pita deadline

pita deadline

Sabtu, 26 Oktober 2013

Depresi Pasca Serangan Jantung: Penting!!! dan... Terabaikan..

DEPRESI dan penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan dan ekonomi. Diperkirakan pada tahun 2020 kedua hal ini akan menjadi penyebab utama masalah global. Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa satu dari tiga orang akan mengalami depresi pasca serangan jantung. Di Indonesia belum terdapat data yang menyebutkan seberapa banyak pasien yang mengalami depresi pasca serangan jantung. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya perhatian terhadap keadaan ini khususnya dalam hal pengelolaan pasien pasca serangan jantung.
Gangguan depresi yang dialami pasien pasca serangan jantung berakibat terhadap gangguan proses pemulihan dan pengobatan, sehingga pemulihan menjadi lebih sulit dan lama dan meningkatkan resiko  rawat inap berulang, meskipun faktor resiko penyakit jantung lainnya telah ditangani dengan baik. Depresi pasca serangan jantung juga meningkatkan resiko kematian hampir 3x lipat. Depresi juga berhubungan dengan rendahnya kualitas hidup, terbatasnya aktivitas fisik, dan tingginya biaya pengobatan pasca serangan jantung. Guidelines ESC CVD prevention 2012 dan ACC/AHA secondary prevention 2012 merekomendasikan skreening dan pengelolaan depresi sebagai suatu tindakan prevensi yang penting (class IIa, LoE : A).
Tidak sulit untuk mengenali gejala-gejala depresi. Berbagai gejala depresi yang mudah dikenali diantaranya seperti:                 
  1. Merasa sedih atau sering menangis, kadang tanpa sebab yang jelas.
  2. Hilang atau turunnya motivasi dan gairah hidup dalam aktivitas sehari-hari
  3. Perubahan nafsu makan (makin besar atau hilang) dan perubahan berat badan (bertambah atau berkurang)
  4. Mudah tersinggung
  5. Merasa gelisah dan tak berguna
  6. Sulit berkonsentrasi
  7. Porsi tidur yang berlebihan atau bahkan menjadi sulit tidur
  8. Perasaan ingin bunuh diri.

Pasien dengan gangguan depresi biasanya mempunyai satu atau beberapa gejala tersebut, berlangsung hampir setiap hari selama 2 minggu atau lebih. Orang yang rentan terhadap depresi pasca serangan jantung diantaranya adalah:
  1. Kaum wanita
  2. Mereka yang sebelumnya suka menyendiri dengan hubungan sosial kemasyarakatan
  3. Mereka yang pernah mengalami depresi sebelumnya. Biasanya karena adanya tekanan ekonomi, tidak mempunyai pekerjaan, merasa rendah diri, dll.
  4. Mereka yang kurang mendapat dukungan emosi dari keluarga atau lingkungan sosial.
Oleh karena itu, skreening awal dapat diprioritaskan pada orang-orang tersebut.
Depresi dapat disembuhkan dengan berbagai intervensi psikososial, obat-obatan, program rehabilitasi maupun kombinasi antara ketiganya. Intervensi psikososial bertujuan untuk melawan stres psikososial dan meningkatkan kebiasaan hidup sehat. Intervensi dapat berupa konseling secara pribadi maupun berkumpul dengan kelompok yang memiliki faktor resiko dan keadaan sakit yang sama. Kegiatan konseling dapat membantu untuk mengenali dan mencegah pikiran-pikiran negatif lalu menggantikannya dengan pikiran-pikiran yang logis dan positif. Aktivitas fisik dan berkumpul dengan lingkungan sosial juga mempunyai peranan penting. Pikiran akan menjadi lebih baik bila sibuk dengan kegiatan yang menyenangkan ataupun melibatkan diri dalam kegiatan yang bersifat fun activities. Meningkatkan interaksi dengan orang lain serta berolahraga ringan dapat membuat anda merasa lebih baik dan termotivasi. Obat antidepresan yang dianggap efektif dan aman dapat digunakan yaitu selective serotonin re-uptake inhibitor (SSRI). Program rehabilitasi pasca serangan jantung akan memberikan manfaat tidak hanya dari segi perbaikan fisik tetapi juga memperbaiki kondisi mental dan mengendalikan depresi. Konsultasi dengan dokter spesialis jantung tentang jenis dan macam aktifitas atau olahraga yang tepat adalah penting.

Kesimpulan
Skreening dan pengelolaan depresi pasca serangan jantung, khususnya di Indonesia belum banyak mendapat perhatian. Acapkali pengelolaan penyakit jantung hanya terfokus kepada medika mentosa. Padahal, pengelolaan depresi menjadi salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan, tidak hanya untuk meningkatkan kualitas hidup, tetapi juga mengurangi resiko rawat inap berulang bahkan kematian. Kesadaran masyarakat yang masih kurang turut berperan serta dalam hal belum optimalnya pengelolaan terhadap depresi pasca serangan jantung. Masih banyak yang beranggapan bahwa konsultasi dengan spesialis kedokteran jiwa ataupun psikiatri merupakan hal yang tabu. Oleh karena itu, skreening dan pengelolaan depresi pada pasien pasca serangan jantung harus dilakukan secara multidisipliner, tidak hanya melibatkan paramedis, tetapi juga dorongan dari lingkungan sekitar terutama keluarga.
Tahukah anda?
  1. Keadaan depresi dapat ditemukan sebanyak 20% dari keseluruhan pasien dengan penyakit kardiovaskular.
  2. Keadaan depresi ditambah dengan berbagai kondisi penyakit kronis lainnya (termasuk penyakit kardiovaskular) dapat meningkatkan resiko hilangnya konsentrasi, tidak masuk atau berhenti dari pekerjaan sebanyak 2x lipat.
  3. Stres dapat menyebabkan tingginya tekanan darah dan gangguan irama jan-tung.
  4. Stres yang berkepanjangan akan meningkatkan aktivitas platelet, disfungsi endotel, menurunkan heart rate variability, dan meningkatkan aktivitas marker proinflamasi (seperti C-reactive protein) sehingga resiko penyakit kardiovaskular meningkat.
  5. Pasien dengan depresi pasca serangan jantung meningkatkan resiko kematian 5x lebih tinggi dalam 6 bulan dibanding pasien tanpa depresi. Dalam 18 bulan, kematian akibat penyakit jantung pada pasien depresi mencapai 20% (vs 3%) dibanding tanpa depresi
  6. Bagi yang tidak memilki penyakit jantung, depresi dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan terjadinya penyakit jantung koroner (73% lebih besar pada wanita, dan 71% lebih besar pada pria dibanding tanpa depresi).

M. Iqbal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar