“Pendekatan individual pasien sebagai tantangan dalam penatalaksanaan diabetes”
DIABETES melitus merupakan suatu penyakit degeneratif yang berjalan makin lama makin profresif. Penatalaksanaan diabetes yang tidak optimal akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi jangka panjang seperti makro dan mikrovaskular serta komplikasi jangka pendek seperti hipoglikemia, koma ketoasidosis diabetik, dan lain-lain. Tantangan dalam penatalaksanaan diabetes ini adalah dengan menggunakan pendekatan individual pasien (patient-centered approach). Hal ini dibahas dalam salah satu workshop pada seminar 6th Diabetes, Obesity and Cardiovascular Link 2012 yang diadakan di Novotel pada tanggal 29 Juni 2012.
Prof. dr. Djoko Wahono, SpPD-KEMD
Prof. dr. Djoko Wahono, SpPD-KEMD mengatakan bahwa banyak dokter spesialis merasa bingung dalam menentukan strategi yang optimal terhadap pasien mereka. Manajemen hiperglikemia pada diabetes melitus tipe 2 menjadi semakin kompleks dan dalam keadaan tertentu timbul perbedaan pendapat dalam manajemen ini. Perbedaan ini mencakup dalam hal efek samping obat dan kemampuan potensial untuk mengontrol kadar gula darah dalam hal komplikasi makrovaskular.
Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis ditegakkan melalui 3 cara:
- Jika keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.
- Pemeriksaan glukosa plasma puasa > 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik.
- Tes toleransi glukosa oral (TTGO) > 200 mg/dl. Meskipun TTGO dengan beban 75 gram glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan gukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
ADA 2011 telah memasukkan kadar HbA1c > 6.5% sebagai kriteria diagnosis diabetes melitus. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes melitus, maka dapat digolongkan ke dalam toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). TGT ditegakkan apabila pemeriksaan nilai TTGO antara 140-199 mg/dl. Diagnosis GDPT ditegakkan apabila steleh pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl dan TTGO gula darah dalam 2 jam < 140 mg/dl.
“Berbagai manajemen telah dikembangkan oleh berbagai organisasi. Manajemen ini mengarah pada suatu pendekatan yang dikenal dengan pendekatan individual pasien. Pendekatan ini melihat berdasarkan informasi keuntungan dan kerugian suatu obat pada seorang pasien. Pendekatan individual ini didefinisikan sebagai menyediakan penatalaksanaan yang menghormati pasien dan memberikan hasil yang terbaik kepada pasien. Pada akhirnya pasien diajak untuk bekerja sama dalam memutuskan gaya hidup yang mereka inginkan dan penggunaan obat-obatan yang mereka butuhkan,” kata Prof. dr. Djoko Wahono.
dr. Nathalia, SpPD-KEMD mengatakan bahwa berdasarkan rekomendasi ADA pada jurnal diabetes care 19 April 2012, metformin merupakan fokus pada lini pertama pemberian obat hipoglikemia oral. Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dl) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu pemberian dengan cara titrasi memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat. Dosis metformin harian diberikan dalam rentang 500-2000 mg. Evaluasi terapi dilakukan setelah 3 bulan. Apabila tidak berhasil maka dilakukan kombinasi dengan satu kemudian dua sampai tiga obat hipoglikemia oral. Berdasarkan jurnal diabetes care yang terbaru, pilihan obat dapat dilakukan secara acak namun berbeda mekanisme kerja.
Apabila kombinasi tiga obat hipoglikemia oral tidak dapat memberikan hasil yang diinginkan maka dapat selanjutnya dikombinasi dengan insulin basal. Pesan penting yang diambil dari terapi insulin adalah bahwa insulin akan menurunkan glukosa dan HbA1c, semua insulin akan terkait dengan peningkatan berat badan dan hipoglikemia, semakin besar dosis maka semakin rendah HbA1c dan juga semakin tinggi efek sampingnya, dan secara umum analog insulin kerja panjang akan mengurangi insidensi hipoglikemia pada malam hari, dan analog insulin kerja cepat akan mengurangi kadar glukosa post prandial, namun keduanya tidak mempengaruhi secara signifikan kadar HbA1c.
Pada akhirnya Prof. dr. Djoko Wahono, Sp.PD-KEMD mengatakan perencanaan terapi mempertimbangkan nilai-nilai yang ada pada pasien.
(Bogie Palinggi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar