Pertanyaan seputar seks sering diajukan pasien dengan penyakit jantung koroner yang kita temui di poliklinik rawat jalan. Ada yang malu-malu mengungkapkannya, ada yang tidak sungkan-sungkan bertanya. Kita pun sebagai dokter menanggapi pertanyaan seputar seks dengan beragam reaksi dan jawaban. Baru-baru ini jurnal Circulation mempublikasikan scientific statement American Heart Association (AHA) berjudul Sexual Activity and Cardiovascular Disease, yang telah mendapat persetujuan beberapa asosiasi lintas profesi seperti American Urology Association, Society for Cardiovascular Angiography and Interventions, Society of Thoracic Surgeons, American Association of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation, Internal Society of Sexual Medicine, American College of Cardiology Foundation, Heart Rhythm Society, and Heart Failure Society of America.
Keberadaan scientific statement ini tentu memberikan kita kesamaan persepsi di atas dasar data yang kuat, dalam memberikan jawaban-jawaban pertanyaan pasien dan pasangannya, seputar aktivitas seksual yang aman bagi pasien dengan penyakit jantung. Artikel tersebut diawali pendahuluan tentang pentingnya aktivitas seksual sebagai komponen parameter kualitas hidup pasien dengan penyakit jantung dan pasangannya, sehingga dokter tidak perlu merasa sungkan membicarakan aspek tersebut dengan pasien dan pasangannya.
Berikut beberapa poin rekomendasi aktivitas seks bagi pasien dengan penyakit jantung kami rangkum sebagai berikut:
1. Pasien yang ingin memulai aktivitas seks perlu dievaluasi secara klinis
2. Aktivitas seks diizinkan pada pasien yang berisiko rendah mengalami komplikasi kardiovaskular.
3. Exercise testing diperlukan pada pasien yang tidak termasuk risiko rendah, atau yang belum diketahui risikonya.
4. Aktivitas seks diizinkan pada pasien yang dalam exercise stress test mampu mencapai lebih dari sama dengan 3 hingga 5 METS tanpa keluhan, hipotensi, sianosis, aritmia atau perubahan segmen ST pada EKG.
5. Rehabilitasi jantung dan olahraga rutin dapat menurunkan risiko komplikasi akibat aktivitas seks.
6. Pasien gagal jantung kelas NYHA I dan II diizinkan beraktivitas seks.
7. Pasien yang tidak stabil (aritmia), dekompensasi (kelas NYHA III & IV) dan gangguan katup yang simtomatik atau mengalami angina yang dipicu aktivitas seks, perlu menghindari aktivitas seks hingga kondisinya stabil dan telah ditatalaksana secara optimal.
8. Aktivitas seks diizinkan pada pasien 1 minggu pasca infark miokard tanpa komplikasi dan tanpa keluhan dengan aktivitas ringan dan sedang.
9. Pasca PCI aktivitas seks diizinkan beberapa hari pasca PCI dengan catatan tidak ada komplikasi di lokasi akses vaskular.
10. Pasca operasi jantung terbuka aktivitas seks diizinkan setelah 6 hingga 8 minggu dengan catatan luka sternotomi sudah sembuh.
11. Pasien dengan katup prostetik yang berfungsi normal, pasca repair katup atau intervensi katup transkateter, aktivitas seks diperbolehkan.
12. Pada pasien dengan atrial fibrilasi atau atrial flutter normorespon, serta memiliki riwayat SVT yang terkontrol, aktivitas seks diperbolehkan.
13. Pada pasien dengan pacemaker dan ICD yang dipasang untuk primary prevention, aktivitas seks diperbolehkan.
14. Pada pasien yang dipasang ICD untuk secondary prevention perlu dibuktikan tidak mengalami VT/VF dengan aktivitas >3-5 METS.
15. Pasien dengan penyakit jantung kongenital, hipertrofi kardiomiopati (HCM) yang stabil dan asimtomatik tidak dilarang untuk melakukan aktivitas seksual.
Setelah melihat beberapa poin rekomendasi terkait kondisi pasien dengan penyakit kardiovaskular, selanjutnya pasien sering mengeluh tentang pengaruh obat yang diminumnya terhadap fungsi seks mereka. Bagaimana dengan obat-obatan standar penyakit kardiovaskular yang kita berikan dan kaitannya dengan fungsi seks? Kadang kita menghentikan obat golongan statin atau betabloker akibat keluhan pasien terkait fungsi seksnya, rekomendasi terbaru menekankan bahwa obat yang terbukti (evidence based) mengurangi keluhan dan gejala dan memperpanjang kesintasan (survival) tidak boleh dihentikan hanya karena kekhawatiran bahwa obat tersebut berpotensi menurunkan fungsi seks. Untuk keluhan terkait obat ini, perlu ditelusuri apakah disfungsi seksual pasien tersebut lebih disebabkan oleh penyakit vaskular atau jantung yang belum teratas, efek nocebo (pasien diberitahu obat tersebut dapat menyebabkan disfungsi seks), atau kecemasan dan depresi.
Pertanyaan yang juga pernah diajukan pasien kita adalah, apakah mereka boleh menggunakan obat disfungsi seks? Soal obat disfungsi seks dari golongan herbal, para ahli menjadikan kekurangan bukti ilmiah akan efek dan kandungan obat herbal, sebagai dasar untuk tidak merekomendasikan konsumsi obat jenis tersebut bagi pasien dengan penyakit kardiovaskular. Sementara itu, penggunaan penghambat PDE5 terbukti aman pada pasien dengan penyakit kardiovaskular, namun data dari pasien dengan stenosis aorta dan HCM belum ada, dengan catatan tidak boleh diberikan nitrat dalam 24 jam pasca sildenafil atau vardenafil, dan tidak memberikan penghambat PDE5 pada pasien yang mendapat nitrat.
Pasien perempuan dengan penyakit jantung yang sedang menopause atau post-menopause diizinkan untuk menggunakan estrogen non-sistemik yaitu lokal atau topikal. Rekomendasi terakhir adalah tentang perlunya konseling ulang untuk setiap pasien dan pasangannya sebelum memulai kembali aktivitas seks pasca kejadian jantung akut, diagnosis baru penyakit kardiovaskular dan pemasangan ICD.
(Circulation 2012; doi:10.1161/CIR.0b013e3182447787)
Sony HW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar