Ibu D. Bustanil Arifin, Prof. Ganesja M. Harimurti, Dr. Hananto Andriantoro dan
Prof. Asikin Hanafiah berpose di depan Patung Alm. Dr. Sukaman.
Tetapi kepadatan acara dan ketegangan itu tidak terlalu terasa karena tersiram oleh lagu-lagu merdu penuh harmoni dari alunan Paduan Suara dengan konduktornya yang penuh dedikasi terhadap jenis seni suara ini, Dr. Radityo “Karajan” Putro, SpJP, FIHA. Empat kelompok warna suara dasar paduan tersebut sering berperan sebagai melody utama. Alunan fokal-natural akibat bergetarnya pita-pita suara manusia ini diiringi oleh berbagai warna bunyi seperti string, gesek, perkusi, genderang, dan alat-alat tiup yang dibunyikan sebagai rythm-nya dari organ profesional telah membuat hati menjadi sejuk-dingin tidak lain karena harmony-kolektifnya.
Acara ini dimulai dengan pidato Prof. Ganesja M. Harimurti yang menerangkan bahwa profesi kedokteran mengedepankan kejujuran yang diletakkan dalam posisi yang tertinggi. Kejujuran ini berujung pada rasa menghargai peranan Dr. Sukaman sebagai the founding father kardiovaskular di Indonesia yang selama ini terlupakan oleh kita semua. Oleh karena itu, secara diam-diam ibu ketua departemen tersebut mengutarakan niatnya untuk membuat patung kenang-kenangan di depan pintu masuk RS. Jantung Harapan Kita, yang diamini oleh Direktur Utama-nya. Kemudian beliau menugaskan KoAdminKu-nya yang istimewa untuk membuka kemungkinan itu.
Tahap selanjutnya adalah kerja keras Dr.dr. Ismoyo Sunu SpJP, yang di dalam dunia pewayangan berperan sebagai tokoh Begawan Ismoyo yang bijak mencarikan “empu” Fadjar dari NewYork (-arto) alias Ngayogyokarto Hadiningrat, Yogyakarta, tempat bermukimnya banyak budayawan yang mumpuni di bidangnya. “Eyang” Fadjar adalah termasuk orang yang sangat paham dalam seni membuat patung orang-orang terkenal di Indonesia.
Pada siang itu, Ibu KaDep memohon kepada yang berwenang yaitu Menteri Kesehatan agar rumah sakit ini seyogyanya diberi nama RS. Dr. Sukaman. Sekaligus menghimbau Direktur Utama untuk meneruskan permohonan ini kepada yang berwenang. Singkat kata, pada giliran pidatonya Dr. Hananto Andriantoro SpJP, FIHA, Dirut RSJPDHK, sangat mendukung gagasan tersebut untuk diteruskan ke atasannya yang bersangkutan. Dr. Hananto juga nantinya menjelaskan bahwa akreditasi rumah sakit akan terus berlanjut menuju akreditasi internasional sesuai dengan tuntutan jaman. Kita semua harus bersama-sama mengerahkan tenaga dan pikiran mensukses-kan visi dan misi rumah sakit sesuai dengan jadwal waktunya. Dirut juga berjanji bahwa rumah sakit ini akan dijadikan Home Sweet Home-nya Departemen Kardiologi FKUI.
Ibu D. Bustanil Arifin dalam pidatonya tentang rumah sakit ini menceritakan tentang peranan seorang pasien jantung, Yance Lim yang telah berhasil dioperasi jantungnya oleh Dr. M.E. DeBakey, ahli bedah jantung dari Bailor College, Houston, USA. Pasien tersebut dapat membawa ahli bedah jantung dunia tadi berkunjung ke Indonesia. Pada gilirannya menghadap Bapak Presiden RI dan Ibu Tien Soeharto didampingi Dr. Soewardjono Menteri Kesehatan dan Ibu Bustanil Arifin. Di sinilah Dr. DeBakey menjelaskan perlunya bangsa Indonesia juga memiliki sebuah rumah sakit jantung dengan prototipenya adalah The Methodist Hospital di Houston tetapi kekurangan-kekurangan yang ada di rumah sakit tersebut harus diidentifikasi dan diperbaiki untuk rumah sakit jantung di Indonesia.
Dr. M. Sidik sebagai wakil Dekan FKUI menjelaskan bahwa Depatemen ini adalah merupakan departemen yang tervaforit di FKUI sebagai tempat pendidikan kedokteran sekaligus peningkatan peminatnya untuk studi lanjut sangat nyata. Departemen ini telah menunjukkan elan vitale-nya dengan menghargai Dr. Sukaman sebagai pahlawannya. Beliau mensitir kata-kata Soekarno: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa-jasa para pahlawannya” dan itu telah nyata dibuktikan oleh Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI.
Pada acara Serah Terima Sertifikat Akreditasi dari Prof. Harmani Kalim, Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah kepada Prof. Ganesja M. Harimurti; Kepala Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI/PJNHK, Prof. Harmani memuji kinerja Departemen yang dalam hal ini dimotori oleh Dr. Poppy S. Roebiono yang telah dibantu oleh 18 Staf departemen dan 20 PPDS yang telah menghabiskan kira-kira 3000 jam kerja. Apabila 1 jam kerja diberi upah 10 USD (tarif minimum untuk pekerja umum, profesional taripnya tentu saja lebih tinggi) seperti di negerinya Paman Obama, maka paling sedikit harus disiapkan dana 30.000 USD untuk setiap pekerja, wow betapa besarnya sumbangan mereka yang berperanan di situ.
Akreditasi dengan nilai A ini tidak mudah dicapai untuk sentra pendidikan mana saja di Indonesia karena harus mendapatkan nilai diatas 80 untuk masing-masing dari 9 standar penilaian, oleh karena itu Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI dapat dipakai sebagai National Benchmark, semoga di tahun 2016 mampu mencapai lembaga pendidikan yang berkelas dunia.
Sementara itu, alunan paduan suara yang mempesona itu sesekali membuat merinding juga, bahkan bergetar saat dentuman genderang pada penggalan lagu Indonesia Raya. Terasa keindahannya paduan suara tersebut berhasil menyentuh dimensi ke-3 jiwa yang dalam, setidaknya menurut pandangan Kardiologi Kuantum, pengamat mind and spirit dibidang kardiovaskular dengan pandangannya yang holistik-ekliktik, memilih yang terbaik dari suatu keseluruhan. Tidaklah heran kalau Sang Konduktor mendapat kecupan sayang di pipinya dari KaDep yang cantik dan murah senyum dipenggal waktu itu dan nyaris mendapat standing ovation karena penampilannya yang sangat prima! Sic.
Prof. Dr.dr. H. Idris Idham, SpJP(K), FIHA, FESH, FACC, FASCC, mungkin karena panjangnya gelar, beliau sangat pede dan gagah berani presentasi tanpa dikawal ketat oleh moderator dan time keeper yang disiplin, justru di situlah penampilannya sangat prima dalam memperkenalkan “kehadiran” Si Bintang Kembar telmisartan + amlodipin dengan empat kemasannya yang istimewa itu kata narasumber.
Pertanyaan dari ‘moderator’ kepada prinsipalnya pasca acara, mengapa bintang-kembar? yang dijawab oleh narasumber yang selalu tersenyum itu bahwa Bintang Kembar mengandung bintang-bintang di kelasnya yaitu amlodipin dan telmisartan, keduanya berpadu dalam melodi penuh harmoni di dalam sebuah kemasan obat. Kekurangan amlodipin diisi dengan kelebihan telmisartan dan “mahal”-nya harga telmisartan dikurangi dengan di-”gratis”-kannya harga amlodipin, inilah makna sebuah harmoni agar pasien dapat beradaptasi dengan harga obat yang terjangkau untuk menjamin kontinuitas kesehatannya. Diskusi post-marketing ini pasti dalam suasanya ecstasy (thrills of the heart) akibat kenikmatan musik yang masih menggema secara kolektif dalam dimensi-3 tersebut sehingga mempengaruhi kinerja cipta, penalaran dan pengertian angan-angan manusia sebagai sentra vitalitas utama dalam jiwanya.
Prof. Idris telah gamblang menjelaskan pada monoterapi amlodipin bisa terjadi pembengkakan kaki pasien karena pelebaran arterinya tidak diikuti dengan pelebaran vena sehingga cairan venanya merembes keluar pembuluh. Pada kombinasi amlodipin dan telmisartan peristiwa pembengkakan kaki itu tidak terjadi karena pelebaran arteri yang menurunkan tekanan darah itu diikuti dengan pelebaran sistim venanya sekaligus meningkatkan kinerjanya sebagai obat anti hipertensi.
Foto barisan atas: Prof. Ganesja M. Harimurti, Ibu D. Bustanil Arifin dan Dr. M. Sidik
Foto barisan bawah: Dr. Hananto Andriantoro, Prof. Dr.dr. H. Idris Idham dan Prof. Harmani Kalim.
Budhi Setianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar