pita deadline

pita deadline

Rabu, 08 November 2017

Harapan dan Tantangan Kardiovaskular PERKI Banda Aceh

PERKI Aceh mengadakan berbagai kegiatan pembinaan dan layanan kesehatan kepada masyarakat. Mulai dari yang santai, serius hingga ilmiah.


DATA yang ditunjukkan Riskesdas 2013 ini memang layak diwaspadai. Berdasarkan survei wawancara, prevalensi jantung koroner berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5% dan berdasarkan gejala sebesar 1,5%. Nah, hasil prevalensi jantung koroner berdasarkan diagnosis dokter yang tertinggi adalah Sulawesi Tengah yakni sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing- masing sebesar 0,7 %.
Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut gejala yang tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur yakni sebesar 4,4%, kemudian diikuti Sulawesi Tengah sebesar 3,8%, Sulawesi Selatan sebesar 2,9%, dan Sulawesi Barat 2,6%. Prevalensi PJK di Indonesia terlihat meningkat seiring peningkatan umur.
Tak pelak lagi, berdasarkan Riskesdas, kawasan Banda Aceh dapatlah dikategorikan sebagai daerah “rawan serangan jantung”.
Inilah yang menjadi tantangan bagi para anggota dan pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Aceh mengantisipasi dan menekan angka kejadian penyakit jantung.
“Kami menyadari sepenuhnya bahwa hingga saat ini masih begitu banyak permasalahan yang terkait dengan kesehatan jantung dan pembuluh darah di provinsi Aceh,” tutur dr. Muhammad Ridwan, MAppSc, SpJP, FIHA, Ketua PERKI Aceh.
Ridwan menyebutkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular tersebut dibarengi dengan kondisi belum terpenuhinya jumlah ahli jantung yang memadai di tiap-tiap kabupaten/kota di Aceh.
Sebab itulah, lanjut Ridwan, PERKI Banda Aceh ikut bertanggungjawab dalam pengembangan pelayanan dan pendidikan kardiovaskular di Aceh. “Kami terus mengadakan aktivitas berupa meningkatkan peran aktif dengan melaksanakan berbagai kegiatan yang difokuskan pada upaya pengenalan & citivitas diri penyakit kardiovaskular di tengah masyarakat,” katanya.
Mulai dari simposium dan workshop, pelatihan ACLS, pelatihan EKG, Round Table Discussion, pengabdian masyarakat, edukasi kepada masyarakat melalui surat kabar, radio, TVR, menjalin kerjasama dengan beberapa rumah sakit kabupaten/kota, hingga memberikan tausiyah di masjid-masjid.
Peningkatan kemampuan anggota juga menjadi bagian penting dari aktivitas PERKI Aceh. “Tantangan kehadiran dokter-dokter dari kawasan ASEAN dalam rangka penerapan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) masih menjadi tantangan besar bagi PERKI Banda Aceh,” tuturnya.
Dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) anggota PERKI dilaksanakan berbagai program pendidikan berkelanjutan seperti fellowship training dan pendidikan Doktor. Selain itu PERKI Banda Aceh ikut berperan aktif bersama pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala dalam menyiapkan pembukaan program studi pendidikan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah.
“Diharapkan dapat dimulai prosesnya tahun ini,” kata Ridwan. Banyak yang berharap hasil pendidikan ini dapat memenuhi kebutuhan ideal dokter ahli jantung baik untuk seluruh provinsi Aceh maupun kebutuhan SpJP di seluruh pelosok negeri.
Tentu saja, dalam melaksanakan berbagai misinya PERKI Aceh menempuh strategi “sersan” alias serius tapi santai. Misalnya PERKI pernah mengadakan acara Asian Medical Students’ Association (AMSA) Universitas Syiah Kuala di Blang Padang Banda Aceh, Desember silam bersama dengan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Tapi kegiatan itu diawali dengan olah raga dan pemeriksaan darah gratis kepada seluruh masyarakat. “Tak lupa juga kita adakan jalan santai di Blang Padang,” kata Ridwan.
Bicara soal jalan, kegiatan itu memang menjadi acara rutin PERKI Aceh. “Untuk menjalin keakraban sesama anggota kami mengadakan ramai-ramai jalan-jalan ke Padang dan tempat wisata lainnya, Mei lalu,” kata Ridwan.
PERKI Aceh juga terus berusaha meningkatkan jalinan kerja dengan institusi pemerintah dan swasta. Pertengaham Mei lalu, mereka mengadakan jamuan makan bersama dengan PT Astelas, Mei lalu. Uniknya, makan bersama antara seluruh anggota PERKI dan karyawan Astelas ini dilaksanakan dalam suasana adat istiadat Aceh. “Tentu hidangan yang disediakan juga ada citarasa makanan khas Aceh,” kata Ridwan.
Tak ketinggalan, seperti lembaga profesi lainnya, PERKI Aceh juga secara rutin melakukan bakti sosial. Terakhir kali mereka mengadakan di kawasan pedalaman Kecamatan Danau Paris, Kabupaten Singkil pada 24 April hingga 8 Mei 2016.

Jalan-jalan ke Padang.

Bakti sosial dan pelatihan ACLS.

Ridwan berharap berbagai program yang dilaksanakan PERKI Aceh kepada masyarakat awam dapat bermanfaat. “Kami bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat luas, memberikan pemeriksaan gratis di setiap kegiatan yang dilakukan PERKI, serta bisa sharing pengetahuan tentang pentingnya menjaga kesehatan," katanya.
PERKI Aceh memang tergolong muda dibandingkan dengan PERKI Daerah lainnya, didirikan pada April 2015. Menyadari masih banyak yang harus dibangun dan dibina, serta tantangan yang ada, Ridwan berharap dukungan penuh dari teman sejawat.
“Bimbingan dari PP PERKI tentu sangat kami harapkan agar berbagai program kerja ke depan yang telah kita siapkan dapat berjalan dengan baik sehingga pelayanan dan pendidikan kardiovaskular dapat menjadi unggulan di provinsi Aceh," katanya lagi. 
[Tim InaHeartnews]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar