KOMPLIKASI perioperatif tercatat sejumlah 22% pada kematian yang terprediksi, meski dengan teknik operasi dan intervensi anestesi yang terus berkembang pesat. Inflamasi vaskular dan sistemik dikatakan menjadi pemicu penting dalam memediasi terjadinya cardiac event pada perioperatif. Statin yang memiliki efek pleiotropik mulai menjadi isu penting dalam hal meminimalisir keluaran cardiac event yang tidak diinginkan. Namun hasil tersebut hanya terbatas pada mereka dengan operasi bedah jantung dan masih belum ada penelitian lanjutan pada operasi non jantung.
Pada meta-analisis berikut, penulis ingin mengevaluasi efek akut statin pada pasien statin-naïve yaitu mereka yang tidak pernah mendapatkan terapi statin jangka panjang sebelumnya, terhadap kematian perioperatif, infark miokardiak, atrial fibrilasi, dan lama rawat inap di Rumah Sakit (RS) serta di Intensive Care Unit (ICU) pada studi randomisasi terkontrol.
Kriteria pasien inklusi antara lain: (1) studi manusia dengan partisipan di atas atau sama dengan 18 tahun yang menjalani prosedur pembedahan; (2) pasien yang diikutsertakan tidak pernah mendapat terapi statin jangka panjang; (3) studi prospektif dengan menyertakan kelompok control; (4) setidaknya terdapat satu keluaran klinis yang dievaluasi yaitu kematian, infark miokardiak, atrial fibrilasi, dan lama rawat inap di RS dan ICU.
Hasil meta-analisis dari 15 studi randomisasi terkontrol menunjukkan bahwa terapi statin perioperatif mengurangi risiko atrial fibrilasi dan infark miokardiak serta menurunkan lamanya rawat inap di RS pada pasien statin-naïve yang menjalani operasi jantung dan non-jantung. Meskipun, penulis menemukan relevansi klinis yang menunjukkan penurunan kematian, tetapi tidak didapatkan batas yang cukup signifikan. Namun secara keseluruhan studi ini menyatakan terapi statin perioperatif berperan penting dalam intervensi penurunan risiko dalam memperoleh manfaat secara klinis dan ekonomis.
Mekanisme kerja statin tersebut memang masih belum jelas, sehingga berkembang hipotesis baru mengenai hal tersebut. Salah satunya bahwa intervensi operasi memicu berbagai respon inflamasi dan menyebabkan peningkatan jumlah katekolamin dari sistem neuroendokrin sehingga terjadi peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas miokardiak menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen, dan disinilah celah penting dimana risiko cardiac event akan meningkat. Sedangkan statin memodulasi fungsi vaskular untuk berespon terhadap respon natural tersebut dengan meregulasi endothelial nitric oxide synthase sehingga terjadi vasodilatasi arteri koroner dan memperbaiki aliran darah serta ikut meringanakan inflamasi vaskular dan sistemik yang dapat menyebabkan instabilitas plak maupun cardiac event.
Kesimpulan: Terapi statin perioperatif pada operasi jantung dan non-jantung secara signifikan menurunkan risiko infark miokardiak dan atrial fibrilasi serta menurunkan rata-rata durasi hospitalisasi. Hasil ini juga menunjukkan bahwa perlunya aplikasi dan panduan perioperatif yang dimodifikasi agar mendukung peningkatan lebih luas pemberian statin pada pasien yang menjalani operasi. (Archives of Surgery 2012; 147: 181-9)
Pada meta-analisis berikut, penulis ingin mengevaluasi efek akut statin pada pasien statin-naïve yaitu mereka yang tidak pernah mendapatkan terapi statin jangka panjang sebelumnya, terhadap kematian perioperatif, infark miokardiak, atrial fibrilasi, dan lama rawat inap di Rumah Sakit (RS) serta di Intensive Care Unit (ICU) pada studi randomisasi terkontrol.
Kriteria pasien inklusi antara lain: (1) studi manusia dengan partisipan di atas atau sama dengan 18 tahun yang menjalani prosedur pembedahan; (2) pasien yang diikutsertakan tidak pernah mendapat terapi statin jangka panjang; (3) studi prospektif dengan menyertakan kelompok control; (4) setidaknya terdapat satu keluaran klinis yang dievaluasi yaitu kematian, infark miokardiak, atrial fibrilasi, dan lama rawat inap di RS dan ICU.
Hasil meta-analisis dari 15 studi randomisasi terkontrol menunjukkan bahwa terapi statin perioperatif mengurangi risiko atrial fibrilasi dan infark miokardiak serta menurunkan lamanya rawat inap di RS pada pasien statin-naïve yang menjalani operasi jantung dan non-jantung. Meskipun, penulis menemukan relevansi klinis yang menunjukkan penurunan kematian, tetapi tidak didapatkan batas yang cukup signifikan. Namun secara keseluruhan studi ini menyatakan terapi statin perioperatif berperan penting dalam intervensi penurunan risiko dalam memperoleh manfaat secara klinis dan ekonomis.
Mekanisme kerja statin tersebut memang masih belum jelas, sehingga berkembang hipotesis baru mengenai hal tersebut. Salah satunya bahwa intervensi operasi memicu berbagai respon inflamasi dan menyebabkan peningkatan jumlah katekolamin dari sistem neuroendokrin sehingga terjadi peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas miokardiak menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen, dan disinilah celah penting dimana risiko cardiac event akan meningkat. Sedangkan statin memodulasi fungsi vaskular untuk berespon terhadap respon natural tersebut dengan meregulasi endothelial nitric oxide synthase sehingga terjadi vasodilatasi arteri koroner dan memperbaiki aliran darah serta ikut meringanakan inflamasi vaskular dan sistemik yang dapat menyebabkan instabilitas plak maupun cardiac event.
Kesimpulan: Terapi statin perioperatif pada operasi jantung dan non-jantung secara signifikan menurunkan risiko infark miokardiak dan atrial fibrilasi serta menurunkan rata-rata durasi hospitalisasi. Hasil ini juga menunjukkan bahwa perlunya aplikasi dan panduan perioperatif yang dimodifikasi agar mendukung peningkatan lebih luas pemberian statin pada pasien yang menjalani operasi. (Archives of Surgery 2012; 147: 181-9)
BSP/Aprivita Gayatri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar