(untuk baca artikel bagian awalnya, klik disini)
Sebelum
tahun 1962 bedah jantung terbuka dengan mesin dimulai oleh dr.Eri Sudewo dan
dr.Iwan Santoso dengan Tim dari Swedia dan kemudian pada tahun 1968 bedah
jantung terbuka dilakukan kembali dengan bantuan Prof. Sakakibara dari Jepang.
Karena Lembaga Kardiologi Nasional secara operasional hanya bergerak diluar
RSCM, maka pada tanggal 12 Juli 1972, Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan
Prof. dr. Dradjat D Prawiranegara mengeluarkan Surat Keputusan no.
862/P.Kes/D/72 tentang pembentukan Bagian Kardiologi RSCM (sebagai fungsional
dari RS Dr. Cipto Mangunkusumo) dengan tujuan “untuk lebih menertibkan prosedur
kerja serta meningkatkan effisiensi penggunaan fasilitas serta peralatan
kardiologi yang ada didalam RSCM, demi untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat”. Sedangkan Direktur RSCM Prof. Dr. O. Odang diangkat sebagai Kepala
Bagiannya. Pada tanggal 29 Juli 1972, .........
Surat
Keputusan Dirjen Kes nomor 862 tersebut dilampirkan tugas dan tanggung jawab
yang ditandatangani dr. R.Brotoseno Pjs Sekretaris jenderal Depkes, Prof.Dr.
R.O.Odang Direktur RSCM dan Prof.Dr.Mahar Mardjono Dekan FKUI .
Pada
tanggal 12 Agustus 1967, dengan Surat Keputusan nomor 1202/Peg.,Direktur RSCM
menetapkan dr. Sukaman, dr. Lutfi Usman dan dr. Tagor G.M.Siregar diserahkan/
diperbantukan penuh di Lakarnas, walaupun saat itu secara administrative masih
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSCM. Dengan adanya Lakarnas pada tahun 1967,
pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh darah langsung dari dokter
umum di FKUI/RSCM dimulai. Pendidikan Kardiologi pada saat itu mencakup 6 bulan
masing-masing di Bagian Ilmu Kesehatan Anak dan Bagian Ilmu Penyakit Dalam,
sedangkan untuk stase modul penyakit jantung untuk asisten kesehatan anak dan
penyakit dalam, juga dilakukan di Lakarnas, demikian pula pendidikan kardiologi
untuk mahasiswa kedokteran FKUI. Sebelum tahun 1962 bedah jantung terbuka
dengan mesin dimulai oleh dr.Eri Sudewo dan dr.Iwan Santoso dengan Tim dari
Swedia dan kemudian pada tahun 1968 bedah jantung terbuka dilakukan kembali
dengan bantuan Prof. Sakakibara dari Jepang. Karena Lembaga Kardiologi Nasional
secara operasional hanya bergerak diluar RSCM, maka pada tanggal 12 Juli 1972,
Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Prof.dr Dradjat D Prawiranegara
mengeluarkan Surat Keputusan no. 862/P.Kes/D/72 tentang pembentukan Bagian
Kardiologi RSCM (sebagai fungsional dari RS Dr. Cipto Mangunkusumo) dengan
tujuan “untuk lebih menertibkan prosedur kerja serta meningkatkan effisiensi
penggunaan fasilitas serta peralatan kardiologi yang ada didalam RSCM, demi
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat”. Sedangkan Direktur RSCM Prof.
Dr. O. Odangdiangkat sebagai Kepala Bagiannya.
Pembentukan
Bagian Kardiologi ini juga ditentang oleh dr. A Halim (Inspektur Jenderal RSCM)
dan dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSCM/FKUI yang tidak dapat menerima rencana
pembentukan tersebut sehingga peresmian Bagian Kardiologi RSCM yang
direncanakan tanggal 15 Juli 1972 ditangguhkan.
Untuk
penyelesaian dan implementasi lampiran SK Dirjen tersebut, pada tanggal 11
September 1972 dibuat suatu consensus mengenai Bagian Kardiologi RSCM di Ruang
Senat FKUI. Hadir pada pertemuan tersebut Dekan FKUI Prof.Dr.mahar Mardjono,
Direktur RSCM Prof.Dr.Odang, dr. A Halim Irjen RSCM, unsur bagian Ilmu Penyakit
Dalam, bagian ilmu Kesehatan Anak, bagian Bedah dan para kardiolog.
Konsensus
ini diumumkan pada tanggal 14 September 1972 ditandatangani Dekan FKUI dan
Direktur RSCM. Selanjutnya dari consensus tersebut. Pada tanggal 26 September 1972, Dekan FKUI saat itu Prof.Dr.
Rukmono dan Direktur RSCM Prof. Dr. O. Odang mengeluarkan Surat Keputusan
bersama untuk masing-masing yang isinya memberhentikan kedudukannya di Lakarnas
menjadi tim inti di Bagian Kardiologi RSCM.
Sebelum
Bagian Kardiologi RSCM dibentuk, di saat Lakarnas, ada ketidaksepahaman dr.
Iwan Santoso sebaagai Ketua Lakarnas dengan dr. Lie Kioeng Foei, sehingga atas
persetujuan Direktur dr. Lie Kioeng Foei dan dr. Djaka melepaskan diri dari
Lakarnas dan kembali ke Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Sejak saat itulah di RSCM
ada 2(dua) tempat yang secara terpisah melaksanakan pekerjaan yang sama. Karena
hal ini menimbulkan kekacauan dibidang medis tekhnis, timbul pula kesukaran
dalam bidang pendidikan baik pendidikan mahasiswa maupun para dokter yang
sedang dididik menjadi ahli penyakit jantung dan pembuluh darah. Timbul juga
daerah-daerah yang tabu untuk kelompok yang satu maupun yang lain. Mereka tidak
diberikan kesempatan untuk memanfaatkan seluruh fasilitas dan potensi yang ada
dalam lapangan kardiologi.
Pembentukan
Bagian Kardiologi dengan Surat Keputusan Dirjen Pembinaan kesehatan ini secara
defacto organisasi berjalan terus walaupun hari demi hari menuak protes dari
pihak lain yang tidak menyetujuinya. Belum tuntasnya masalah ini persoalan
kardiologi masih “status quo”, namun demikian para pionir kardiolog tidak
bosan dan henti-hentinya untuk memperjuangkan pengembangan ilmu bidang kardiovaskular.
Sementara itu perkembangan upaya pelayanan penyakit jantung dan pembuluh darah
di masyarakat menuntut dihasilkannya lebih banyak lagi kardiolog-kardiolog yang
dihasilkan.
Pada
tanggal 23 Oktober 1972, Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan Surat
Keputusannya no.587/X-AU/72 membentuk PUSAT KARDIOLOGI yang merupakan Unit
Fungsional yang harus mengkoordinir kegiatan kardiologi di Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo, mencakup pelayanan, pendidikan dan penelitian. Namun dalam
usaha mengkoordinir, unit fungsional tersebut mengalami berbagai hambatan dari
pihak lain yang tidak mendukung adanya Pusat kardiologi tersebut. bahkan minta
dicabutnya Surat Keputusan Menteri Kesehatan tersebut.
Sesuai
dengan perkembangnnya para kardiolog di Indonesia, pada tanggal
10-12 Agustus 1974 bertempat di Taman Ismail Marzuki, menyelenggarakan Kongres
Perhimpunan Kardiologi Indonesia Pertama (KOPERKI-I). Kurikulum Pendidikan Ahli
Penyakit Jantung dan Pembuluh darah yang “community oriented” dimantapkan dan
disyahkan dalam Kongres tersebut. Dengan kurikulum ini kemudian lulusan
mendapat pengakuan dari Majelis Dokter Ahli Ikatan Dokter Indonesia (MDA-IDI). Dan
Brevet Kardiolognya dikukuhkan oleh Majelis Dokter Ahli-IDI atas usulan
Perhimpunan Kardiologi Indonesia (PERKI).Tidak selesainya maslah-maslah
Kardiologi di RSCM, dr. Sukaman diwawancara oleh Wartawan Majalah Tempo (lihat
Tempo tanggal 7 September 1974 halaman 22), yang ini mendapat protes dari
Direktur RSCM Prof.Dr. Rukmono untuk tidak lagi mengadakan pemuatan mengenai keadaan
Kardiologi RSCM dalam mass-media.
(BERSAMBUNG)
(untuk baca artikel sambungannya, klik disini)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar