“Denervasi simpatis ginjal dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi resisten dengan dasar aktivitas simpatis yang berlebih serta prosedur ini aman dan efektif.”
HIPERTENSI resisten didefinisikan sebagai tekanan darah yang tidak terkontrol walau telah menggunakan dosis optimal tiga anti hipertensi, dimana salah satunya adalah diuretik.
Prevalensi hipertensi resisten hampir 30% di beberapa bagian, tetapi prevalensi yang benar sekitar 5% di beberapa senter rujukan.
Walaupun banyak faktor yang menyumbang untuk terjadinya hipertensi resisten (ketidakpatuhan pasien, ketidaktahuan dokter, kombinasi obat yang tidak tepat ataupun dosis yang kurang serta penyebab sekunder lainnya), nyatanya persentase kecil pasien hipertensi akan sulit dikontrol tekanan darahnya.
Mayoritas pasien dengan hipertensi resisten dan tanpa sebab sekunder telah mengaktifkan sistem saraf simpatis dan peningkatan keluaran rangsang simpatis.
Meskipun telah muncul berbagai macam anti hipertensi, akan tetapi tingkat kontrol pasien masih tetap rendah di seluruh dunia, mengakibatkan angka prevalensi akan tetap meningkat sehingga diperlukan terapi lain selain medikamentosa.
Inervasi simpatis ke ginjal merupakan implikasi dari patogenesis hipertensi melalui efek sekresi renin, peningkatan aktivitas renin plasma yang mengakibatkan retensi natrium dan cairan serta penurunan aliran darah ke ginjal.
Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatis mengakibatkan berbagai jenis penyakit kardiovaskuler dan ginjal.
Terdapat korelasi yang nyata antara aktivitas simpatis, tingkatan penyakit dan hipertensi, dengan hampir semua pasien hipertensi menunjukkan aktivitas berlebih simpatis.
Ginjal mempunyai peran penting dalam aktivitas saraf simpatis. Baro dan kemoreseptor yang mengaktifkan saraf aferen simpatis dari ginjal ke nuklei simpatis sistem saraf pusat.
Hal ini akan meingkatkan aktivitas simpatis serta peningkatan pelepasan neurotransmiter pada organ target.
Intervensi farmaseutikal dapat dilakukan dengan blokade RAAS (renin, ACEI dan penghambat AT1 reseptor) dan antagonis reseptor adrenergik perifer serta obat simpatolitik sentral.
Jika terapi farmaseutikal tidak berhasil dalam mencapai target tekanan darah, dapat dipertimbangkan dalam terapi hipertensi seperti denervasi ginjal.
Denervasi simpatis ginjal adalah pendekatan terbaru dan mungkin yang paling menjanjikan untuk mengatasi pengaruh sistem saraf simpatis pada ginjal dan hemodinamik sistemik.
Simpatektomi parsial telah dilakukan lebih dari 40 tahun yang lalu pada pasien hipertensi malignan.
Simpatektomi menjadi tindakan utama yang dilakukan pada pasien hipertensi berat atau malignan serta pasien dengan gangguan kardiovaskuler walau dengan tekanan darah yang normal, dengan munculnya terapi medikamentosa tindakan tersebut hanya diperuntukkan pada pasien yang gagal dengan anti hipertensi.
Sementara simpatektomi total secara teknis tidak praktis dan bertoleransi buruk pada kebanyakan pasien, selain itu juga membutuhkan waktu rawat dan perbaikan klinis yang lama serta hanya dilakukan di senter yang memiliki ahli bedah yang berpengalaman.
Simpatektomi terbukti efektif dalam mengurangi tekanan darah secara cepat setelah operasi dan hasilnya tetap bertahan dalam jangka waktu lama pada kebanyakan pasien serta dihubungkan dengan meningkatnya harapan hidup.
Dua kelemahan simpatektomi adalah butuhnya ahli bedah dan seringnya kejadian yang tidak diinginkan (hipotensi ortostatik, takikardia ortostatik, palpitasi, sesak nafas, anhidrosis, tangan dingin, ketidaknyamanan intestinal, kehilangan ejakulasi, disfungsi seksual, injuri duktus torak dan atelektasis) selama prosedur ini.
Denervasi simpatis ginjal menunjukkan banyak keuntungan dibandingkan simpatektomi radikal sekitar dekade ke lima.
Tindakan ini merupakan prosedur terlokalisir, minimal invasif dan tidak ada efek samping serta lama prosedur dan waktu penyembuhan yang cepat.
Strategi denervasi ginjal ini dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan pada pasien hipertensi resisten.
Pada studi the simplicity HTN-2 yang merupakan multisenter, prospektif, terandomisasi pasien-pasien dengan nilai acuan tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih (>= 150 mmHg untuk pasien DMT2) dan telah diterapi dengan 3 anti hipertensi.
Pengukuran tekanan darah kantor pada kelompok denervasi ginjal menurun 32/12 mmHg (SD 23/11, baseline 178/96 mmHg, p < 0.0001) tanpa adanya efek samping.
Pada follow up 6 bulan, kelompok denervasi ginjal terjadi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10 mmHg atau lebih dibandingkan dengan kontrol.
Studi ini memperlihatkan denervasi ginjal dapat dengan aman dilakukan dan secara nyata menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi resisten.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan pendekatan denervasi ginjal ini dapat menjadi salah satu terapi dalam mencapai target tekanan darah pasien hipertensi resisten serta prosedur ini aman dan efektif.
(J Am Coll Cardiol Intv 2012; 5: 249-58,
Inter J of Hypert 2011; 518: 1-8,
Lancet 2010; 376: 1903-09)
Inter J of Hypert 2011; 518: 1-8,
Lancet 2010; 376: 1903-09)
SL Purwo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar