Kenapa mereka begitu getol membangun? Mungkin karena Dubai sudah memprediksi bahwa dalam beberapa tahun mendatang simpanan minyak mereka akan habis, sehingga mereka harus membangun kota niaga dan tourism yang mampu menghasilkan uang seperti minyak mereka sekarang.
Arena konvensi sangat luas, mampu menampung puluhan ribu peserta WCC yang datang dari seluruh penjuru dunia. Dari Indonesia saja lebih dari seratus orang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah yang ikut, sungguh membanggakan melihat begitu banyak anggota PERKI hadir di sana. Walaupun sempat beberapa diantaranya menggerutu, karena dipinggir kiri bawah name-tag nya tertulis: Delegates from low or lower-medium income countries. Apa boleh buat, negara kita memang termasuk dalam kategori ini, walaupun mungkin peserta Indonesia sebenarnya yang paling banyak belanja di Dubai !
Dr. Antonia Anna Lukito SpJP(K), FIHA tampil dalam oral presentasi mengenai studinya Hubungan pulse presure dengan kalsifikasi koroner, sedangkan Dr. Mohammad Saifur Rohman PhD mempresentasikan studinya mengenai diabetes mellitus kaitannya dengan infark miokard akut, dalam bentuk poster.
Kalau dilihat dari jumlah SpJP yang hadir, memang dua presentasi sangat minim. Kita patut malu, karena seorang awam: ibu Mia Hanafiah tampil berbicara tentang Tobacco Control in Indonesia. Rasa maluku menjadi-jadi, ketika seorang anggota PERKI dari daerah menegurku: “apakah anda sebagai Ketua akan diam saja melihat anggota PERKI dari Institusi Pendidikan, hadir untuk city tour beberapa jam di Dubai, lalu terbang ke Eropa untuk jalan-jalan?” Sungguh kalimat ini bagaikan tamparan di pipiku……
Acara ilmiah WCC sangat padat, tetapi yang juga dominan adalah laporan berbagai negara mengenai upaya prevensi penyakit kardiovaskular. Sebagai anggota WHF, Ketua PERKI harus menghadiri rapat anggota WHF yang memberikan wawasan global tentang strategi melaksanakan pencegahan penyakit kardiovaskular.
Dihadapan dr. Srinath Reddy President WHF yang baru, PERKI mengusulkan ada global fundingand technical assistance untuk gerakan prevensi ini, khususnya bagi negara yang tergolong low-medium income countries. Tak mungkin target WHF menurunkan angka kematian akibat PTM sebesar 30% pada tahun 2025 dapat tercapai, tanpa bantuan itu.Karena di sanalah 80% kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) terjadi, yaitu di negara-negara yang dukungan finansial untuk prevensi PTM sangat terbatas.
Gembira rasanya, ketika Prof. Sydney Smith menyampaikan janjinya untuk membantu Indonesia dalam pencegahan penyakit kardiovaskular, sebagaimana yang telah ia lakukan di China selama 12 tahun ini. Mudah-mudahan janji ini bukan basa-basi saja.
Dr. Betriza, Dr. Arieska Ann Soenarta, Dr. Antonia Anna Lukito dan Dr. A. Sari S. Mumpuni pada World Congress of Cardiology 2012 di Dubai.
dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K), FIHA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar