Diterjemahkan dari heartwire oleh Arindya Rezeky
PENYAKIT arteri koroner nonobstruktif berhubungan dengan peningkatan risiko infark miokard dalam 1 (satu) tahun dibandingkan dengan individu tanpa adanya gangguan koroner, berdasarkan hasil analisis besar yang dilakukan pada pasien di sistem kesehatan Veteran Affairs (VA).
Beberapa peneliti juga melakukan obsevasi secara progresif bahwa terdapat angka yang lebih tinggi pada individu yang mengalami infark dengan penyakit arteri koroner nonobstruktif pada satu, dua, atau tiga pembuluh darah, hal tersebut menunjukkan bahwa setelah pemeriksaan dasar karakteristik pasien, penyakit koroner nonobstruktif berkaitan dengan peningkatan risiko infark miokard secara signifikan dalam 1 tahun dibandingkan pasien tanpa penyakit arteri koroner.
Ketua peneliti dr. Thomas Maddox (Pusat Medis Denver VA, CO) mengatakan bahwa hasil tersebut berbanding lurus dengan dasar biologis dari penyakit arteri koroner dan konsisten dengan studi biologik sebelumnya yang mengatakan bahwa mayoritas kejadian infark miokard berkaitan dengan stenosis nonobstruktif.
Beliau mengatakan bahwa ketika klinisi melakukan angiografi koroner, fokus pada umumnya adalah melihat penyakit obstruktif untuk menentukan penyebab angina dan untuk menentukan apakah pasien merupakan kandidat untuk dilakukan PCI elektif. Namun, menurut Maddox hal ini menjadi suatu “pesan” penting yang disampaikan untuk kardiologis, dokter layanan primer, atau pasien yang dilakukan angiogram koroner dengan hasil hanya stenosis nonobstruktif.
Untuk pasien-pasien ini, “Memang benar bahwa stenosis nonobstruktif mungkin tidak menyebabkan nyeri dada dan mungkin anda bukan kandidat untuk dilakukan PCI, tapi itu bukan berarti anda baik-baik saja”, kata Maddox. “Hanya saja anda tidak perlu PCI pada saat itu. Hal yang anda butuhkan adalah pencegahan farmakoterapi dengan statin dan aspirin. Jika anda perokok, berhentilah merokok. Semua gaya hidup sehat yang kita tahu dapat membantu”
Studi ini dipublikasikan pada 5 November 2014 oleh Journal of the American Medical Association.
Analisi Besar dari VA Healthcare Database
Peneliti-peneliti mengumpulkan data penyakit nonobstruktif setelah adanya program Clinical Assessment, Reporting, and Tracking (CART) VA. Program CART merekam data anatomik dari seluruh angiogram koroner dan menelusuri hasil longitudinal.
Studi termasuk 37.674 individu yang menjalani angiografi elektif untuk penyakit arteri korner pada tahun 2007-2012. Semua pasien tidak ada yang terdiagnosis memliki gangguan arteri korener sebelumnya. Lebih dari setengah pasien pada studi memiliki penyakit arteri koroner obstruktif (55.4%), sementara 22.3% memiliki penyakit nonobstruktif. Penyakit arteri koroner nonobstruktif adalah terdapat satu atau lebih stenosis ≥ 20% tapi <70%. Penyakit arteri koroner obstruktif adalah terdapat stenosis ≥ 70%, atau ≥ 50% jika stenosis terjadi pada left main coronary artery (LMCA).
“Kami melihat banyak dari penyakit arteri koroner nonobstruktif pada populasi kateter —pada data kami seperempat pasien— dan saya pikir semua orang sadar, berdasarkan biologis penyakit koroner, hal ini dapat berujung terhadap infark miokard dan kematian,” ucap Maddox terhadap heartwire. “Akan tetapi, tidak ada yang meneliti hal ini karena banyaknya formulir registrasi pada lab kateterisasi, dengan cara mereka dikumpukan, termasuk pasien yang hanya memiliki bukti adanya penyakit obstruktif. Hasilnya adalah kita buta terhadap hasil pada populasi ini”
Dalam analisis mereka, terjadinya infark miokard dalam 1 tahun, angka kejadian adalah 0.11% tanpa penyakit arteri korener, 0.24% dengan penyakit arteri koroner nonobstruktif satu pembuluh darah, 0.56% dengan penyakit arteri koroner nonobstruktif dua pembuluh darah, dan 0.59% dengan penyakit arteri koroner nonobstruktif tiga pembuluh darah. Angka terjadinya infark juga meningkat secara progresif pada individu dengan penyakit arteri korner obstruktif pada satu, dua dan tiga pembuluh darah (atau LMCA)
Berdasarkan mortalitas, angka juga menunjukkan peningkatan secara progresif pada tipe penyakit arteri koroner dan luasnya. Pada pasien tanpa adanya penyakit arteri koroner, mortalitas dalam 1 tahun adalah 1.38%, dimana individu dengan gangguan atteri koroner nonobstruktif pada satu, dua, atau tiga pembuluh darah, angka mortalitas dalam 1 tahun adalah 2.02%, 1.50%, dan 2.72%. Pada suatu model multivariat, hanya penyakit arteri koroner nonobstruktif dengan tiga pembuluh darah yang berkaitan dengan peningkatan risiko mortalitas dalam 1 tahun.
Risiko terjadinya infark miokard dalam 1 tahun, sama halnya dengan risiko mortalitas, yaitu terdapat peningkatan secara progresif pada penyakit arteri koroner yang luas daripada peningkatan tiba-tiba antara nonobstruktif dan obstruktif. Hasil tersebut “menunjukkan adanya keterbatasan dari karakteristik dikotom pada penyakit arteri koroner dari angiografi menjadi obstruktif dan nonobstruktif untuk memprediksi infark”
Terhadap heartwire, Maddox, seorang preventif karodiologis, mengatakan bahwa ketika beliau menerima hasil kateter yang menunjukkan adanya penyakit nonobstruktif, beliau akan mengatakan pada pasiennya “ada hal yang harus dilakukan” dan pasien tersebut memiliki suatu penyakit yang perlahan tumbuh. “Suatu hari anda akan memiliki stent atau suatu hari anda akan mengalami nyeri dada yang berkaitan dengan hal tersebut”, katanya, “Dan bahkan hari ini, anda dapat menderita serangan jantung, jadi mari kita mencari cara untuk menurunkan risiko tersebut” Pada tahap selanjutnya, Maddox mengatakan bahwa hasil ini harus dikonfirmasi ulang pada pasien wanita (karena hampir 98% pada populasi VA adalah pria), walaupun beliau tidak meyakini bahwa proses biologis penyakit arteri koroner akan jauh berbeda dan penyakit arter koroner nonobstruktif hampir memiliki risiko infark yang sama. Beliau juga ingin adanya studi-studi —dengan modifikasi gaya hidup atau intervensi obat— yang diberikan terhadap pasien dengan penyakit nonobstruktif untuk menentukan apakah intervensi ini dapat mengurangi risiko infark miokard.*
PENYAKIT arteri koroner nonobstruktif berhubungan dengan peningkatan risiko infark miokard dalam 1 (satu) tahun dibandingkan dengan individu tanpa adanya gangguan koroner, berdasarkan hasil analisis besar yang dilakukan pada pasien di sistem kesehatan Veteran Affairs (VA).
Beberapa peneliti juga melakukan obsevasi secara progresif bahwa terdapat angka yang lebih tinggi pada individu yang mengalami infark dengan penyakit arteri koroner nonobstruktif pada satu, dua, atau tiga pembuluh darah, hal tersebut menunjukkan bahwa setelah pemeriksaan dasar karakteristik pasien, penyakit koroner nonobstruktif berkaitan dengan peningkatan risiko infark miokard secara signifikan dalam 1 tahun dibandingkan pasien tanpa penyakit arteri koroner.
Ketua peneliti dr. Thomas Maddox (Pusat Medis Denver VA, CO) mengatakan bahwa hasil tersebut berbanding lurus dengan dasar biologis dari penyakit arteri koroner dan konsisten dengan studi biologik sebelumnya yang mengatakan bahwa mayoritas kejadian infark miokard berkaitan dengan stenosis nonobstruktif.
Beliau mengatakan bahwa ketika klinisi melakukan angiografi koroner, fokus pada umumnya adalah melihat penyakit obstruktif untuk menentukan penyebab angina dan untuk menentukan apakah pasien merupakan kandidat untuk dilakukan PCI elektif. Namun, menurut Maddox hal ini menjadi suatu “pesan” penting yang disampaikan untuk kardiologis, dokter layanan primer, atau pasien yang dilakukan angiogram koroner dengan hasil hanya stenosis nonobstruktif.
Untuk pasien-pasien ini, “Memang benar bahwa stenosis nonobstruktif mungkin tidak menyebabkan nyeri dada dan mungkin anda bukan kandidat untuk dilakukan PCI, tapi itu bukan berarti anda baik-baik saja”, kata Maddox. “Hanya saja anda tidak perlu PCI pada saat itu. Hal yang anda butuhkan adalah pencegahan farmakoterapi dengan statin dan aspirin. Jika anda perokok, berhentilah merokok. Semua gaya hidup sehat yang kita tahu dapat membantu”
Studi ini dipublikasikan pada 5 November 2014 oleh Journal of the American Medical Association.
Analisi Besar dari VA Healthcare Database
Peneliti-peneliti mengumpulkan data penyakit nonobstruktif setelah adanya program Clinical Assessment, Reporting, and Tracking (CART) VA. Program CART merekam data anatomik dari seluruh angiogram koroner dan menelusuri hasil longitudinal.
Studi termasuk 37.674 individu yang menjalani angiografi elektif untuk penyakit arteri korner pada tahun 2007-2012. Semua pasien tidak ada yang terdiagnosis memliki gangguan arteri korener sebelumnya. Lebih dari setengah pasien pada studi memiliki penyakit arteri koroner obstruktif (55.4%), sementara 22.3% memiliki penyakit nonobstruktif. Penyakit arteri koroner nonobstruktif adalah terdapat satu atau lebih stenosis ≥ 20% tapi <70%. Penyakit arteri koroner obstruktif adalah terdapat stenosis ≥ 70%, atau ≥ 50% jika stenosis terjadi pada left main coronary artery (LMCA).
“Kami melihat banyak dari penyakit arteri koroner nonobstruktif pada populasi kateter —pada data kami seperempat pasien— dan saya pikir semua orang sadar, berdasarkan biologis penyakit koroner, hal ini dapat berujung terhadap infark miokard dan kematian,” ucap Maddox terhadap heartwire. “Akan tetapi, tidak ada yang meneliti hal ini karena banyaknya formulir registrasi pada lab kateterisasi, dengan cara mereka dikumpukan, termasuk pasien yang hanya memiliki bukti adanya penyakit obstruktif. Hasilnya adalah kita buta terhadap hasil pada populasi ini”
Dalam analisis mereka, terjadinya infark miokard dalam 1 tahun, angka kejadian adalah 0.11% tanpa penyakit arteri korener, 0.24% dengan penyakit arteri koroner nonobstruktif satu pembuluh darah, 0.56% dengan penyakit arteri koroner nonobstruktif dua pembuluh darah, dan 0.59% dengan penyakit arteri koroner nonobstruktif tiga pembuluh darah. Angka terjadinya infark juga meningkat secara progresif pada individu dengan penyakit arteri korner obstruktif pada satu, dua dan tiga pembuluh darah (atau LMCA)
Berdasarkan mortalitas, angka juga menunjukkan peningkatan secara progresif pada tipe penyakit arteri koroner dan luasnya. Pada pasien tanpa adanya penyakit arteri koroner, mortalitas dalam 1 tahun adalah 1.38%, dimana individu dengan gangguan atteri koroner nonobstruktif pada satu, dua, atau tiga pembuluh darah, angka mortalitas dalam 1 tahun adalah 2.02%, 1.50%, dan 2.72%. Pada suatu model multivariat, hanya penyakit arteri koroner nonobstruktif dengan tiga pembuluh darah yang berkaitan dengan peningkatan risiko mortalitas dalam 1 tahun.
Risiko terjadinya infark miokard dalam 1 tahun, sama halnya dengan risiko mortalitas, yaitu terdapat peningkatan secara progresif pada penyakit arteri koroner yang luas daripada peningkatan tiba-tiba antara nonobstruktif dan obstruktif. Hasil tersebut “menunjukkan adanya keterbatasan dari karakteristik dikotom pada penyakit arteri koroner dari angiografi menjadi obstruktif dan nonobstruktif untuk memprediksi infark”
Terhadap heartwire, Maddox, seorang preventif karodiologis, mengatakan bahwa ketika beliau menerima hasil kateter yang menunjukkan adanya penyakit nonobstruktif, beliau akan mengatakan pada pasiennya “ada hal yang harus dilakukan” dan pasien tersebut memiliki suatu penyakit yang perlahan tumbuh. “Suatu hari anda akan memiliki stent atau suatu hari anda akan mengalami nyeri dada yang berkaitan dengan hal tersebut”, katanya, “Dan bahkan hari ini, anda dapat menderita serangan jantung, jadi mari kita mencari cara untuk menurunkan risiko tersebut” Pada tahap selanjutnya, Maddox mengatakan bahwa hasil ini harus dikonfirmasi ulang pada pasien wanita (karena hampir 98% pada populasi VA adalah pria), walaupun beliau tidak meyakini bahwa proses biologis penyakit arteri koroner akan jauh berbeda dan penyakit arter koroner nonobstruktif hampir memiliki risiko infark yang sama. Beliau juga ingin adanya studi-studi —dengan modifikasi gaya hidup atau intervensi obat— yang diberikan terhadap pasien dengan penyakit nonobstruktif untuk menentukan apakah intervensi ini dapat mengurangi risiko infark miokard.*
Michael O'Riordan