ANGKA kematian akibat penyakit kardiovaskular di dunia mencapai >135 juta orang setiap tahun sedangkan insiden henti jantung di luar rumah sakit mencapai 20-140 kejadian setiap 100.000 orang dengan angka ketahanan hidup 2-11%. Di negara maju seperti Amerika Serikat, henti jantung masih menjadi masalah masyarakat paling utama.
Kualitas resusitasi jantung paru (RJP) memberi pengaruh sangat besar terhadap angka ketahanan hidup, perlu dicatat bahwa RJP yang dilakukan mengikuti pedoman hanya mampu menyediakan sejumlah 10-30% dari aliran darah normal ke jantung dan 30-40% ke otak, sehingga para pemberi resusitasi harus mampu memberikan RJP dengan kualitas terbaik dan sedini mungkin.
Aliran darah yang cukup guna menghantarkan oksigen dan substrat ke organ vital merupakan target utama RJP selama periode henti jantung. Hal ini dapat dicapai dengan kompresi dada yang efektif. Kembalinya sirkulasi spontan sangat tergantung hantaran oksigen dan aliran darah ke miokardium selama RJP. Tekanan perfusi koroner (perbedaan tekanan diastolik aorta dengan tekanan diastolik atrium kanan pada fase relaksasi kompresi dada) adalah penentu utama aliran darah miokardium selama RJP dan merupakan target utama resusitasi secara fisiologis.
Lima komponen utama RJP berkualitas adalah sebagai berikut: Fraksi kompresi dada, laju kompresi dada, kedalaman kompresi dada, rekoil dada, dan ventilasi.
Fraksi kompresi dada (proporsi durasi kompresi dada yang dilakukan selama periode henti jantung) yang ideal > 80%. Pada henti jantung yang tidak disebabkan oleh asfiksia (misal aritmia), tebukti bahwa kompresi dada tanpa ventilasi pada tahap awal sudah menjamin sirkulasi darah teroksigenasi yang adekuat ke seluruh tubuh. Fraksi kompresi dada yang ideal dapat dicapai dengan: minimalisasi interupsi kompresi dada (dianjurkan tidak terjadi interupsi oleh karena tindakan intubasi yang mudah-pemasangan akses intravena-pemasangan pad defibrilator), hindari tindakan evaluasi nadi yang tidak perlu, dan minimalisasi jeda waktu sekitar kejut jantung dengan defibrilator.
Laju kompresi dada yang dianjurkan 100-120 kali per menit dengan kedalaman > 5 cm pada orang dewasa atau 1/3 dimensi anterior-posterior pada bayi dan anak-anak. Tingkat kedalaman ini dapat dicapai dengan melakukan tindakan resusitasi di atas alas yang kokoh dan rotasi ideal anggota tim resusitasi yang melakukan kompresi.
Rekoil dada sempurna didapat dengan menghindari bersandar pada dada yang sedang dikompresi. Bersandar pada dada pasien menghambat ekspansi penuh dada, sehingga dapat menurunkan aliran vena sistemik dan curah jantung. Rekoil dada sempurna diharapkan pada setiap kompresi dada yang dilakukan.
Laju ventilasi yang dianjurkan < 12 kali per menit dengan kenaikan dinding dada yang minimal (volume tidal rendah) oleh karena ventilasi dengan tekanan positif dapat menurunkan curah jantung baik dalam resusitasi maupun sirkulasi spontan dan menyebabkan aspirasi lambung pada tindakan resusitasi yang belum terintubasi.
Beberapa parameter keberhasilan tindakan resusitasi adalah sebagai berikut: Tekanan perfusi koroner melalui monitor invasif > 20 mmHg, tekanan diastolik arteri > 25 mmHg, ETCO2 (konsentrasi karbon dioksida akhir tidal dengan kapnografi) > 20 mmHg.
Dengan berkembangnya ilmu resusistasi jantung paru (RJP), kita mendapat kesempatan besar dalam rangka meningkatkan performa RJP selama tindakan resusitasi baik di dalam maupun di luar rumah sakit. Peningkatan performa RJP melalui RJP yang berkualitas akan memperbaiki angka ketahanan hidup pada henti jantung.
Kualitas resusitasi jantung paru (RJP) memberi pengaruh sangat besar terhadap angka ketahanan hidup, perlu dicatat bahwa RJP yang dilakukan mengikuti pedoman hanya mampu menyediakan sejumlah 10-30% dari aliran darah normal ke jantung dan 30-40% ke otak, sehingga para pemberi resusitasi harus mampu memberikan RJP dengan kualitas terbaik dan sedini mungkin.
Aliran darah yang cukup guna menghantarkan oksigen dan substrat ke organ vital merupakan target utama RJP selama periode henti jantung. Hal ini dapat dicapai dengan kompresi dada yang efektif. Kembalinya sirkulasi spontan sangat tergantung hantaran oksigen dan aliran darah ke miokardium selama RJP. Tekanan perfusi koroner (perbedaan tekanan diastolik aorta dengan tekanan diastolik atrium kanan pada fase relaksasi kompresi dada) adalah penentu utama aliran darah miokardium selama RJP dan merupakan target utama resusitasi secara fisiologis.
Lima komponen utama RJP berkualitas adalah sebagai berikut: Fraksi kompresi dada, laju kompresi dada, kedalaman kompresi dada, rekoil dada, dan ventilasi.
Fraksi kompresi dada (proporsi durasi kompresi dada yang dilakukan selama periode henti jantung) yang ideal > 80%. Pada henti jantung yang tidak disebabkan oleh asfiksia (misal aritmia), tebukti bahwa kompresi dada tanpa ventilasi pada tahap awal sudah menjamin sirkulasi darah teroksigenasi yang adekuat ke seluruh tubuh. Fraksi kompresi dada yang ideal dapat dicapai dengan: minimalisasi interupsi kompresi dada (dianjurkan tidak terjadi interupsi oleh karena tindakan intubasi yang mudah-pemasangan akses intravena-pemasangan pad defibrilator), hindari tindakan evaluasi nadi yang tidak perlu, dan minimalisasi jeda waktu sekitar kejut jantung dengan defibrilator.
Laju kompresi dada yang dianjurkan 100-120 kali per menit dengan kedalaman > 5 cm pada orang dewasa atau 1/3 dimensi anterior-posterior pada bayi dan anak-anak. Tingkat kedalaman ini dapat dicapai dengan melakukan tindakan resusitasi di atas alas yang kokoh dan rotasi ideal anggota tim resusitasi yang melakukan kompresi.
Rekoil dada sempurna didapat dengan menghindari bersandar pada dada yang sedang dikompresi. Bersandar pada dada pasien menghambat ekspansi penuh dada, sehingga dapat menurunkan aliran vena sistemik dan curah jantung. Rekoil dada sempurna diharapkan pada setiap kompresi dada yang dilakukan.
Laju ventilasi yang dianjurkan < 12 kali per menit dengan kenaikan dinding dada yang minimal (volume tidal rendah) oleh karena ventilasi dengan tekanan positif dapat menurunkan curah jantung baik dalam resusitasi maupun sirkulasi spontan dan menyebabkan aspirasi lambung pada tindakan resusitasi yang belum terintubasi.
Beberapa parameter keberhasilan tindakan resusitasi adalah sebagai berikut: Tekanan perfusi koroner melalui monitor invasif > 20 mmHg, tekanan diastolik arteri > 25 mmHg, ETCO2 (konsentrasi karbon dioksida akhir tidal dengan kapnografi) > 20 mmHg.
Dengan berkembangnya ilmu resusistasi jantung paru (RJP), kita mendapat kesempatan besar dalam rangka meningkatkan performa RJP selama tindakan resusitasi baik di dalam maupun di luar rumah sakit. Peningkatan performa RJP melalui RJP yang berkualitas akan memperbaiki angka ketahanan hidup pada henti jantung.
(Circulation 2013; 128)
EM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar