“Lapangan kardiologi sebegitu luasnya, hingga bagi para Internis
Umum tak mungkin lagi dapat tetap mengikuti dan menguasai kemajuan-kemajuan
dalam lapangan ini” (Gan Tjong Bing, 1957)
BEGITULAH
salah satu pernyataan pendiri dan ketua Perki pertama, dr Gan Tjong Bing pada
tanggal 16 Nopember 1957. Pada saat itu, masih dalam suasana mempertahankan
kemerdekaan dan gejolak revolusi, dunia kedokteran Indonesia juga menggeliat.
Dr Gan yang baru kembali dari luar negeri saat itu memaparkan bahwa “Per
kembangan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI tidak dapat dipisahkan
dari Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Indonesia yang mulai berkembang
pada tahun lima puluhan”.
“Pada
saat itu, secara kelembagaan Perki menjadi lebih kuat dan berkembang. Itu karena
ilmu jantung yang berkembang terus menerus, yang tidak mungkin lagi jika hanya ditampung
oleh lingkup penyakit dalam saja,” kata Prof
Dr dr Rachmat Romdoni, tokoh ahli jantung dari RS Universitas Airlangga,
Surabaya.
Para
founding fathers dan sejumlah tokoh kedokteran Indonesia kemudian
merintis dan meletakkan dasar-dasar keilmuan kardiologi. Sejarah perkembangan
ilmu kardiologi terbagi dalam 4 periode. Yaitu periode Perintis, periode
Lembaga Kardiologi Nasional (LAKARNAS), periode Bagian Kardiologi di RSCM dan
periode Bagian/Departemen Kardiologi di RS Jantung Harapan Kita (Buku Jejak
Kardiologi 1957-2005, Prof Dr dr
Dede Kusmana --ed)
Periode
Perintis, 1957 - 1964
Pada
periode ini, penyelenggaraan pendidikan kardiologi berlangsung di RSCM. Pada
awalnya, dalam satu angkatan hanya terdapat 1 sampai 2 orang peserta atau
asisten ahli. Ketika itu belum terdapat program, kurikulum dan tahapan
pendidikan yang jelas. Pendidikan pada tahap ini bersifat magang dimana seorang
peserta atau asisten ahli biasanya hanya mengikuti kegiatan konsulen atau
dokter ahli. Para peserta atau asisten dididik harus belajar semi-mandiri.
Namun,
mereka juga dengan gigih belajar hingga ke Luar Negeri. Salah satu staf yang pertama kali dapat menikmatinya adalah dr
Sukaman pada periode 1959-1961 di Amerika Serikat, dr Asikin Hanafiah ke London
pada 1961-1962. Dr Tagor G.M. Siregar dan dr Loethfi Oesman ke Kanada pada
1966-1967.
Periode
Lembaga Kardiologi Nasional (LAKARNAS),
1965-1975
Sejak
1960an, para dokter jantung menginginkan terwujudnya suatu lembaga resmi yang
dapat mewadahi segala aktivitas keilmuan dan profesi kardiologi. Keinginan itu tercapai
dengan dibentuknya Lembaga Kardiologi Nasional (LAKARNAS) pada 17 Agustus 1965.
Pada waktu itu semua tenaga di bidang kardiologi ditugaskan bekerja di LAKARNAS.
Maka semua kegiatan Kardiologi, baik itu pelayanan, penelitian, kuliah, demonstrasi
serta ujian mahasiswa dilaksanakan dokter-dokter LAKARNAS.
Pada
periode ini keadaan bagian Kardiologi masih sederhana, menyebabkan keterbatasan
tersedianya sarana dan dana untuk penelitian. Walau demikian, semangat untuk berbenah
dan berprestasi tetap tinggi. Pada periode inilah konsep kurikulum pendidikan kardiologi
digodog dan dibahas sehingga menghasilkan suatu kurikulum yang community
oriented. Konsep ini merupakan hasil Kongres Perhimpunan Kardiologi I, pada
Agustus 1974. Maka produk kardiologi ini pun dipakai sebagai kurikulum resmi
pendidikan dokter ahli jantung saat itu.
Periode
Bagian Kardiologi di RSCM, 1976 - 1984
Pada
10 Nopember 1976 dengan terjadi perubahan status pusat Kardiologi FKUI/RSCM
menjadi bagian Kardiologi FKUI/RSCM. Sejak saat itu, pusat kegiatan kardiologi
Indonesia lebih banyak dipusatkan pada FKUI/RSCM. Pada 1979, dibentuklah Program
Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) sebagai suatu sistem yang dibina dan
dikembangkan Dirjen Dikti saat itu, melalui Konsorsium llmu Kesehatan yang kemudian
disebut Komisi Disiplin llmu Kesehatan (KDIK) Dewan Pendidikan Tinggi Depdiknas.
Menteri
Pendidikan saat itu kemudian mengeluarkan kebijakan tentang PPDS adalah salah
satu dari 14 program studi di Universitas Indonesia (UI) yang penyelenggaraan
pendidikannya dibawah Fakultas Pascasarjana. Pada periode ini untuk
menyelesaikan pendidikan Kardiologi, para asisten harus membuat penelitian
akhir/Tesis. Pada periode ini juga ditandai dengan penambahan sejumlah
fasilitas kesehatan seperti cardiac emergency
dan ICCU, laboratorum kateterisasi dan sebagainya.
Periode
Departemen Kardiologi di RSJ Harapan Kita, 1985 - Sekarang
Pada
1 Agustus 1985, lokasi dan kegiatan Kardiologi dipindahkan dari RSCM ke RS Jantung
Harapan Kita. Periode ini juga ditandai oleh pembuatan buku katalog pendidikan
dan kurikulum yang secara resmi diakui oleh pemerintah melalui Departemen Pendidikan.
Konsep yang diterima ketika itu adalah katalog Pendidikan Kardiologi dari Bagian
Kardiologi pada 1986. Konsep ini pun mengalami berbagai penyempurnaan beberapa
tahun kemudian.
Pada
periode ini fase Pendidikan Spesialis Jantung dimulai dan berkembang dengan pesat
dengan dukungan sarana dan prasarana yang lebih baik. Kegiatan ilmiah tahunan yang
secara rutin diadakan PERKI maupun Dept Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI,
memungkinkan para PPDS untuk berkiprah dengan menampilkan penelitian dan
mendapatkan ilmu dari para pakar baik dalam maupun luar negeri.
Nah,
berbagai pencapaian ini, menurut Prof Romdoni haruslah dipertahankan dan ditingkatkan.
Ibarat mempertahankan dan mengembangkan amanat founding fathers. “Beragam
pusat pendidikan harus diperkuat dan pesertanya harus ditambah. Kalau bisa
setidaknya ada 150an SpJP yang dihasilkan setiap tahunnya,” kata Romdoni, yang
pernah menjadi Ketua PERKI Pusat pada 2012-2014.
Selain
itu, untuk memperkecil jurang antara Pusat dan Daerah, Romdoni mengusulkan agar
sistem pendidikan dan kemandirian di daerah diperkuat. “Jadi salah satunya
tolong ada regulasi pendidikan yang juga mendukung pengembangan daerah. Misalnya
untuk Kedokteran Nuklir, tidak semuanya harus ke Jakarta. Jadi orang-orang di
daerah juga terakomodasi,” tutur Romdoni lagi.
[Tim InaHeartnews]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar