OBESITAS sering kali ditemukan pada kesehatan public dengan makin meningkatnya prevalens. Fibrilasi atrium (AF) merupakan masalah klinis aritmia tersering dan menghasilkan banyaknya sekuel yang tidak diinginkan termasuk stroke, gagal jantung, penurunan fungsi kognitif, demensia, penurunan kualitas hidup dan kematian.
Dalam studi komunitas dan kohort populasi, obesitas telah menjadikan sebagai faktor risiko AF. Sebagai perbandingan dengan referensi berat badan normal, individu obese mempunyai risiko 2.4 kali lipat peningkatan risiko AF. Pada studi kohort bedah kardiothoraks, risiko AF post operasi berkisar antara 1.4-2.4 kali lipat peningkatan risiko jika dibandingkan dengan refernsi non obese.
Risiko AF meningkat secara progresif dengan peningkatan indeks masa tubuh (BMI). Dalam seri bedah kardithoraks yang luas, individu-individu dengan BMI yang ekstrem (> 40 kg/m2) memiliki 2.3 kali lipat peningkatan risiko AF post operasi dibandingkan dengan 1.2 kali lipat risiko pada individu dengan berat badan berlebih (BMI 25-30 kg/m2). Suatu kohort observasional dari klinik Mayo memperlihatkan hasil yang sama dengan peningkatan kemungkinan bergantinya AF dari paroksismal ke permanen dengan peningkatan BMI yang progresif.
Obesitas dan penyakit metabolik memiliki kontribusi dalam risiko terjadinya AF. Hipertensi secara kuat dihubungkan dengan obesitas dan juga obesitas sebagai faktor risiko AF; insidens hipertensi meningkat dengan peningkatan berat badan dan secar progresif naik pada kelompok obesitas. Penyakit kardiovaskuler, baik makro dan mikrovaskuler iskemik memiliki prevalen tertinggi yang berhubungan dengan obesitas dan AF. Obesitas sentral merupakan bagian dari sindroma metabolik dan berdasarkan studi kohort komunitas dengan penambahan sindroma metabolik akan meningkatkan risiko 10 tahun untuk terjadinya AF sebesar 4 kali lipat jika 5 kriteria sindroma metaolik tersebut terpenuhi.
Sebagai tambahan adipositas sistemik, deposisi jaringan adipose regional teru- tama jaringan adipose epikardial diukur menggunakan tomografi atau MRI, telah menjadikan faktor risiko yang poten untuk terjadinya AF. Data epidemiologi menyimpulkan secara konsisten bahwa obesitas dihubungkan dengan risiko subtansial untuk perkembangan AF. Meta analisis melaporkan individu obes memiliki peningkatan 49% risiko AF dibandingkan individu non obese.
Remodeling kardiovaskuler sekunder akibat obeistas merupakan focus terpenting dalam beberapa penelitian, mengidentifikasi tahapan intermediet dalam jalur an- tara paparan dan hasil akhir. Remodeling atrial mungkin dapat menjadi sebagai karakteristik proses yang heterogen oleh adanya disrupsi integrasi elektrik atrial sekunder terhadap paparan klinis jangka panjang.
Perubahan pada fungsi elektrofisiologi atrial dan remodeling yang bersamaan menjadikannya sebagai respon yang maladaptif terhadap hasil metabolik, hemodinamik dan stress iskemik. Hasil kumulatif adalah kekacauan elektrik, modifikasi struktur dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis atrial interstitial dan menghasilkan substrat proaritmik.
Obesitas dihubungkan dengan 2.4 kali lipat risiko 10 tahun pembesaran volum atrium kiri yang dinilai dari ekokardigrafi. Fungsi diastolik ventrikel berdampak pada integritas atrium. Obesitas dan hipertensi mungkin menghasilkan hipertrofi ventrikel yang mana akan mengubah fungsi diastolik, meningkatkan tekanan atrial dan menghasilkan remodeling atrium.
Gelombang P berasal dari EKG permukaan dan merupakan pengukuran vektorkardiografi dari morfologi, durasi dan amplitude gelombang P. Mereka memberikan pengukuran yang murah dan dapat diulang pemeriksaannya dalam menggambarkan fungsi elektrik atrium. Gelombang P secara progresif akan berubah oleh karena obesitas dan lingkar pinggang.
Studi kecil senter tunggal melaporkan hasil yang signifikan terhadapa perbedaan elektrofisiologi atrium dan vena pulmonalis antara individu obese dengan non obese. Individu obesememliki periode refrakter yang pendek pada atrium dan vena pulmonalis dibandingkan non obese, memberikan gambaran bahwa sebagai substrat proatitmik.
Dalam studi komunitas dan kohort populasi, obesitas telah menjadikan sebagai faktor risiko AF. Sebagai perbandingan dengan referensi berat badan normal, individu obese mempunyai risiko 2.4 kali lipat peningkatan risiko AF. Pada studi kohort bedah kardiothoraks, risiko AF post operasi berkisar antara 1.4-2.4 kali lipat peningkatan risiko jika dibandingkan dengan refernsi non obese.
Risiko AF meningkat secara progresif dengan peningkatan indeks masa tubuh (BMI). Dalam seri bedah kardithoraks yang luas, individu-individu dengan BMI yang ekstrem (> 40 kg/m2) memiliki 2.3 kali lipat peningkatan risiko AF post operasi dibandingkan dengan 1.2 kali lipat risiko pada individu dengan berat badan berlebih (BMI 25-30 kg/m2). Suatu kohort observasional dari klinik Mayo memperlihatkan hasil yang sama dengan peningkatan kemungkinan bergantinya AF dari paroksismal ke permanen dengan peningkatan BMI yang progresif.
Obesitas dan penyakit metabolik memiliki kontribusi dalam risiko terjadinya AF. Hipertensi secara kuat dihubungkan dengan obesitas dan juga obesitas sebagai faktor risiko AF; insidens hipertensi meningkat dengan peningkatan berat badan dan secar progresif naik pada kelompok obesitas. Penyakit kardiovaskuler, baik makro dan mikrovaskuler iskemik memiliki prevalen tertinggi yang berhubungan dengan obesitas dan AF. Obesitas sentral merupakan bagian dari sindroma metabolik dan berdasarkan studi kohort komunitas dengan penambahan sindroma metabolik akan meningkatkan risiko 10 tahun untuk terjadinya AF sebesar 4 kali lipat jika 5 kriteria sindroma metaolik tersebut terpenuhi.
Sebagai tambahan adipositas sistemik, deposisi jaringan adipose regional teru- tama jaringan adipose epikardial diukur menggunakan tomografi atau MRI, telah menjadikan faktor risiko yang poten untuk terjadinya AF. Data epidemiologi menyimpulkan secara konsisten bahwa obesitas dihubungkan dengan risiko subtansial untuk perkembangan AF. Meta analisis melaporkan individu obes memiliki peningkatan 49% risiko AF dibandingkan individu non obese.
Remodeling kardiovaskuler sekunder akibat obeistas merupakan focus terpenting dalam beberapa penelitian, mengidentifikasi tahapan intermediet dalam jalur an- tara paparan dan hasil akhir. Remodeling atrial mungkin dapat menjadi sebagai karakteristik proses yang heterogen oleh adanya disrupsi integrasi elektrik atrial sekunder terhadap paparan klinis jangka panjang.
Perubahan pada fungsi elektrofisiologi atrial dan remodeling yang bersamaan menjadikannya sebagai respon yang maladaptif terhadap hasil metabolik, hemodinamik dan stress iskemik. Hasil kumulatif adalah kekacauan elektrik, modifikasi struktur dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis atrial interstitial dan menghasilkan substrat proaritmik.
Obesitas dihubungkan dengan 2.4 kali lipat risiko 10 tahun pembesaran volum atrium kiri yang dinilai dari ekokardigrafi. Fungsi diastolik ventrikel berdampak pada integritas atrium. Obesitas dan hipertensi mungkin menghasilkan hipertrofi ventrikel yang mana akan mengubah fungsi diastolik, meningkatkan tekanan atrial dan menghasilkan remodeling atrium.
Gelombang P berasal dari EKG permukaan dan merupakan pengukuran vektorkardiografi dari morfologi, durasi dan amplitude gelombang P. Mereka memberikan pengukuran yang murah dan dapat diulang pemeriksaannya dalam menggambarkan fungsi elektrik atrium. Gelombang P secara progresif akan berubah oleh karena obesitas dan lingkar pinggang.
Studi kecil senter tunggal melaporkan hasil yang signifikan terhadapa perbedaan elektrofisiologi atrium dan vena pulmonalis antara individu obese dengan non obese. Individu obesememliki periode refrakter yang pendek pada atrium dan vena pulmonalis dibandingkan non obese, memberikan gambaran bahwa sebagai substrat proatitmik.
(Circulation 2013; 128: 401-5)
SL Purwo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar