Dampak prognostik AF pada rawat inap untuk gagal jantung dan kematian, bagaimanapun juga tetap tidak pasti. Beta-blocker direkomendasikan sebagai pengobatan rutin pada gagal jantung kronis yang stabil dalam rangka meningkatkan kelangsungan hidup dan mengurangi rawat inap untuk gagal jantung.
Meskipun secara umum diasumsikan bahwa efek dari penghambat beta di AF mirip dengan yang di sinus ritme, sejauh ini tidak ada efek menguntungkan dari penghambat beta pada pasien gagal jantung dengan AF.
Dalam subpenelitian dari the Cardiac Insufficiency Bisoprolol Study (CIBIS) II, bisoprolol tidak berpengaruh pada pasien dengan gagal jantung dan AF. Ini juga diamati pada post-hoc analisis the US Carvedilol Heart Failure Trials Program dan studi the Metoprolol CR/XL Randomized Intervention Trial in congestive Heart Failure (MERIT-HF).
Studi tersebut, bagaimanapun, terbatas pada pasien yang lebih muda dengan fraksi ejeksi yang rendah, sedangkan pengaruh prognostik tambahan AF pada gagal jantung tampaknya paling jelas pada gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang tidak menurun. Selain itu, potensi manfaat beta-blocker mungkin berbeda antara pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang tidak menurun dibandingkan dengan fraksi ejeksi yang mengalami gangguan.
Dilakukanlah studi oleh Mulder et al., dimana efek menguntungkan dari beta-blokade masih belum jelas pada pasien gagal jantung yang memiliki atrial fibrilasi (AF), terutama pada orang tua. Peneliti mengevaluasi efek nebivolol terhadap outcome kardiovaskular pada pasien usia lanjut dengan gagal jantung dan AF.
Studi SENIOR menunjukkan manfaat keseluruhan nebivolol dibandingkan dengan plasebo pada 2.128 pasien gagal jantung dengan usia > 70 tahun. Pada awal studi, AF terdapat pada 738 (34,7%) pasien. Hasil utama adalah semua penyebab kematian atau rawat inap kardiovaskular. Setelah 21 bulan, kejadian kumulatif dari hasil primer secara signifikan lebih umum pada pasien dengan AF dibandingkan dengan mereka dengan sinus ritme (38,5% vs 30,4%, masing-masing, p < 0.001).
Pada pasien dengan AF, nebivolol tidak memiliki efek menguntungkan pada hasil primer [nebivolol vs plasebo, 37.1% vs 39.8%, rasio hazard (HR) 0.92; 95% confidence interval (CI), 0.73-1.17; p = 0.46], berbeda dengan pasien dengan irama sinus (28.1% vs 32.9%, pada nebivolol vs kelompok plasebo, masing-masing, HR 0.82; 95% CI 0.67-0.99; p = 0.049). Pada pasien dengan AF, hasil primer adalah serupa dalam kelompok fraksi ejeksi terganggu dan yang tidak menurun (39.0% dengan LVEF d” 35% vs 37.3% pada pasien dengan LVEF > 35%). Tidak terdapat bukti manfaat dari nebivolol pada pasien AF yang dikelompokkan berdasarkan LVEF.
Pada analisis post-hoc, nebivolol tampaknya kurang memiliki manfaat pada outcome pasien dengan gagal jantung dan AF dibandingkan terhadap efek pada pasien dengan irama sinus. Tidak ada randomized trials telah dilakukan khusus untuk menyelidiki kemanjuran beta-blokade pada pasien gagal jantung dengan AF.
Pada pasien usia lanjut dengan gagal jantung yang stabil, mereka yang memiliki AF berada pada risiko yang lebih tinggi dari kematian semua penyebab dan rawat inap kardiovaskular. Selanjutnya, pada pasien dengan AF nebivolol memiliki efek yang kurang pada mortalitas semua penyebab dan rawat inap kardiovaskular dibandingkan dengan pasien dengan irama sinus pada awal, dan efek ini terlepas dari fraksi ejeksi. Efek dari beta-blocker pada pasien dengan gagal jantung dan AF perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. (Eur J Heart Fail 2012: 14; 1171-78)
SL Purwo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar