PREDIABETES mencerminkan gagalnya kompensasi pankreas sebagai dasar suatu resistensi insulin, kebanyakan diakibatkan oleh berat badan yang berlebihan atau obesitas. Kriteria untuk mendiagnosis prediabetes berdasarkan toleransi glukosa darah terganggu, glukosa puasa terganggu dan sindroma metabolik. Tujuan primer manajemen prediabetes adalah penurunan berat badan. Tujuan dapat tercapai baik dengan perubahan gaya hidup terapeutik, terapi farmakologis, tindakan bedah ataupun kombinasi beberapa pendekatan tersebut.
Prediabetes diketahui dengan keadaan metabolik yang abnormal dengan peningkatan risiko diabetes di masa depan. Kriteria sekarang mengenai prediabetes didiagnosis sebagai toleransi glukosa terganggu (gula darah 2 jam post prandial dikisaran 140 – 200mg/dL); glukosa puasa terganggu (glukosa plasma puasa sekitar 99–126 mg/dL) atau sindroma resistensi insulin atau sindroma metabolik. Salah satu diagnosis tersebut dihubungkan dengan peningkatan tiga sampai sepuluh kali lipat untuk terjadinya DMT2 di masa depan. Walaupun demikian, kombinasi dua atau lebih diagnosis tersebut akan meningkatkan 20 kali lipat untuk terjadinya risiko diabetes.
Prediabetes menggambarkan kegagalan kompensasi sel beta pankreas yang manghasilkan keadaan mendasar dari resistensi insulin. Penyebab tersering terjadinya resistensi insulin adalah berat badan yang berlebih (overweight) atau obese. Ketidakadekuatan sel beta merupakan karakteristik prediabetes yang mungkin disebabkan oleh predisposisi genetik. Penyebab lainnya yang mungkin adalah efek samping dari keadaan metabolik yang dihasilkan akibat konsentrasi gula darah yang berlebihan (glukotoksisitas) dan mungkin lipid yang berlebihan (lipotoksisitas).
Medikasi antihiperglikemik seperti metformin dan acarbose menurunkan risiko diabetes di masa depan pada pasien prediabetes sekitar 25 sampai 30%. Keduanya aman dan ditoleransi baik, serta memberikan efek kardiovaskuler yang baik. Studi klinis menggunakan tiazolidinedion menunjukkan penurunan terjadinya diabetes sekitar 60-70% pada pasien prediabetes, akan tetapi kelompok obat tersebut memberikan efek samping yang cukup banyak. Agonis reseptor glucagon-like peptide 1 (GLP-1) mungkin memberikan manfaat yang sama untuk mencegah diabetes, akan tetapi data tersebut inadekuat, terutama mengenai keamanannya. Sehingga, golongan tiazolidinedion dan GLP-1 hanya diberikan pada pasien dengan risiko tinggi untuk terjadinya diabetes serta yang gagal dengan pengobatan konvensional.
Manajemen prediabetes seharusnya difokuskan pertama pada reduksi berat badan. Reduksi resistensi insulin akan terjadi dengan reduksi berat badan serta mengurangi asupan makanan juga bermanfaat. Bedah bariatrik mempunyai nilai yang baik sampai sempurna dalam keuntungan jangka pendek hingga menengah untuk mencegah terjadinya DMT2. Pengobatan yang mengurangi berat badan juga mengurangi prediabetes dalam jangka pendek. Studi klinis kohort yang besar memperlihatkan penurunan berat badan yang lebih tinggi akan menurunkan prediabetes, terutama studi-studi dengan bedah bariatric.
Manajemen obesitas pada prediabetes berbeda sedikit dengan manajemen pasien-pasien tanpa diabetes, kecuali dibutuhkan penanganan yang segera dalam mengatasinya pada pasien dengan diabetes. Mengurangi beban sel beta pancreas melalui penurunan berat badan nampaknya menjadi salah satu metode mencegah rusaknya sel beta pankreas.
Terapi pasien prediabetes dengan medikasi anti hipergikemia mengurangi disglikemia dan mungkin mencegah atau memperlambat timbulnya diabetes. Tidaklah jelas mengenai terapi untuk prediabetes pada pasien dengan gagalnya modifikasi gaya hidup, apakah fokus terhadap penurunan berat badan yang agresif dengan obat atau bedah bariatrik, pemberian medikasi antihiperglikemia atau menggunakan beberapa kombinasi terapi. Penurunan berat badan baik secara bedah maupun obat-obatan secara nyata mengurangi resistensi insulin yang memberatkan sekresi insulin pankreas pasien prediabetes.
Penurunan berat badan tidak secara nyata berhubungan dengan patogenesis berkurangnya fungsi sel beta yang menjadi dasar evolusi disglikemia menjadi diabetes. Sehingga, masa tubuh yang menurun akan mengakibatkan fungsi sekresi insulin menjadi cukup untuk mempertahankan keadaan euglikemia dan keadaan prediabetes ataupun diabetes menjadi hilang.
Walaupun demikian, seiring dengan waktu kehilangan yang progresif dari fungsi sel beta akan terus berlanjut, fungsi sel beta akan mencapai titik terendah dan menjadi tumpul dengan hasil akhir munculnya keadaan disglikemia. Tindakan bedah menghasilkan penurunan berat badan yang cukup besar dibandingkan dengan pemberian obat-obatan, mungkin lebih berguna untuk membalikkan keadaan diabetes ataupun mencegahnya. Namun, tindakan ini menimbulkan peningkatan morbiditas dan mortalitas dari prosedur pembedahan.
Prediabetes diketahui dengan keadaan metabolik yang abnormal dengan peningkatan risiko diabetes di masa depan. Kriteria sekarang mengenai prediabetes didiagnosis sebagai toleransi glukosa terganggu (gula darah 2 jam post prandial dikisaran 140 – 200mg/dL); glukosa puasa terganggu (glukosa plasma puasa sekitar 99–126 mg/dL) atau sindroma resistensi insulin atau sindroma metabolik. Salah satu diagnosis tersebut dihubungkan dengan peningkatan tiga sampai sepuluh kali lipat untuk terjadinya DMT2 di masa depan. Walaupun demikian, kombinasi dua atau lebih diagnosis tersebut akan meningkatkan 20 kali lipat untuk terjadinya risiko diabetes.
Prediabetes menggambarkan kegagalan kompensasi sel beta pankreas yang manghasilkan keadaan mendasar dari resistensi insulin. Penyebab tersering terjadinya resistensi insulin adalah berat badan yang berlebih (overweight) atau obese. Ketidakadekuatan sel beta merupakan karakteristik prediabetes yang mungkin disebabkan oleh predisposisi genetik. Penyebab lainnya yang mungkin adalah efek samping dari keadaan metabolik yang dihasilkan akibat konsentrasi gula darah yang berlebihan (glukotoksisitas) dan mungkin lipid yang berlebihan (lipotoksisitas).
Medikasi antihiperglikemik seperti metformin dan acarbose menurunkan risiko diabetes di masa depan pada pasien prediabetes sekitar 25 sampai 30%. Keduanya aman dan ditoleransi baik, serta memberikan efek kardiovaskuler yang baik. Studi klinis menggunakan tiazolidinedion menunjukkan penurunan terjadinya diabetes sekitar 60-70% pada pasien prediabetes, akan tetapi kelompok obat tersebut memberikan efek samping yang cukup banyak. Agonis reseptor glucagon-like peptide 1 (GLP-1) mungkin memberikan manfaat yang sama untuk mencegah diabetes, akan tetapi data tersebut inadekuat, terutama mengenai keamanannya. Sehingga, golongan tiazolidinedion dan GLP-1 hanya diberikan pada pasien dengan risiko tinggi untuk terjadinya diabetes serta yang gagal dengan pengobatan konvensional.
Manajemen prediabetes seharusnya difokuskan pertama pada reduksi berat badan. Reduksi resistensi insulin akan terjadi dengan reduksi berat badan serta mengurangi asupan makanan juga bermanfaat. Bedah bariatrik mempunyai nilai yang baik sampai sempurna dalam keuntungan jangka pendek hingga menengah untuk mencegah terjadinya DMT2. Pengobatan yang mengurangi berat badan juga mengurangi prediabetes dalam jangka pendek. Studi klinis kohort yang besar memperlihatkan penurunan berat badan yang lebih tinggi akan menurunkan prediabetes, terutama studi-studi dengan bedah bariatric.
Manajemen obesitas pada prediabetes berbeda sedikit dengan manajemen pasien-pasien tanpa diabetes, kecuali dibutuhkan penanganan yang segera dalam mengatasinya pada pasien dengan diabetes. Mengurangi beban sel beta pancreas melalui penurunan berat badan nampaknya menjadi salah satu metode mencegah rusaknya sel beta pankreas.
Terapi pasien prediabetes dengan medikasi anti hipergikemia mengurangi disglikemia dan mungkin mencegah atau memperlambat timbulnya diabetes. Tidaklah jelas mengenai terapi untuk prediabetes pada pasien dengan gagalnya modifikasi gaya hidup, apakah fokus terhadap penurunan berat badan yang agresif dengan obat atau bedah bariatrik, pemberian medikasi antihiperglikemia atau menggunakan beberapa kombinasi terapi. Penurunan berat badan baik secara bedah maupun obat-obatan secara nyata mengurangi resistensi insulin yang memberatkan sekresi insulin pankreas pasien prediabetes.
Penurunan berat badan tidak secara nyata berhubungan dengan patogenesis berkurangnya fungsi sel beta yang menjadi dasar evolusi disglikemia menjadi diabetes. Sehingga, masa tubuh yang menurun akan mengakibatkan fungsi sekresi insulin menjadi cukup untuk mempertahankan keadaan euglikemia dan keadaan prediabetes ataupun diabetes menjadi hilang.
Walaupun demikian, seiring dengan waktu kehilangan yang progresif dari fungsi sel beta akan terus berlanjut, fungsi sel beta akan mencapai titik terendah dan menjadi tumpul dengan hasil akhir munculnya keadaan disglikemia. Tindakan bedah menghasilkan penurunan berat badan yang cukup besar dibandingkan dengan pemberian obat-obatan, mungkin lebih berguna untuk membalikkan keadaan diabetes ataupun mencegahnya. Namun, tindakan ini menimbulkan peningkatan morbiditas dan mortalitas dari prosedur pembedahan.
[Endocr Pract 2013; 19 (Suppl2): 1-29]
SL Purwo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar