(Suatu Studi Kohort)
PENURUNAN agresif tekanan darah (BP) merupakan aspek terpenting dari pengobatan diabetes yang sesuai dengan UKPDS dan HOT (Hypertension Optimal Treatment), dimana mengindikasikan prognosis yang baik dengan penurunan BP pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2). Studi dan meta analisis terbaru menyebutkan penurunan SBP dibawah 130 mmHg mungkin akan melindungi terhadap terkenanya stroke, tetapi tidak mengurangi risiko infark miokard atau mortalitas maupun morbiditas kardiovaskuler secara keseluruhan.
Hubungan antara kurva U atau J pada SBP dan DBP terhadap mortalitas telah diamati dalam studi-studi terda-hulu. Hubungan BP terhadap risiko kejadian kardiovaskuler sepertinya menyerupai kurva U atau J pada pasien dengan DMT2.
Untuk mengetahui bentuk kurva terhadap hubungannya SBP dan DBP dengan risiko kejadian kardiovaskuler serta mortalitas pada pasien DMT2 dalam populasi besar di perawatan primer dilakukanlah studi oleh Johan et al.
Studi ini menggunakan 34009 pasien konsekutif penyakit kardiovaskuler dengan DMT2, usia 35 tahun atau lebih tua (usia rerata 64 tahun) pada 84 pusat perawatan primer di daerah pusat Swedia antara tahun 1999 dan 2008. Dilakukan follow up sampai tahun 2009 pada registri nasional untuk insidens kejadian mayor kardiovaskuler (hasil keluaran berupa infark miokard, stroke, gagal jantung atau mortalitas kardiovaskuler) ataupun total mortalitas.
Selama 11 tahun follow up, 6344 pasien (18.7%) memiliki kejadian kardiovaskuler primer dan 6235 pasien meninggal (18.3%). Hubungan tahunan yang dilihat dari SBP dan DBP dengan risiko kejadian kardiovaskuler mayor berupa kurva berbentuk U. Risiko terendah kejadian kardiovaskuler diamati pada SBP 135-139 mmHg dan DBP 74-76 mmHg, dan mortalitas terendah pada SBP 142-150 mmHg dan DBP 78-79 mmHg, juga pada penggunaan obat antihipertensi yang tidak diberikan dan pada pemberian obat antihipertensi.
Faktor perancu status sosioekonomi merupakan penjelasan yang mungkin untuk menjelaskan tingginya risiko distribusi BP pada batas bawah. Rendahnya SBP sesuai pola harian dihubungkan dengan rendahnya status sosial, fisik dan mental serta prevalens yang tinggi dengan anxietas dan depresi pasien-pasien tersebut.
Pada beberapa studi terdahulu, bentuk kurva U atau J yang dihubungkan dengan BP terhadap mortalitas telah diamati pada satu tahun pertama follow up penelitian, tetapi hubungan linear didapatkan pada periode waktu yang lama. Hal ini mungkin disebabkan karena kausa terbalik, yang ada pada penyakit sebelumnya dimana menimbulkan rendahnya BP dan mortalitas.
Kurva bentuk U pada DBP yang dihubungkan dengan mortalitas penyakit jantung koroner telah diamati. Karena miokardium diperfusi selama diastolik, aliran darah koroner fase diastolik yang rendah yang diakibatkan dengan rendahnya DBP aorta yang mungkin menjadi mekanisme patogenetik tersebut, terutama terdapat pada pasien dengan low coronary flow reserve.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan, pada sampel berdasarkan perawatan primer yang besar pasien-pasien DMT2, didapatkan hubungan SBP dan DBP dengan risiko mayor kejadian kardiovaskuler serta mortalitas berupa bentuk kurva U. Hasil ini mempunyai implikasi untuk stratifikasi risiko dari pasien DMT2.(J Hypertension 2013; 31: 1-8)
Hubungan antara kurva U atau J pada SBP dan DBP terhadap mortalitas telah diamati dalam studi-studi terda-hulu. Hubungan BP terhadap risiko kejadian kardiovaskuler sepertinya menyerupai kurva U atau J pada pasien dengan DMT2.
Untuk mengetahui bentuk kurva terhadap hubungannya SBP dan DBP dengan risiko kejadian kardiovaskuler serta mortalitas pada pasien DMT2 dalam populasi besar di perawatan primer dilakukanlah studi oleh Johan et al.
Studi ini menggunakan 34009 pasien konsekutif penyakit kardiovaskuler dengan DMT2, usia 35 tahun atau lebih tua (usia rerata 64 tahun) pada 84 pusat perawatan primer di daerah pusat Swedia antara tahun 1999 dan 2008. Dilakukan follow up sampai tahun 2009 pada registri nasional untuk insidens kejadian mayor kardiovaskuler (hasil keluaran berupa infark miokard, stroke, gagal jantung atau mortalitas kardiovaskuler) ataupun total mortalitas.
Selama 11 tahun follow up, 6344 pasien (18.7%) memiliki kejadian kardiovaskuler primer dan 6235 pasien meninggal (18.3%). Hubungan tahunan yang dilihat dari SBP dan DBP dengan risiko kejadian kardiovaskuler mayor berupa kurva berbentuk U. Risiko terendah kejadian kardiovaskuler diamati pada SBP 135-139 mmHg dan DBP 74-76 mmHg, dan mortalitas terendah pada SBP 142-150 mmHg dan DBP 78-79 mmHg, juga pada penggunaan obat antihipertensi yang tidak diberikan dan pada pemberian obat antihipertensi.
Faktor perancu status sosioekonomi merupakan penjelasan yang mungkin untuk menjelaskan tingginya risiko distribusi BP pada batas bawah. Rendahnya SBP sesuai pola harian dihubungkan dengan rendahnya status sosial, fisik dan mental serta prevalens yang tinggi dengan anxietas dan depresi pasien-pasien tersebut.
Pada beberapa studi terdahulu, bentuk kurva U atau J yang dihubungkan dengan BP terhadap mortalitas telah diamati pada satu tahun pertama follow up penelitian, tetapi hubungan linear didapatkan pada periode waktu yang lama. Hal ini mungkin disebabkan karena kausa terbalik, yang ada pada penyakit sebelumnya dimana menimbulkan rendahnya BP dan mortalitas.
Kurva bentuk U pada DBP yang dihubungkan dengan mortalitas penyakit jantung koroner telah diamati. Karena miokardium diperfusi selama diastolik, aliran darah koroner fase diastolik yang rendah yang diakibatkan dengan rendahnya DBP aorta yang mungkin menjadi mekanisme patogenetik tersebut, terutama terdapat pada pasien dengan low coronary flow reserve.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan, pada sampel berdasarkan perawatan primer yang besar pasien-pasien DMT2, didapatkan hubungan SBP dan DBP dengan risiko mayor kejadian kardiovaskuler serta mortalitas berupa bentuk kurva U. Hasil ini mempunyai implikasi untuk stratifikasi risiko dari pasien DMT2.(J Hypertension 2013; 31: 1-8)
SL Purwo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar