DALAM 5 tahun terakhir ini kita belajar tentang aktifitas imiah yang mendalami berbagai aspek hubungan antara fibrilasi atrium (AF) dengan penyakit ginjal (KD). Pada awalnya dimulai dengan sampel kecil dengan hasil yang kurang kuat dalam melakukan generalisasi. Demikian Winkelmayer WC mengawali tulisan editorialnya pada Circulation 2013; 127: 560-2. Pendalaman pengetahuan ini memerlukan suatu penelitian kohort dengan sampel yang besar. Pertama, realisasi penemuan prevalensi fibrilasi atrium yang meningkat secara monoton dengan fungsi ginjal yang memburuk, bersamaan dan independen. Terdapat gambaran estimasi glomerular filtration rate (eGFR) yang menurun disertai meningkatnya ekskresi albumin urin (McManus DD dkk, 2009). Pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir, yang memerlukan dialisis memiliki prevalensi AF yang tinggi lebih dari 10%, dengan >17% pda usia diatas 65 tahun terdiagnosis memiliki aritmia yang paling sering terjadi (Winkelmayer WC dkk, 2009). Tidak mengejutkan lagi ketika ditemukan insiden AF juga meningkat pada mereka yang memiliki fungsi ginjal yang menurun (Alonso A dkk, 2011). Prognosis pasien-pasien kombinasi AF dan KD menjadi buruk, termasuk pasien-pasien yang didialisis dan didiagnosis AF memiliki mortalitas 1 tahun mendekati 40%, dua kali lebih banyak pada populasi pasien yang sama tanpa AF.
Observasi epidemiologi ini meningkatkan pertanyaan tentang strategi terapinya ketika menemukan pasien dengan kombinasi AF dan KD. Walaupun secara umum antikoagulan direkomendsikan sebagai prevensi sekunder bagi pasien AF, pasien dengan KD lanjut memiliki risiko perdarahan dan meningkatkan risiko iskemik strok. Hubungan antara keuntungan-kerugian pemberian antikoagulan oral pada populasi KD lanjut masih tetap belum jelas, terutama pada KD tahap akhir (Shen JL dkk, 2012). Walaupun antikogulan oral baru telah berhasil meningkatkan kemampuan pengobatan penyakit pada pasien tanpa KD, penggunaan dan keamanannya masih dipertanyakan pada pasien dengan eGFR yang menurun, hal ini termasuk di dalam area aktifitas investigasi ilmuwan saat ini. Sangat menarik studi Bansal N dkk pada Circulation 2013 ini memfokuskan pada AF dan KD yang sebelumnya lepas dari perhatian. Peneliti mengajukan alternatif hipotesis pada populasi KD relatif lanjut, angka kejadian AF yang dihubungkan dengan peningkatan risiko penurunan KD yang lebih cepat dibandingkan populasi yang sama tetapi tanpa KD. Rupanya Bansai N dkk mempertajam penelitian Studi Niigata dengan sample yang lebih besar dari organisasi penyelenggara kesehatan di California Utara. Organisasi ini menyelenggarakan pemeriksaan laboratorium, elektrokardiogram dengan kode diagnosis yang lebih baik. Penelitian pada eGFR yang menurun (<60m L/min/1.73 m2) pada >2 pemeriksaan yang berbeda waktu, studi eksposur, keberadaan AF yang tergantung waktu meningkatkan nilai penelitian.Pendapat bahwa AF secara nyata menyebabkan percepatan menurunnya fungsi ginjal dan meningkatkan risiko KD tahap akhir, beberapa penyebab atau mekanismenya memerlukan penelitian lanjut termasuk kemungkinan inflamasi sistemik, profibrotik, dan faktor hemodinamik. Observasi yang menarik adalah terdapatnya perbaikan fungsi ginjal pada pasien yang sukses diablasi AF-nya dibandingkan dengan pasien AF yang menetap pascatindakan tersebut (Takahashi Y dkk, 2011). Akhirnya, penelitian terhadap obat-obat yang digunakan untuk AF dicurigai sebagai biang keladi percepatan penurunan fungsi ginjal. Secara spesifik, warfarin memperlihatkan kontribusinya pada kerusakan struktur dan menurunkan fungsi ginjal, terutama pada pasien yang telah menurun eGFR-nya dan mencapai INR, international normalized ratio yang tinggi (Brodsky SV dkk, 2011).
Kesimpulan akhir Bansal dkk mengemukakan bahwa diperlukan studi lanjut untuk memastikan penyebab (kalau ada) dari percepatan penurunan fungsi ginjal pada pasien AF (baru). Justru disinilah seharusnya dilakukan upaya preventif AF pada pasien yang dicurigai mengidap KD. Preventif primer sangat dianjurkan oleh penulis editorial ini. Penemuan-penemuan tersebut jelas mengindikasikan agar prioritas penelitian mengklarifikasi hubungan dua arah antara AF dan KD. (Circulation 2013; 127: 560-2)Observasi epidemiologi ini meningkatkan pertanyaan tentang strategi terapinya ketika menemukan pasien dengan kombinasi AF dan KD. Walaupun secara umum antikoagulan direkomendsikan sebagai prevensi sekunder bagi pasien AF, pasien dengan KD lanjut memiliki risiko perdarahan dan meningkatkan risiko iskemik strok. Hubungan antara keuntungan-kerugian pemberian antikoagulan oral pada populasi KD lanjut masih tetap belum jelas, terutama pada KD tahap akhir (Shen JL dkk, 2012). Walaupun antikogulan oral baru telah berhasil meningkatkan kemampuan pengobatan penyakit pada pasien tanpa KD, penggunaan dan keamanannya masih dipertanyakan pada pasien dengan eGFR yang menurun, hal ini termasuk di dalam area aktifitas investigasi ilmuwan saat ini. Sangat menarik studi Bansal N dkk pada Circulation 2013 ini memfokuskan pada AF dan KD yang sebelumnya lepas dari perhatian. Peneliti mengajukan alternatif hipotesis pada populasi KD relatif lanjut, angka kejadian AF yang dihubungkan dengan peningkatan risiko penurunan KD yang lebih cepat dibandingkan populasi yang sama tetapi tanpa KD. Rupanya Bansai N dkk mempertajam penelitian Studi Niigata dengan sample yang lebih besar dari organisasi penyelenggara kesehatan di California Utara. Organisasi ini menyelenggarakan pemeriksaan laboratorium, elektrokardiogram dengan kode diagnosis yang lebih baik. Penelitian pada eGFR yang menurun (<60m L/min/1.73 m2) pada >2 pemeriksaan yang berbeda waktu, studi eksposur, keberadaan AF yang tergantung waktu meningkatkan nilai penelitian.Pendapat bahwa AF secara nyata menyebabkan percepatan menurunnya fungsi ginjal dan meningkatkan risiko KD tahap akhir, beberapa penyebab atau mekanismenya memerlukan penelitian lanjut termasuk kemungkinan inflamasi sistemik, profibrotik, dan faktor hemodinamik. Observasi yang menarik adalah terdapatnya perbaikan fungsi ginjal pada pasien yang sukses diablasi AF-nya dibandingkan dengan pasien AF yang menetap pascatindakan tersebut (Takahashi Y dkk, 2011). Akhirnya, penelitian terhadap obat-obat yang digunakan untuk AF dicurigai sebagai biang keladi percepatan penurunan fungsi ginjal. Secara spesifik, warfarin memperlihatkan kontribusinya pada kerusakan struktur dan menurunkan fungsi ginjal, terutama pada pasien yang telah menurun eGFR-nya dan mencapai INR, international normalized ratio yang tinggi (Brodsky SV dkk, 2011).
Budhi Setianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar