PENINGKATAN kreatinin serum > 0.3mg/dl pada pasien dengan pemberian warfarin serta nilai INR > 3 disebut dengan nefropati terkait warfarin (WRN).
Studi pertama mengenai WRN adalah studi biopsi ginjal pada pasien koagulopati warfarin yang berkembang menjadi AKI tanpa penyebab yang jelas. Temuan biopsi ginjal mengindikasikan AKI disebabkan oleh perdarahan glomerulus yang luas menyebabkan obstruksi akibat terbentuknya silinder sel darah merah.
Studi lainnya yang menggunakan 103 pasien CKD yang diobati dengan warfarin dengan INR > 3, ditemukan 37% pasien mengalami peningkatan kreatinin serum > 0.3mg/dl yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pasien-pasien tersebut mengalami perburukan CKD.
Studi kohort lainnya juga memperlihatkan 4006 pasien dengan INR > 3, 20.5% akan berkembang menjadi WRN (peningkatan kreatinin serum > 0.3mg/dl dengan INR > 3 tanpa adanya bukti perdarahan).
WRN dihubungkan dengan penurunan angka harapan hidup, sesuai dengan beberapa laporan sebelumnya tentang peningkatan nilai mortalitas pada pasien hemodialisis kronis yang diberikan warfarin. Nilai mortalitas dihubungkan dengan komorbid lainnya seperti diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler.
Beberapa mekanisme terjadinya WRN diantaranya pengobatan dengan obat yang cenderung meningkatkan tekanan hidrostatik glomerular dihubungkan dengan peningkatan risiko WRN. Sebagai tambahan, terapi tambahan aspirin juga dihubungkan dengan peningkatan risiko WRN. Kedua temuan tersebut konsisten menyatakan bahwa terjadi perdarahan glomerulus yang menyebabkan obstruksi tubulus yang mungkin menjadikan mekanisme dominan terjadinya AKI terkait WRN.
Warfarin digunakan secara luas sebagai anti koagulan untuk mengobati komplikasi thrombosis. Sekarang ini, lebih dari 30 juta penggunaan resep untuk warfarin setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Banyak studi memperlihatkan bukti yang nyata bahwa koagulopati warfarin dihubungkan dengan peningkatan substansial risiko AKI dan mortalitas akut, terutama pasien CKD. Mekanisme yang pasti mengenai pathogenesis terjadinya WRN ini belumlah jelas, dibutuhkan studi lebih lanjut. (Kidney International 2011; 80: 181-9)
Studi pertama mengenai WRN adalah studi biopsi ginjal pada pasien koagulopati warfarin yang berkembang menjadi AKI tanpa penyebab yang jelas. Temuan biopsi ginjal mengindikasikan AKI disebabkan oleh perdarahan glomerulus yang luas menyebabkan obstruksi akibat terbentuknya silinder sel darah merah.
Studi lainnya yang menggunakan 103 pasien CKD yang diobati dengan warfarin dengan INR > 3, ditemukan 37% pasien mengalami peningkatan kreatinin serum > 0.3mg/dl yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pasien-pasien tersebut mengalami perburukan CKD.
Studi kohort lainnya juga memperlihatkan 4006 pasien dengan INR > 3, 20.5% akan berkembang menjadi WRN (peningkatan kreatinin serum > 0.3mg/dl dengan INR > 3 tanpa adanya bukti perdarahan).
WRN dihubungkan dengan penurunan angka harapan hidup, sesuai dengan beberapa laporan sebelumnya tentang peningkatan nilai mortalitas pada pasien hemodialisis kronis yang diberikan warfarin. Nilai mortalitas dihubungkan dengan komorbid lainnya seperti diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler.
Beberapa mekanisme terjadinya WRN diantaranya pengobatan dengan obat yang cenderung meningkatkan tekanan hidrostatik glomerular dihubungkan dengan peningkatan risiko WRN. Sebagai tambahan, terapi tambahan aspirin juga dihubungkan dengan peningkatan risiko WRN. Kedua temuan tersebut konsisten menyatakan bahwa terjadi perdarahan glomerulus yang menyebabkan obstruksi tubulus yang mungkin menjadikan mekanisme dominan terjadinya AKI terkait WRN.
Warfarin digunakan secara luas sebagai anti koagulan untuk mengobati komplikasi thrombosis. Sekarang ini, lebih dari 30 juta penggunaan resep untuk warfarin setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Banyak studi memperlihatkan bukti yang nyata bahwa koagulopati warfarin dihubungkan dengan peningkatan substansial risiko AKI dan mortalitas akut, terutama pasien CKD. Mekanisme yang pasti mengenai pathogenesis terjadinya WRN ini belumlah jelas, dibutuhkan studi lebih lanjut. (Kidney International 2011; 80: 181-9)
SL Purwo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar