pita deadline

pita deadline

Rabu, 18 September 2013

Efek Penghambat Beta Nonselektif pada Pasien dengan Regurgitasi Mitral Organik Kronik

TERDAPAT lebih dari lima juta pasien yang mengalami regurgitasi katup moderat sampai berat di Amerika Serikat. Studi Framingham menyebutkan prevalens regurgitasi mitral (MR) meningkat 1.3 kali lipat tiap dekade. Hal ini perlu diantisipasi bahwa prevalens MR akan terus meningkat di masa depan karena berkembang pesatnya populasi usia tua di Amerika Serikat dan seluruh dunia.
Intervensi bedah yang dilakukan dini pada MR organik kronik telah dilakukan di tahun-tahun sekarang, terutama ketika perbaikan katup mitral nampaknya memperlihatkan hasil yang baik. Walau demikian, kebanyakan pasien dengan MR kronik akan menjalankan intervensi bedah. Sebagai contoh, terdapat 500.000 pasien yang pulang dari rumah sakit dengan diagnosis penyakit katup mitral setiap tahunnya di Amerika Serikat, tetapi hanya 18.000 pasien (3.6%) yang menjalani operasi katup mitral setiap tahunnya.
Terdapat debat yang terus menerus  mengenai strategi manajemen yang optimal untuk pasien asimptomatis dengan MR kronik dan fungsi ventrikel yang normal, terutama ketika perbaikan katup mitral tidak dapat dilakukan atau terdapat komordibiditas yang signifikan. Sehingga, para klnisi telah lama menekuni temuan terapi non bedah untuk MR kronik. Obat tradisional untuk pengobatan penyakit gagal jantung, termasuk vasodilator dan penghambat enzim pengkonversi angiotensin telah dicoba. Walau terapi ini mungkin mempunyai efek akut yang baik terhadap MR, tetapi tidak memberikan hasil yang menjanjikan pada beberapa studi jangka panjang.
Studi observasional klinis yang kecil memperlihatkan carvedilol memperbaiki remodeling ventrikel kiri dan mengurangi MR pada pasien gagal jantung yang disebabkan oleh penyakit jantung non katup (penyakit jantung iskemik atau kardiomiopati non iskemik). Studi retrospektif memperlihatkan penghambat beta 1 dapat memperlama angka harapan hidup pasien MR, walau studi ini secara signifikan terbatas karena terdapat banyak faktor perancu.
Karena terapi penghambat beta bermanfaat untuk gagal jantung yang tidak disebabkan oleh MR, hal ini masuk diakal untuk memberikan hipotesis bahwa penghambat beta memiliki efek menguntungkan pada gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh MR organik kronik. Efek menguntungkan tersebut mungkin akan terlihat jika penghambat beta tersebut dimulai pada fase awal sebelum perkembangan yang ireversibel dari disfungsi ventrikel kiri.
Studi dengan hewan uji memperlihatkan penghambat beta dapat memperbaiki fungsi sistolik ventrikel kiri pada MR organik kronik, tetapi efek menguntungkan tersebut pada remodeling ventrikel kiri belumlah jelas. Belum ada studi yang memperlihatkan penghambat beta dapat memperbaiki remodeling ventrikel kiri pada MR organik kronik.
Lebih lanjut, disosiasi antara efek buruk remodeling ventrikel kiri dan perbaikan kontraktilitas miosit kardiak pada percobaan MR yang diobati dengan penghambat beta telah dilaporkan. Disosiasi tersebut menimbulkan kemungkinan patofisiologi yang bertolak belakang karena remodeling ventrikel kiri yang tidak baik sering kali dihubungkan dengan disfungsi ventrikel kiri dan hasil keluaran jangka panjang yang buruk pada semua bentuk gagal jantung kongestif.
Sehingga perlu menentukan apakah efek menguntungkan penghambat beta dapat diperlihatkan jika MR organik kronik diobati pada fase awal sebelum berkembang menjadi difungsi ventrikel kiri dan jika  pengobatan ini dapat berlangsung lama. Ini juga perlu dipertimbangkan apakah remodeling ventrikel kiri dihubungkan dengan terapi penghambat beta memiliki dampak negatif terhadap fungsi ventrikel kiri pada MR organik kronik atau jika terjadi perbaikan awal dari fungsi ventrikel kiri dan kontraktilitas miokard yang diamati pada studi sebelumnya dapat menuju ke arah yang lebih baik pada remodeling ventrikel kiri jika pengobatan tersebut dilakukan pada fase awal dan jangka panjang.
Untuk mengklarifikasi isu penting tersebut, dilakukanlah studi oleh Gao et al. sebagai studi prospektif untuk menentukan efek awal, akhir dan jangka lama penghambat beta pada remodeling ventrikel kiri, fungsi sistolik dan harapan hidup pada hewan uji dengan MR kronik. Hipotesis studi ini menyatakan bahwa apakah carvedilol (penghambat beta non selektif dengan aktivitas alfa 1) yang diberikan awal sebelum terjadinya perkembangan disfungsi sistolik ventrikel kiri dan jangka panjang memiliki efek yang menguntungkan.
Menggunakan 87 tikus dengan MR organik yang signifikan, dirandomisasi dalam kelompok penghambat beta (n = 43) serta kontrol (n = 44). Carvedilol dimulai pada minggu ke dua setelah induksi MR dan diberikan selama 23–35 minggu pada kelompok penghambat beta. Ekokardiografi dilakukan pada saat awal dan minggu ke 2, 6, 12, 24, 30, dan 36 setelah induksi MR.
Setelah 23 minggu diberikan penghambat beta, denyut nadi secara signifikan menurun pada carvedilol (308±25 vs 351 ±31 denyut per menit; p < 0.001). Diastolik akhir ventrikel kiri (2.2±0.7 vs 1.59±0.6 ml; p < 0.001), volum sistolik akhir (0.72±0.42 vs 0.40±0.19 ml; p < 0.001) dan indeks masa (2.40±0.55 vs 2.06±0.62 g/kg; p < 0.001) secara signifikan tinggi, dan fraksi pemendekan ventrikel kiri (33±7% vs 38±7%; p < 0.001) dan fraksi ejeksi (69±11% vs 75±7%; p < 0.001) secara signifikan rendah pada kelompok penghambat beta dibandingkan dengan kontrol.
Tekanan darah sistolik lebih rendah pada kelompok penghambat beta dibandingkan kontrol (114±10 vs 93±12 mmHg; p < 0.005). Kemungkinan harapan hidup secara sgnifikan lebih rendah pada kelompok penghambat beta fase awal dibandingkan kontrol (88% vs 96%; p = 0.03).
Dapat ditarik kesimpulan pemberian penghambat beta non selektif pada saat awal dan jangka panjang dihubungkan dengan remodeling ventrikel kiri yang jelek, disfungsi sistolik dan penurunan harapan hidup pada model hewan uji tikus MR organik. 
(Circ Heart Fail 2013; 6: 756-62)
SL Purwo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar