Penyakit apapun yang ditemukan pada pasien dengan gejala akut secara signifikan terdapat pada pasien yang memiliki gejala akut mempunyai kejadian yang tidak diinginkan lebih banyak dibandingkan penyakit dengan tingkat yang sama. Itulah yang dikatakan dr Kavitha Chinnaiyan dari RS William Beaumont. Beliau menyampaikan hasil studi dari 9.678 pasien CONFIRM di pertemuan tahunan CCT 2012. Walaupun penyakit yang ringan dengan gejala akut berarti fisiologinya berbeda jika dibandingkan dengan penyakit kronis yang stabil.
Mereka menggunakan CCTA untuk penatalaksanaan cepat triase, tetapi mereka tidak tahu yang terjadi pada pasien-pasien tersebut, jika menrujuk pada studi yang dilakukan di ruang emergensi beberapa hal terjadi secara tidak jelas apakah yang terjadi sehubungan dengan kardiak akan dirujuk ke spesialis jantung ataukah mereka sendiri yang akan menanganinya, itulah kasus yang sulit.
Studi ROMICAT II dan ACRIN, CCTA merupakan tes yang aman untuk skrining pasien-pasien dengan nyeri dada di ruang emergensi. Itulah yang seharusnya dikerjakan di emergensi, jika pasien terdapat gejala nyeri dada lakukanlah pemeriksaan CT dan ternyata tidak didapatkan obstruksi maka pasien dapat pulang.
Studi tersebut menyatakan bahwa CCTA merupakan alat yang tepat untuk mendiagnosis penyakit koroner di ruang emergensi, akan tetapi kita seharusnya menerjemahkan fakta dari masyarakat yang memiliki pnyakit walau ringan akan dilakukan prevensi sekunder yang agresif, dimana tidak dapat didukung studi-studi sebelumnya.
Chinnaiyan dan koleganya menganalisa 27.125 pasien konsekutif dari studi CONFIRM untuk mengidentifikasi 9.678 pasien simptomatik tanpa riwayat penyakit koroner. Dari pasien tersebut 7.204 pasien dengan gejala kronis kemungkinan penyakit koroner yang ditemukan oleh dokter di tempat praktek dan 2.467 pasien dengan gejala akut yang terdapat pada ruang emergensi.
Analisis multivariate memperlihatkan prediktor yang kuat dari kejadian mayor yang tidak diinginkan dengan rerata follow-up selama 2,2 tahun pada pasien penyakit obstruktif dimana merupakan faktor risiko tradisional seperti riwayat keluarga, jenis kelamin laki-laki, merokok, dll. Tetapi diantara pasien dengan penyakit obstruksi, faktor risiko yang terpenting adalah gejala akutnya, dengan tingkat mortalitas tertinggi dibandingkan dengan penyakit obstruksi tanpa gejala akut (3.5% vs 1%, p < 0.001) dan kejadian mayor yang tidak diinginkan tertinggi (4.2% vs 2.1%, p = 0.002). Pada pasien penyakit obstruksi, pasien dengan gejala akut memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan gejala kronis (5.6% vs 2.4%, p = 0.001), tetapi tingkat kejadian yang tidak diinginkan seluruhnya adalah sama pada kedua kelompok (11% vs 8.6%, p = 0.16).
Studi selanjutnya dari registry CONFIRM akan memeriksa karakteristik plak yang dapat menjelaskan perbedaan antara pasien akut dengan non akut. Peneliti juga berharap untuk mengetahui apa yang akan terjadi pada pasien sindroma koroner akut setelah dipulangkan dari RS. (Circ Cardiovasc Imaging 2011; 4: 463-72)
SL Purwo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar