Hipertensi masih menjadi penyakit yang merugikan rakyat Indonesia. Kesadaran terhadap penyakit ini perlu terus ditingkatkan.
Berfoto bersama setelah pemukulan gong pada Opening Ceremony, dari kiri ke kanan: Dr Rosana Barack SpJP(K), Prof Dr Teguh Ranakusuma SpS(K), DR Dr Ismoyo Sunu SpJP(K), Dr Aida Lidya SpPD(K) dan DR Dr Yuda Turana SpS.
PERHIMPUNAN Dokter Hipertensi Indonesia atau Indonesian Society of Hypertension (InaSH) kembali menggelar pertemuan ilmiah tahunan ke-12, bertempat di Sheraton Grand Jakarta Gandaria Hotel, Jakarta Selatan pada 23-25 Februari 2018.
Sejumlah tokoh, pakar jantung dan tamu penting hadir dalam acara ini, antara lain Ketua InaSH, Ketua PERKI (Indonesian Heart Association), Ketua PERDOSSI (Indonesian Society of Nephrology), Ketua PERNEFRI (Indonesian Neurological Association), perwakilan Kemenkes, Direktur Utama PJN Harapan Kita, Kepala Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Neprologi dan Neurologi serta para guru besar dan senior.
Pertemuan InaSH 2018 kali ini memiliki tema unik yakni “Hypertension 2018: The Never Ending Battle Againts Hypertension and Its Complications”. Tak pelak lagi, melawan dan memberantas hipertensi memang menjadi target utama para dokter jantung. Perjuangan yang memang tak berkesudahan. Dalam sambutannya, Presiden InaSH, Dr Yuda Turana menyatakan hipertensi, adalah penyakit penyebab kematian nomor 1 sehingga Indonesia menderita kerugian cukup besar. “Empat besar penyumbang kerugian negara ini selain kanker, disumbang oleh hipertensi, yakni stroke, gagal jantung dan gagal ginjal,” katanya.
“Ini bukan hanya tugas InaSH, bukan hanya tugas dokter di ruangan ini tetapi tugas kita bersama sebagai petugas medis,” kata Yuda. Memberantas penyakit jantung memang bukan pekerjaan ringan. Betapa tidak, lihat saja penelitian Kementerian Kesehatan yang menunjukkan prevalensi hipertensi yang tidak banyak mengalami perubahan selama bertahun-tahun, yakni 31,7% pada 2007 dan 32,4% dalam Survei Indikator Kesehatan Nasional 2016.
Apalagi ternyata survei yang dilakukan InaSH pada Mei 2017, menemukan bahwa 25% responden laki-laki penderita hipertensi tidak mengukur tekanan darah selama satu tahun terakhir. Penelitian tersebut melibatkan 29.353 pria sebagai subjek. Ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya hipertensi masih rendah. “Padahal yang kita tahu, kalau tidak dikontrol dapat memicu gangguan penyakit kardiovaskular,” tutur Yuda.
Data penelitian survei InaSH yang melibatkan 71.894 responden secara keseluruhan itu juga menyebutkan, pasien hipertensi tak hanya dialami oleh kalangan orang tua. Mereka yang masih berusia muda dengan profesi apapun rentan menderita risiko yang sama.
Melihat kondisi tersebut, berbagai kampanye pencegahan penyakit dan gaya hidup sehat agar tak terserang hipertensi sudah jamak digalakkan. Kali ini InaSH juga telah menggalakkan “Ceramah” alias “Cek Tekanan Darah di Rumah”. Menurut Yuda, fakta menunjukkan mengukur tekanan darah di rumah yang dilakukan secara benar dan rutin dengan alat yang akurat lebih baik dibandingkan dengan pengukuran tekanan darah di klinik.
Tak hanya itu, para dokter jantung juga kerap mengasah keahlian mereka mengatasi penyakit jantung. Bersama Dr Rossana Barack dan Dr Tunggul D. Situmorang, Yuda memperkenalkan buku ajar Hipertensi pada Perempuan. “Kami juga berupaya untuk menerbitkan sebuah buku ajar hipertensi pada perempuan yang merupakan populasi khusus dari seluruh populasi intervensi yang ada di Indonesia,” kata Yuda.
Kasus hipertensi pada wanita juga membutuhkan perhatian. Data survey InaSh, sebanyak 1.924 perempuan berumur kurang dari 40 tahun mengidap hipertensi. Selanjutnya pada umur 41-50 tahun ada 2.816 perempuan, pada 51-60 tahun ditemukan 3.246 wanita yang terkena hipertensi. “Perempuan lanjut usia yang sudah menopause lebih rentan terkena hipertensi karena faktor hormonal,” kata Rossana Barack.
Sebab itulah, sebagai Ketua Panitia InaSH, Rossana berharap acara pertemuan ilmiah rutin seperti InaSH ini mampu sedikit banyak mengatasi masalah hipertensi. Sejauh ini, InaSH memang mendapat banyak perhatian dari kalangan spesialis jantung. “Kegiatan diawali dengan workshop pada hari pertama yang terdiri dari 3 kelas dengan peserta lebih kurang 170 orang, dilanjutkan simposium pada hari kedua dan ketiga dengan keseluruhan peserta yang terdaftar 1,300 orang,” katanya.
Tentu saja, menambah semarak suasana, InaSH juga mengundang sejumlah pakar dan pembicara dari luar negeri, diantaranya adalah Prof Chia Yook Chin (Malaysia), Prof Markus Schlaigh (Australia), Prof Jose Lopez Sendon Hentschel (Spanyol) dan Prof Pairoj Chattranukulchai (Thailand).
Panitia InaSH 12 kali ini menerima 67 abstrak yang datang dari berbagai daerah seperti: Medan, Riau, Palembang, Natuna, Belitung, Jakarta, Cilegon, Tangerang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Bali, Lombok, Banjarmasin dan Kendari. Penyumbang abstrak terbanyak datang dari Malang Jawa Timur terutama dari Universitas Brawijaya. Rencananya abstrak yang masuk ke Panitia akan dipublikasikan dalam Jurnal of Hypertension ISH/ESH.
Dalam pertemuan kali ini, InaSH juga mengetengahkan tiga program lainnya seperti Trigger Quiz, Young Investigator Award, Moderated Poster dan poster-poster Ilmiah yang dibawakan para dokter dari berbagai perhimpunan profesi. Young Investigator Award diraih oleh Rony Mario Candrasatria (Dept. of Cardiology and Vascular Medicine, Universitas Indonesia) dengan judul “Methylenetetrahydrofolate Reductase C677T Gene Polymorphism is assPemenangociated with Hypertension in Rural Sundanese Population of Gunung Sari Village, Bogor-Indonesia”.
Mewakili Ketua Panitia InaSH 12, Dr Tunggul D. Situmorang, dalam Closing Ceremony berharap pertemuan ini akan memberikan manfaat kepada semuanya saat kembali ke tempat pengabdian masing-masing serta lebih semangat membantu masyarakat. “Apa yang akan kita lakukan harus sesuai dengan paradigma dan guideline-guideline yang ada. Tugas kita sebagai profesional adalah melakukan yang paling baik terhadap pasien kita,” katanya lagi.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar