InaHRS kembali menyelenggarakan pertemuan ilmiah tahunan. Kali
ini membahas upaya mengurangi “sudden
cardiac death”. Berbagai upaya dan teknologi terbaru ditampilkan.
Konferensi pers penyelengaraan InaHRS ke-4 2016.
SEJUMLAH ruangan Hotel Westin Jakarta lebih ramai dari biasanya.
Ratusan dokter spesialis tampak sibuk mengadakan pertemuan penting. Inilah
acara Indonesia Heart Rhythm (InaHRS)
yang kembali menggelar pertemuan ilmiah tahunan yang ke empat pada 7-8 Oktober
2016.
Ketua Penyelenggara InaHRS ke-4, Dr Faris Basalamah, SpJP
mengatakan setidaknya ada 700 peserta yang berpartisipasi mengikuti 10 workshop
dan 42 sesi simposium ini. Ada sekitar 120 naskah abstrak penelitian yang
dipresentasikan secara lisan dan poster. Para ahli jantung dalam dan luar
negeri juga turut hadir. Terlihat juga beberapa industri farmasi dan alat
kesehatan dari dalam dan luar negeri yang memamerkan inovasiinovasi terbaru penanganan
terbaru aritmia.
Yang menjadi andalan dalam pertemuan kali ini, lanjut Faris,
adalah ada live demo tentang implantasi teknologi mutakhir dalam penyakit
jantung. Yakni penerapan leadless pacemaker atau alat pacu jantung tanpa kabel kepada
pasien secara langsung. “Pemasangan alat yang berukuran kecil ini langsung
ditayangkan dari RS Jantung Harapan Kita yang ditransmisikan ke ruang simposium
di Hotel Westin,” kata Faris kepada wartawan.
Sebab itulah, tema yang diangkat untuk pertemuan ilmiah kali ini
adalah Enhanced Diagnosis, Reduced Sudden Cardiac Death. “Pertemuan ini
diharapkan dapat mengangkat pemikiran pentingnya meningkatkan kemampuan
diagnosis aritmia untuk mencegah kejadian kematian mendadak gara-gara jantung
bermasalah,” kata Presiden InaHRS Dr dr Yoga Yuniadi, SpJP(K).
Salah satu penyakit itu dikenal sebagai gejala aritmia
ventrike (AV). “AV terjadi ketika jantung berdenyut sangat cepat yakni 250
kali per menit, sehingga tidak menghasilkan gerakan mekanik memompa darah.
Kondisi ini sama saja dengan henti jantung mendadak,” ujar Yoga di sela-sela
simposium kepada wartawan. Menurutnya, serangan AV akan membuat orang pingsan
dan sangat beresiko terkena stroke lagi. “Bahkan berujung kematian bila tidak
ditolong kurang dari empat menit,” katanya. Jika pun selamat dari serangan,
dalam kondisi terparah, korban bisa mengalami vegetative state, semua
organ berfungsi tetapi tidak akan kembali ke kesadarannya dan hidup bergantung
pada mesin.
Sebab itulah pertemuan InaHRS kali ini berupaya mendalami soal
kematian mendadak karena jantung. “InaHRS yang merupakan kelompok kerja dari
PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) memiliki anggota
22 orang yang kesemuanya adalah ahli penyakit jantung yang mendalami aritmia.
Keilmuan inilah yang terus kita update. Masih sedikitnya dokter ahli aritmia
diimbangi dengan berbagai program InaHRS untuk meningkatkan kompetensi dokter
ahli jantung dan dokter umum dalam tatalaksana aritmia,” kata Yoga.
Selain itu, tentu tak lengkap rasanya jika tidak dibarengi
dengan berbagai program pencegahan. Antara lain dengan mengadakan crash
program pelatihan pemasangan alat pacu jantung, membuat aritmia networking
untuk empowering para dokter umum di daerah, “Sehingga saat menghadapi
persoalan aritmia dapat terhubung dengan ahli aritmia secara online dan
gratis,” tutur Yoga.
InaRHS bersama Perki juga melaksanakan beragam kampanye peduli
jantung, mulai dari memahami penyakitnya, cara menghindari stroke dan serangan
jantung dan sebagainya. Mereka juga menggelar pemeriksaan EKG gratis di mall-mall
di seluruh Indonesia dengan target sebanyak 25.000 peserta dalam kurun waktu
seminggu. “Ada di Aceh, Medan, Batam, Pekanbaru, Padang, Bengkulu, lalu seluruh
kota di Jawa. Di Makassar, NTB dan Bali untuk fasilitas pelayanan kesehatan. Saya
belum dengar untuk Papua sih. Kalau Yogyakarta dilakukan di suatu desa
atau posyandu,” kata Yoga lagi.
[Tim InaHeartnews]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar