pita deadline

pita deadline

Senin, 18 September 2017

Asmiha 2017: Upaya Mengatasi Tantangan "Universal Health Coverage"

Sejak Perki berdiri pada 1957 hingga sekarang, tetap konsisten mengatasi penyakit jantung dan pembuluh darah mulai dari fetal hingga geriatric. Suatu sistem pelayanan kesehatan terpadu sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia.


UNIVERSIAL Health Coverage, itulah yang menjadi tantangan dan pemikiran para tokoh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Hal itu tercetus dalam sambutan yang diberikan Ketua PERKI DR Dr Ismoyo Sunu, SpJP(K), FIHA, FAsCC, dalam acara tahunan ilmiah Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association (Asmiha). Tahun ini, Asmiha 2017 dihelat pada tanggal 20-23 April di Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta dengan mengambil tema "Pendekatan Multi Disipliner untuk Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Semua Tingkatan Layanan Kesehatan".
Asmiha ke-26 ini dihadiri oleh sekitar 1.800 profesional kesehatan. Acara ini juga menampilkan berbagai pencapaian di bidang kardiovaskular, seperti bidang pencegahan, juga kemajuan teknologi kesehatan dan penelitian. Banyak materi yang dibahas, seperti acute cardiac practice, gagal jantung, prevensi kardiovaskular, hipertensi, sindrom kardiometabolik, bedah dan masih banyak lagi. Perhelatan Asmiha diharapkan dapat merangsang ide-ide penelitian bagi para profesional kesehatan.
"Pelayanan kardiovaskular di Indonesia saat ini menghadapi tantangan dalam era Universal Coverage. Dokter dituntut agar dapat bekerja dalam system sehingga dapat membantu Pemerintah dalam control kualitas dan biaya kesehatan masyarakat," tutur Ismoyo Sunu.
Di sisi lain, lanjut Ismoyo, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai sebuah milestone pelayanan kesehatan Indonesia, berperan penting dalam upaya pengobatan kardiovaskular yang luas di masyarakat. Sehingga bukan hanya penyakit kardiovaskular yang ringan saja tetapi juga banyak terdiagnosis penyakit gagal jantung lanjut, penyakit iskemik miokard lanjut dan penyakit vaskuler peripheral.
"Fakta ini, semakin memperkuat komitmen PERKI untuk terus meng-update ilmu pengetahuan kardiovaskular bagi para dokter di Indonesia melalui penyelenggaraan Asmiha tiap tahunnya. Sejak berdirinya PERKI pada 1957 hingga sekarang, perhimpunan ini tetap konsisten dalam mengatasi secara optimal masalah penyakit jantung dan pembuluh darah mulai dari fetal hingga geriatric," kata Ismoyo.
Hal itu juga yang ditekankan DR. Dr. Anwar Santoso, SpJP(K), FIHA, FAsCC, FESC, FACC, FICA, Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah PERKI. Anwar mengutip data Riskesdas 2013. Di sana disebutkan angka kematian paling tinggi pada penyakit cerebrovaskular atau stroke sebanyak 27%, diikuti oleh hipertensi, penyakit jantung iskemik, diabetes, dan penyakit paru. Itu semua masuk kedalam kategori penyakit tidak menular yang berada di angka 60-65%.
"Jika tidak dilakukan upaya pencegahan pada penyakit­penyakit ini, maka negara ataupun masyarakat akan menanggung beban pembiayaan pengobatan. Di negara yang sudah maju, prevalensi dan faktor risiko penyakit kardiovaskular menurun, tetapi untuk negara yang masih berkembang malah meningkat. Sayangnya negara berkembang memiliki anggaran kesehatan yang lebih sedikit dibandingkan negara maju," katanya.
Sebab itulah kemudian, Anwar menyatakan Indonesia memerlukan sistem pelayanan kesehatan terintegrasi khususnya untuk penyakit kardiovaskular. Pelayanan terintegrasi maksudnya adalah pelayanan yang komprehensif, yang dimulai pada Sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang terdiri dari Strata Layanan Primer (Puskesmas atau Klinik Pratama), Sekunder (RS kelas C dan D), maupun Layanan Tersier (RS Kelas A dan B).
"Dalam sistem yang terintegrasi jika pasien dari layanan primer tidak bisa ditangani, ia tidak bisa langsung dirujuk ke layanan tersier, pasien harus melalui layanan sekunder terlebih dahulu. Seharusnya 75% masalah penyakit jantung dan pembuluh darah dapat diselesaikan di layanan primer, lalu selebihnya jumlah 25% bisa dirujuk ke layanan sekunder dan tersier. Masyarakat harus mendapatkan program kesehatan, pengobatan dalam konteks rawat jalan atau rawat inap. Namun, yang lebih penting dari itu adalah kegiatan pencegahan penyakit," kata Anwar.
Sayangnya, menurut Anwar, pelaksanaan sistem terintegrasi saat ini masih menemui beberapa kendala yang muncul dari 3 aspek, yaitu masyarakat atau pasien, dokter dan sistem kesehatan. Di kalangan masyarakat atau pasien, pada umumnya kepedulian masyarakat masih rendah terhadap penyakit kardiovaskular, mengenai dampaknya, kurang paham terhadap faktor risiko dan cara pencegahannya. "Salah satu cara menangani masalah tersebut, yaitu dengan cara mengadakan edukasi terus menerus," katanya lagi.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar