PENINGKATAN asam urat serum (SUA) telah dijadikan sebagai predictor independen penyakit kardiovaskuler termasuk panyakit jantung koroner. Diantara pasien gagal jantung, telah dilaporkan hiperurisemia dihubungkan dengan peningkatan tekanan pengisian atrium, disfungsi sistolik ventrikel dan penurunan kerja atrium kiri.
Sehingga hal tersbut dapat dispekulasikan bahwa metabolisme SUA berimplikasi pada remodeling atrium, karena peningkatan tekanan pengisian atrium yang mungkin menyebabkan abnormalitas struktur dan elektrofisiologi, menyumbangkan terbentuknya fibrilasi atrium (AF).
Beberapa studi terbaru menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan SUA dengan peningkatan prevalens AF. Baru-baru ini studi Atherosclerosis Risk in Communities yang melibatkan 15,382 pasien dewasa kulit hitam dan putih tanpa AF, melaporkan bahwa peningkatan SUA secar independen berhubungan dengan peningkatan insiden AF, khususnya pada kulit hitam dan wanita.
Dua studi kecil lainnya menyebutkan bahwa peningkatan SUA dapat memprediksikan rekurensi AF setelah ablasi kateter atrium kiripada pasien asimptomatis, refrakter terhadapa obat, AF paroksismal maupun persisten. Akan tetapi, kurangnya informasi yang tersedia mengenai hubungan hiperurisemia dengan risiko insiden AF pada pasien DMT2. Sehingga dilakukanlah studi oleh Fillipo et al untuk mengetahui apakah peningkatan SUA memprediksikan perkembangan insiden AF pada pasien DMT2.
Studi ini melakukan follow up selama 10 tahun terhadap 400 pasien sampel DMT2 dengan baseline irama AF di poliklinik. Selama 10 tahun, terdapat 42 insiden AF dengan insiden kumulatif sebesar 10.5%. Peningkatan SUA dihubungkan dengan peningkatan risiko insiden AF (OR 2.43, 95% CI 1.8-3.4, p < 0.0001 untuk setiap 1-SD peningkatan SUA).
Penyesuaian usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, hipertensim penyakit ginjal kronis, gambaran elektrokardiografi (hipertrofi ventrikel kiri dan interval PR) dan penggunaan diuretic serta allopurinol tidak terdapat hubungan antara SUA dengan insiden AF (adjusted OR 2.44, 95% CI 1.6-3.9, p < 0.0001).
Penyesuaian lebih lanjut dengan skor AF 10 tahun studi Jantung Framingham tidak melemahkan hubungan tersebut. Hasil tetap tidak berubah walau SUA dibentuk sebagai model variabel kategorikal, dan pasien-pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner atau gagal jantung diekslusikan dari studi ini.
Mekanisme yang mendasarinya sampai saat ini belum diketahui. Namun, terdapat banyak studi yang menyebutkan adanya inflamasi kronis dan peningkatan stress oksidatif yang mungkin berperan pada patofisiologi untuk terjadinya AF ini. Data eksperimen memperlihatkan ketika asam urat memasuki sel melalui transporter spesifik (termasuk transporter fruktosa, SLC2-A9), dapat berperan sebagai pro-oksidan, mengaktifkan jalur protein kinase teraktivasi mitogen dan nuclear factor K-B serta menginduksi pelepasan berbagai mediator proinflamasi (contoh interleukin 6, interleukin 8, tumor necrosis factor dan monocyte chemoattractant protein 1) dan growth factor.
Tidak terdapat studi klinis yang dilakukan untuk menilai efek pengobatan allopurinol terhadap AF, telah diketahui pemberian allopurinol memperbaiki disfungsi endotel pada pasien dengan hiperurisemia, pasien DMT2 dan hipertensi dengan nilai SUA normal, pasien dengan angina stabil kronis dan pada pasien gagal jantung kronis.
Kesimpulannya berupa peningkatan SUA secara kuat dihubungkan dengan peningkatan insiden AF pada pasien DMT2 walau telah disesuaikan dengan faktor risiko multiple AF.(Am J Cardiol 2013; 04: 12)
Sehingga hal tersbut dapat dispekulasikan bahwa metabolisme SUA berimplikasi pada remodeling atrium, karena peningkatan tekanan pengisian atrium yang mungkin menyebabkan abnormalitas struktur dan elektrofisiologi, menyumbangkan terbentuknya fibrilasi atrium (AF).
Beberapa studi terbaru menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan SUA dengan peningkatan prevalens AF. Baru-baru ini studi Atherosclerosis Risk in Communities yang melibatkan 15,382 pasien dewasa kulit hitam dan putih tanpa AF, melaporkan bahwa peningkatan SUA secar independen berhubungan dengan peningkatan insiden AF, khususnya pada kulit hitam dan wanita.
Dua studi kecil lainnya menyebutkan bahwa peningkatan SUA dapat memprediksikan rekurensi AF setelah ablasi kateter atrium kiripada pasien asimptomatis, refrakter terhadapa obat, AF paroksismal maupun persisten. Akan tetapi, kurangnya informasi yang tersedia mengenai hubungan hiperurisemia dengan risiko insiden AF pada pasien DMT2. Sehingga dilakukanlah studi oleh Fillipo et al untuk mengetahui apakah peningkatan SUA memprediksikan perkembangan insiden AF pada pasien DMT2.
Studi ini melakukan follow up selama 10 tahun terhadap 400 pasien sampel DMT2 dengan baseline irama AF di poliklinik. Selama 10 tahun, terdapat 42 insiden AF dengan insiden kumulatif sebesar 10.5%. Peningkatan SUA dihubungkan dengan peningkatan risiko insiden AF (OR 2.43, 95% CI 1.8-3.4, p < 0.0001 untuk setiap 1-SD peningkatan SUA).
Penyesuaian usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, hipertensim penyakit ginjal kronis, gambaran elektrokardiografi (hipertrofi ventrikel kiri dan interval PR) dan penggunaan diuretic serta allopurinol tidak terdapat hubungan antara SUA dengan insiden AF (adjusted OR 2.44, 95% CI 1.6-3.9, p < 0.0001).
Penyesuaian lebih lanjut dengan skor AF 10 tahun studi Jantung Framingham tidak melemahkan hubungan tersebut. Hasil tetap tidak berubah walau SUA dibentuk sebagai model variabel kategorikal, dan pasien-pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner atau gagal jantung diekslusikan dari studi ini.
Mekanisme yang mendasarinya sampai saat ini belum diketahui. Namun, terdapat banyak studi yang menyebutkan adanya inflamasi kronis dan peningkatan stress oksidatif yang mungkin berperan pada patofisiologi untuk terjadinya AF ini. Data eksperimen memperlihatkan ketika asam urat memasuki sel melalui transporter spesifik (termasuk transporter fruktosa, SLC2-A9), dapat berperan sebagai pro-oksidan, mengaktifkan jalur protein kinase teraktivasi mitogen dan nuclear factor K-B serta menginduksi pelepasan berbagai mediator proinflamasi (contoh interleukin 6, interleukin 8, tumor necrosis factor dan monocyte chemoattractant protein 1) dan growth factor.
Tidak terdapat studi klinis yang dilakukan untuk menilai efek pengobatan allopurinol terhadap AF, telah diketahui pemberian allopurinol memperbaiki disfungsi endotel pada pasien dengan hiperurisemia, pasien DMT2 dan hipertensi dengan nilai SUA normal, pasien dengan angina stabil kronis dan pada pasien gagal jantung kronis.
Kesimpulannya berupa peningkatan SUA secara kuat dihubungkan dengan peningkatan insiden AF pada pasien DMT2 walau telah disesuaikan dengan faktor risiko multiple AF.(Am J Cardiol 2013; 04: 12)
SL Purwo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar