WHO memperkirakan perokok sejumlah 1,3 milyard. Untuk 2025 digambarkan akan meningkat sejumlah 1,7 milyar. Satu setengah juta orang meninggal setahunnya di negara-negara berpenghasilan tinggi akibat mengisap rokok, walaupun ada juga yang turun secara meyakinkan di beberapa negara. Angka kematiannya akibat merokok diperkirakan stabil sampai 2030, sayangnya menjadi dua kali lipat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Dalam studi Interheart ditunjukkan angka 35,7% sebagai faktor risiko global untuk infark miokard akut (IMA). Berhenti merokok masih merupakan strategi terapeutik untuk mengurangi angka kejadian dan kematian jangka panjang dalam bidang kardiologi. Menyedihkan, bila melihat hasil survei dari the European Action on Secondary and Primary Prevention by Intervention to Reduce Events (EuroAspire) yang diselengarakan antara 1995 dan 2005 di Eropa, terlihat bahwa 20-25% perokok kembali pada kebiasaannya setelah 6 bulan kena serangan IMA dan angka-angka tersebut tidak berubah selama survei. Sebagai perbandingan, pada saat survei tersebut dilakukan, upaya mengontrol dislipidemia menunjukkan adanya perbaikan. Penjelasan yang dapat diferifikasi menunjukkan bahwa kardiolog kurang komitmen kepada pasiennya pada stop merokok ketika dibandingkan dengan manajemen faktor risiko lainnya.
Setiap tahunnya tercatat 70% perokok di USA menyatakan minatnya untuk stop merokok, 45% berhasil mencapai stop merokok, dan lebih kecil dari 5% rupanya berhasil stop atas kemauannya sendiri. Dua sampai tiga kali lebih sukses dengan menggunakan obat diyakini lebih baik lagi dengan bantuan terapi perilaku. Adiksi nikotin merupakan penyulit utama stop merokok, sebagai ilustrasi 25% dari perokok Eropa yang selamat dari serangan jantung kembali merokok 6 bulan setelah serangan.
Kesimpulan sekaligus mengingatkan agar kardiolog tidak meminimalkan komitmennya untuk mengurangi konsumsi tembakau pasien-pasiennya dan masyarakat luas. Sejalan dengan manajemen faktor risiko lainnya untuk PJK, intervensi stop merokok dan tambahan semangatnya harus diintegrasikan pada rutinitas praktik klinik. Lebih dari pada itu, kardiolog harus mengembangkan program stop merokok dalam seluruh lingkup profesionalnya, identifikasi status merokok semua pasiennya, harus kenal dan akrab dengan prinsip-prinsip terapi stop-merokok, penggunaan obat-obatan yang sudah tersedia, dan tindak lanjutnya.
Beberapa langkah yang penting diketahui dan diharapkan partisipasi kardiolog untuk membantu berhenti merokok serta untuk meningkatkan kesehatan kardiovaskular pasien-pasien dan komunitasnya:
1. Praktik Klinik. (a) Penilaian sistimatis status merokoknya setiap pasien sebagai bagian integral dari tanda-tanda vital. Selalu diidentifikasi perokok pasif diantara para non-perokok. (b) Bantuan semangat untuk stop merokok merupakan aktifitas utama sebagai kardiolog sebagaimana terhadap faktor risiko lainnya seperti dislipidemia dan hipertensi. Berikan obat-obatan stop merokok bila diperlukan. Jangan menakut-nakuti pasien karena sering kontra produktif, tetapi berikan informasi yang jelas dan jujur. (c) Gunakan teknik pencitraan (seperti ultrasound vaskular) untuk memperkuat pesan dan perhatian pasien sesuai statusnya dan makna dari pesan anda.
2. Organisasi. (a) Identifikasi dan terapi diantara peserta program studi dan fellow kardiologi, dokter, perawat dan petugas lainnya. (b) Membuat leaflet tentang risiko merokok dan cara berhenti merokok yang dapat diperoleh secara luas. (c) Jika tidak memungkinkan, agar membuat program khusus untuk mengobati ketergantungan merokok di lingkungan pekerjaan. Selalu ada orang atau sentra untuk membantu pasien kita. Kirim semua kesulitan dalam memberhentikan kebiasaan merokok pada sentra ini.
3. Pendidikan. (a) Tambahkan mata ajar stop merokok pada kurikulum pendidikan kardiolog. (b) Lebih banyak menekankan masalah merokok pada pertemuan saintifik dan program pendidikan berkelanjutan.
4. Komitmen pada Kesehatan Masyarakat. (a) Melobi untuk pendanaan untuk terapi melawan ketergantungan tembakau. (b) Berperan kuat baik sebagai individu maupun perhimpunan jantung dalam koalisi kontrol tembakau. (c) Membantu riset tentang konsekuensi kesehatan akibat merokok dan kebijakan mengontrol tembakau pada prevensi primer dan sekunder penyakit kardiovaskular.
5. Terakhir jangan dilupakan. (a) Jangan merokok, karena langkah selanjutnya akan mengalami kesulitan dan kredibilitas kita akan turun dalam menangani pasien. Jika anda bekas perokok, jauhi pengalaman anda untuk pasien (secara maksimum ciptakan suasana empati untuk meningkatkan kredibilitas anda). Kesemuanya itu adalah langkah-langkah bagi setiap kardiolog untuk membantu berhenti merokok guna memperbaiki kesehatan kardiovaskular untuk pasien dan komunitasnya.
(Current Opinion in Cardiology 2010, 25: 469-477)
Budhi Setianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar