dengan diagnosis Intrac-table Heart Failure, Cardiac Liver, hipoalbuminemia, ascites dan fibrilasi atrium dengan respon ventrikelnya normal. Difotolah surat konsultasi tersebut dan dilayangkan ke WhatsApp di telpon genggam penulis. Saya tersenyum saja sambil menduga bahwa pasien ini istimewa, setidaknya menjadi beban lebih beliau dalam menangani pasien-pasien gagal jantung dari mana-mana. Benar saja, pagi itu ditelepon perawat kalau ada pasien dikonsultasikan ke Prevensi-Rehabilitasi khusus ditujukan ke penulis.
Yang selalu membuat pening-posing, saya musti menulis apalagi di jawaban konsul. SOAP (Subjektif, Objective, Assesment, Planning) pasti sudah beliau isi atau sudah ditulis setiap hari oleh PPDS (Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis) atau setidak-tidaknya counter sign disamping tanda tangannya dan cap dokter yang merawat pasiennya di ruangan.
Perawat ruangan selalu mengatakan bahwa tadi sudah diisi oleh petugas rehab namun dokter tetap diminta Prof BBS untuk juga ketemu dengan pasiennya. Untung saya selalu membawa andalan saya: eDragonFlyer: 2020 Heart & Beyond. Di situ sudah ada pedoman SEHAT Yayasan Jantung Indonesia 1978 yang dikomposisikan oleh alm. Prof R Boedi Darmojo dari UNDIP Semarang.
Buka-buka status, ternyata pasien ini menderita kardiomiopati dilatasi dengan arteri koronernya normal. Elektrokardiogramnya berirama fibrilasi atrium dengan gelombang QRS melebar 149 ms sekali-sekali tampak ekstrasistol ventrikel. Fraksi ejeksinya di ekhokardiografi 13% dengan dilatasi keempat ruang-ruang jantungnya. Saya bayangkan pasien ini bengkak kaki-tangan serta perutnya dan yakin begitu menderita dengan muka yang bersedih serta pucat. Pasien semacam ini sudah cukup-sering dijumpai karena hampir semuanya sering keluar-masuk rumah sakit.
Ketika ketemu pasiennya, kaget juga kok tidak bengkak dan tidak buncit perutnya. Rupanya pasien ini sudah dirawat selama seminggu dengan protokol ketat gagal jantung. Konsultasi pribadi ini melahirkan tulisan terutama untuk mahasiswa kedokteran dan program studi dokter spesialis yang sedang belajar di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Tentu saja pendekatan seorang dokter terhadap pasiennya tidak harus seperti yang diusulkan oleh penulis. Tidak ada paksaan, tidak ada kuliah khusus, tidak ada penilaian dan tidak mengambil waktu yang sudah terstruktur dengan ketat.
Mengapa beliau ‘ngotot’ saya pribadi harus ketemu pasien khusus tersebut? Menurut Prof BBS, konon sehabis ketemu saya, biasanya pasien jadi lebih bersemangat dan kepingin lekas pulang. Bahkan ada satu pasien yang langsung kursi rodanya tidak dipakai. Umumnya mereka depresif, kurang semangat dan sering keluarganya kurang mendukung karena makin lama di rumah sakit beban keluarga menjadi sedikit berkurang karena gratis, biaya pengobatan dan perawatan ditanggung BPJS. Nah, ini yang tidak enaknya, kata beliau, ia juga sudah “pening-pusing” menghadapi pasien-pasien gagal jantung berat tersebut. “Pening-pusing” menghadapi pasien-pasien gagal jantung di rumah sakit inilah yang harus dibagi rata diantara para profesor. Alhamdulillah, Haleluya puji Tuhan, soft skills Pening-Posing masih ada manfaatnya. Rupanya, beliau juga sering menulis surat konsul pribadi untuk Prof Yoga Yuniadi, tentu untuk hard (heart) skills beliau agar memasang pacu jantung dengan alat kejutnya pada pasien-pasien khusus tersebut. Sistim remunerasi rumah sakit juga bermanfaat untuk bagi-bagi tugas secara profesional.


OPENING
Smiling, greetings, introduction. Istilah yang sudah dikenal masyarakat sebagai 3S: senyum-sapa-salam. Menyampaikan salam tentu saja sebaiknya sesuai dengan adat kebiasaannya. Memilih yang berhubungan dengan waktu: selamat pagi, siang, malam; dapat juga dengan dinyanyikan “Slamat pagi pak, slamat pagi bu, slamat pagi merdeka!" Yang bernuansa agama/kepercayaan atau sebagian dari suatu doa misalnya “Assalamualaikum”, “Shalom”, “Salam Maria penuh rahmat Tuhan sertamu”, “Om swasti astu”, “Namo Budhaya”. Memilih yang bernada kebudayaan juga boleh “Horas Jala Gabe Tondi Mandingin Pir ma Tondi Matogu”, “Salam karahayon”, “Spada”. Semua itu sebagai pembukaan untuk memperkenalkan diri.
Quotes, Anecdotes, dan Rapport. Mungkin perlu disampaikan juga mutiara kata, pendapat pakar, bahkan cerita lucu yang diselipkan dalam melakukan anamnesis, tentang kejadian awal masuk rumah sakit, riwayat penyakit sebelumnya, faktor risiko dan obat-obat yang diminum. Hal ini penting untuk membangun dan memelihara rapport yaitu hubungan yang harmonis antara dokter-pasien.

PROBLEM SOLVING
Identification of The Problems. Identifikasi problem pada pasien tentu dapat berbeda-beda sesuai kebutuhan. Pasien yang mau dilakukan tindakan pemasangan ring, pelebaran dengan balon pada katup mitral yang menyempit, dan pemasangan pacu jantung permanen cara memandang dan bersikap terhadap obat pengencer atau anti pembekuan darah berbeda-beda, walaupun kamar tindakannya sama. Penting memperhatikan informasi dokter maupun perawat berdasarkan analisis SOAP (Subjective-Objective-Assesment-Planning) dari pasien tersebut. Informasi SOAP, data kasar tentang laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya dipakai sebagai menentukan rencana dan tindak lanjut pasien tersebut.
Reassurance. Sebenarnya isinya tentang membuat senang hati orang dengan cara apa saja dalam berkomunikasi, dengan tujuan memperkuat ketahanan mentalnya. Istilah entertaining menjadi pas ketika tujuannya adalah membuat senang hati dan kebahagiaan siapa saja. Reassurance adalah istilah yang sama untuk psikologi-psikiatri maupun konselor, setidaknya menurut Dr. Danardi Sosrosumihardjo SpKJ, psikiater senior, mantan Presiden Psikiatri Indonesia dan negara-negara ASEAN. Reassurance dapat diartikan sebagai kemampuan petugas kesehatan untuk membuat perkuatan suasana mental yang positif bagi klien dan pasien. Namun, beliau juga mengingatkan ketika kita menghadapi pasien yang depresi kita-lah yang harus berusaha mendekati pasien tersebut. Pasien paska serangan jantung memiliki angka depresi yang tinggi sekitar 60% populasi. 
Repositioning dimaksudkan dengan penempatan diri seorang dokter di dalam keluarga pasien. Seorang dokter diharapkan sebagai pengayom, saudara tua yang paham tentang kesehatan. Mengingat pasien-pasien banyak yang mengkonsumsi 2-3 macam pengencer atau anti pembekuan darah diharapkan dokter memberikan nomor telponnya sehingga kalau ada kejadian perdarahan, stroke atau keadaan darurat jantung dan pembuluh darah, dokter pengayom keluarga inilah yang ditelepon lebih dulu.
Re-education adalah internalisasi (introspeksi) nilai-nilai Ketuhanan dan eksternalisasi (ekstropeksi) nilai-nilai Kemanusiaan. Dalam melakukan internalisasi nilai-nilai tersebut khususnya Ketuhanan, yang perlu ditekankan adalah sesuai dengan iman dan keyakinan klien/pasien bukan sesuai dengan agama/kepercayaan kita. Oleh karena itu dianjurkan atau ditawarkan untuk mempelajari agama/kepercayaan orang lain agar supaya dapat membantu mengatasi masalah kesehatannya sesuai dengan iman dan keyakinannya itu.
Ekstrospeksi nilai-nilai: ikhlas (un-attachment), sabar (obedience), syukur (acceptability), jujur (honesty), dan budi luhur (high virtue) dalam bermasyarakat disebut Pancasila. Jujurlah yang paling sulit dilaksanakan, dikatakan sebagai kata kunci untuk mencapai akhlak yang mulia erat hubungannya dengan psikohigienik. Ikhlas, sabar, syukur adalah sikap jiwa yang positif dan tahan banting dalam menghadapi stres kehidupan nyata.
Planning didedikasikan sebagai pendekatan terakhir dari SOAP: Subjective, Objective, Assesment, Planning. Rencana tindak lanjut ini kembali kepada identifikasi masalah dan fokus dari simpul-simpul yang terkait antara bidang kita dan masalah yang ada pada pasien yang harus diselesaikan. Diobati dengan menambah atau mengurangi jenis obatnya serta memperhatikan cara pemberiannya, dikonsultasikan ke dokter ahli lain, dipulangkan atau dirujuk ke rumah sakit lainnya.

CLOSING
Appreciation. Pada waktu menutup komunikasi yaitu ketika akan meninggalkan pasien perlu memberikan apresiasi kepada pasien, keluarganya, petugas kesehatan lainnya maupun perawat. Petugas kesehatan lainnya meliputi petugas kebersihan, radiografer, dietisen, asisten apoteker dan petugas administrasi. Apresiasi kepada keluarganya dapat disampaikan misalnya “Wah, anda sepertinya akan mendapatkan 'tiga kunci sorga' karena dedikasi anda kepada ibu”, “Senyumnya nurse dan petugas kesehatan di sekitar anda adalah doa kepada Tuhan bagi kesembuhan”, “Perawat dan petugas kesehatan kami adalah ‘bintang-bintang film,’ hanya saja mereka masih dihargai sebatas ‘bintang-bintang'nya rumah sakit.”
Singing. Kapan saja boleh menyanyi kecil, pada saat pembukaan, pemecahan-masalah sampai penutupan bisa dinyanyikan sepotong lagu atau meminjam sepotong lirik lagunya Evi Tamala “Selamat malam duhai kekasih, sebutlah namaku menjelang tidurmu..” Bila kebetulan masih ada catatan yang belum lengkap dan kira-kira kita akan dicari: “Hello, is it me you looking for?” lagunya Lionel Richie yang menanyakan apakah anda mencari saya. Biasanya perawat-perawat langsung menjawab seperti koor “No, no..,” sambil tersenyum. Bahkan mereka beromentar sudah bosen karena seringnya sang dokter yang gaul tersebut menyanyikannya. Solusinya tentu saja ganti lagu yang lain. Kalau perlu ganti lagu Jawa yang pentatonik dengan metrum pelog, misalnya sebuah Dandang Gula memanising Hasta Sila: “Sadar, sadar, percaya dan taat kepada Tuhan.” “Ikhlas, sabar dan syukur, jujur, budiluhur.”
Praying. Rumah sakit biasanya menyediakan petugas masing-masing agama besar untuk menjenguk pasien-pasien yang seagama. Ada juga kelompok pegawai rumah sakit sebagai umat agama/kepercayaan tertentu bergiliran secara berkala mengunjungi pasien yang seagama untuk diajak berdoa bersama bagi kesembuhannya. Ada kalanya terpaksa diingatkan oleh perawat agar dalam berdoa tidak mengganggu pasien lainnya. Tentu kita dapat menyampaikan kata-kata harapan kesembuhan, seyogyanya menggunakan istilah-istilah agama pasien tersebut atau istilah umum dan bukan menggunakan istilah agama kita sekiranya berbeda agamanya. Disini selalu penting untuk diingatkan tentang re-edukasi sesuai dengan keyakinan pasien itu sendiri. Ada baiknya para petugas kesehatan untuk mempelajari agama/kepercayaan pasien-pasiennya sehingga ketika akan menolongnya dapat dilaksanakan secara sempurna sesuai keyakinannya.
Zeroing. Mengembalikan ke posisi asal-mula, memaafkan atau meminta maaf, berterima kasih karena diberi sesuatu. Mengembalikan apresiasi, misalnya “Dokter, terima kasih, baru dokter pegang saja sudah lebih dari separoh penyakitku sembuh,” kata pasien dengan wajah serius. “Wah, mari kita kembalikan terima kasih anda kepada Tuhan YME, alhamdulillah atau haleluya puji Tuhan, Dialah sesungguhnya yang menyembuhkannya, para dokter hanya berusaha sesuai kemampuan profesinya,” “Tidak lain karena doa isteri, anak-cucu, petugas kesehatan dan bapak sendiri kepada Tuhan YME, sehingga sembuhnya relatif lebih cepat daripada orang lain dengan penyakit yang sama.” Zeroing ini terasa meringankan jiwa kita sendiri.
Soft skills yang dibahas ini mengajarkannya dengan menggunakan metode role-model tertentu termasuk menggunakan contoh senyata-nyatanya. Perlu disampaikan juga kepada para peserta didik bahwa selalu ada penilaian yang melekat dari keluarga, teman dekat, dan masyarakat serta dari The Force di dalam diri kita masing-masing. Bukankah The Force adalah juga The Pathfinder, Juru Petunjuk Jalan Benar di dalam lubuk hati kita yang terdalam ialah Sang Guru Sejatinya manusia? May TheForce be with us.
Salam kuantum

------------------------------------
*] Pada pendekatan Preventif-Rehabilitasi perlu fokus pada WHO-5= a simple 5-questions of quality of life questionair from WHO; 6MWT= 6 Minutes Walking Test; CPX= Cardiopulmonary Excercise Test; dan HBCR= Home Based Cardiac Rehabilitation sebagai tindak lanjut pasca rawat inap dan perhatian khusus pada Fase I dan II Rehabilitasi Jantung.
+]http://intimanagement.com/2016/11/04/apa-itu-hard-skill-dan-soft-skill/ cited Feb. 9, 2018
1] Pada pendekatan Preventif-Rehabilitasi perlu fokus pada WHO-5= a simple 5-questions of quality of life questionair from WHO; 6MWT= 6 Minutes Walking Test; CPX= Cardio Pulmonary Excercise Test; HBCR= Home Based Cardiac Rehabilitation sebagai tindak lanjut pasca rawat inap dan perhatian pada Fase I dan II Rehabilitasi Jantung.(Heart & Beyond: Re-education is the most valuable task)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar