“Peningkatan kekakuan arterial dan terganggunya fungsi endotel secara signifikan berhubungan dengan respon tingginya tekanan darah sistolik saat olah raga”.
TEKANAN darah saat olah raga merupakan penanda penting risiko penyakit kardiovaskuler yang dihubungkan dengan insiden hipertensi, infark miokard, stroke dan mortalitas kardiovaskuler pada pasien tanpa penyakit jantung koroner.
Kebalikan tekanan darah puncak saat olah raga, tekanan darah saat olah raga yang terukur selama latihan submaksimal memperlihatkan respon fisiologis aktivitas fisik rendah ke sedang dihubungkan secara erat dengan tekanan darah ambulatory, tekanan darah rerata harian dan kerusakan organ target.
Pengetahuan mengenai hubungan klinis dan vaskuler dengan respon tekanan darah terhadap olah raga tingkat sedang mungkin dapat membantu pemahaman berkembangnya hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri dan penyakit kardiovaskuler. Walaupun demikian, prediktor tekanan darah saat olah raga tidak terlalu diketahui pada komunitas individu sendiri.
Individu dengan hipertensi sebagai respon saat olah raga seringkali dikarakteristikan sebagai toleransi olah raga yang terbatas, hipertrofi ventrikel kiri dan gangguan fungsi diastolik ventrikel kiri. Kesemuanya dapat mengakibatkan abnormalitas fungsi vaskuler, walau hipotesis ini terbatas data penelitiannya.
Adapun peningkatan kekakuan vaskuler dan gangguan fungsi endotel sampai terjadinya peningkatan respon tekanan darah saat olah raga tidak banyak dievaluasi pada sampel komunitas besar. Peneliti berpendapat kekakuan arteri yang abnormal, fungsi mikrovaskuler dan fungsi endotel mungkin saja dihubungkan dengan peningkatan respon tekanan darah sistolik terhadap olah raga.
Menggunakan data keturunan dari studi Framingham, dilakukanlah studi oleh Lyaas et al. untuk mengevaluasi hubungan cross sectional dari respon tekanan darah saat olah raga treadmill dengan faktor risiko penyakit kardiovaskuler dan pengukuran pulsasi arteri, tekanan arteri rerata, kekakuan arteri dan fungsi endotel.
Pasien dari keturunan studi kohort Framingham (n = 2115, 53% wanita, usia rerata 59 tahun) dilakukan tes latihan submaximal (pertama dua tingkat protocol Bruce), tonometri aplanasi dan tes dilatasi diperantarai aliran arteri brakial. Peneliti menghubungkan respon latihan atau olah raga terhadap tekanan darah sistolik dan diastolic pada tingkat dua protocol Bruce terhadap faktor risiko kardiovaskuler dan pengukuran fungsi vaskuler.
Pada model regresi linear multivariat, tekanan darah sistolik saat latihan dihubungkan secara positif dengan usia, tekanan darah saat berdiri, merokok, indeks massa tubuh dan rasio kolesterol total dengan HDL (p < 0.01 untuk semuanya), hubungan yang sama juga ditemukan pada tekanan darah diastolic saat latihan.
Kecepatan gelombang pulsasi femoral-karotis (p = 0.02), tekanan nadi sentral (p < 0.0001), tekanan arteri rerata (p = 0.04) dan nilai dasar aliran brakial (p = 0.002) secara positif dihubungkan dengan tekanan darah sistolik saat latihan, dimana dilatasi diperantarai aliran bertolak belakang (p < 0.001). Untuk tekanan darah diastolik saat latihan, amplitudo gelombang tekanan dihubungkan secara negatif (p < 0.0001) dan tekanan arteri rerata dihubungkan secara positif (p < 0.0001).
Studi ini memperlihatkan faktor risiko kardiovaskuler (tekanan darah saat istirahat, merokok, kolesterol dan indeks massa tubuh) berkorelasi penting dengan respon tekanan darah selama tes latihan atau olah raga submaksimal. Yang lebih penting, studi ini menunjukkan peningkatan kekakuan arteri dan gangguan fungsi endotel dihubungkan dengan tekanan darah saat latihan, yang mendukung adanya abnormalitas fungsi vaskuler mungkin berperan dalam peningkatan tekanan darah sebagai respon terhadap latihan. (Circulation 2012; 125: 2836-43)
SL Purwo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar