PENCITRAAN Cardiac Magnetic Resonance (CMR) terbukti lebih akurat dibandingkan dengan single photon-emission computed tomography (SPECT) yang biasa kita kenal dengan pemeriksaan nuklir kardiak, dalam studi CE-MARC yang melibatkan 752 pasien, suatu studi CMR terbesar yang ada saat ini.
“Temuan CE-MARC mendukung penggunaan CMR untuk diagnosis dan manajemen penyakit jantung koroner (PJK) stabil, mengingat peningkatan kekhawatiran akan kemungkinan munculnya kanker akibat efek stokastik radiasi pada prosedur medis,” demikian argumen peneliti Dr. John P Greenwood (Leeds General Infirmary, UK) dan koleganya dalam sebuah artikel yang dipublikasi Lancet, 22 Desember 2011.
Studi CE-MARC mengikutsertakan 742 pasien dengan diduga angina menjalani CMR, SPECT, dan angiografi koroner invasif dengan X-ray (kateterisasi). Separuh pasien tersebut menjalani SPECT, sisanya menjalani CMR, sebelum kedua grup tersebut menjalani angiografi invasif. Total 628 subyek melengkapi ketiga tes dengan hasil pencitraan yang dapat dinilai. Tidak seperti studi-studi CMR sebelumnya, pemeriksaan CMR dalam CE-MARC trial ini multiparametrik, terdiri atas rest dan stress adenosine perfusion, cine imaging, late gadolinium enhancement (LGE) dan angiografi koroner (MRA koroner). Sedangkan pemeriksaan SPECT terdiri atas gated stress dan rest adenosine dengan Technetium (Tc-99m) Tetrofosmin, sama dengan pemeriksaan nuklir yang biasa dilakukan di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Kateterisasi koroner, yang dijadikan referensi standar untuk studi ini, mengkonfirmasi coronary artery disease (CAD) yang signifikan pada 39% subyek, yang merupakan angka yang representatif untuk populasi pasien rawat jalan, menurut peneliti. Sensitivity dan Negative Predictive Value CMR lebih baik dibanding SPECT secara bermakna (p < 0,0001 untuk keduanya), namun Specificity dan Positive Predictive Value tidak berbeda bermakna (p = 0,916 dan p = 0,061, berturut-turut). CMR menawarkan penilaian akurat untuk single-vessel dan multivessel CAD, tanpa memandang nilai cut-off yang digunakan untuk membedakan severity dari CAD yang signifikan (>= 50% atau 70%).
Semua pasien dijadwalkan untuk menjalani CMR, SPECT dan angiografi saat rekruitmen untuk menghindari selection bias. Perintah untuk pemeriksaan dirandomisasi, dan semua pemeriksaan dilakukan dan diinterpretasi berdasarkan protokol detail oleh dua penilai independen yang paling sedikit telah menjalani pengalaman 10 tahun dalam modalitasnya.
Keunggulan CMR
CMR saat ini telah masuk dalam Guidelines internasional sebagai modalitas untuk deteksi PJK, namun belum banyak dievaluasi sebagaimana SPECT, menurut Greenwood et al. SPECT memiliki keterbatasan seperti paparan radiasi, resolusi spasial yang rendah dan potensi artefak atenuasi, sementara kekurangan CMR adalah tidak dapat digunakan pada pasien yang memiliki implan metal, pasien yang klaustrofobik atau pasien yang terlalu besar hingga tidak bisa masuk ke lorong MR.
Walaupun SPECT dapat memberikan informasi tentang iskemia, infark dan fungsi ventrikel, namun tidak dapat memberi informasi detail tentang anatomi koroner. Untuk perbandingan yang lebih apple-to-apple, peneliti membandingkan SPECT dengan CMR tanpa MRA koroner, namun hasilnya tidak menurunkan akurasi multiparametrik CMR secara keseluruhan.
Studi ini adalah yang pertama dan terbesar di antara seluruh studi CMR yang ada, tapi hasilnya didukung dengan hasil meta-analisis dari 26 studi stress perfusion CMR, dengan hasil sensitivity 89%, juga didukung studi prospektif pada 136 pasien perempuan dengan hasil sensitivity 84%. Peneliti juga mengatakan bahwa CE-MARC ini merupakan studi terbesar yang membandingkan SPECT dengan hasil angiografi koroner pada populasi pasien studi ini, namun akurasi SPECT dalam CE-MARC tidak mencapai angka yang mapan dari studi SPECT sebelumnya: sensitivity antara 63% dan 93% dan spesificity antara 10% dan 90% dibandingkan dengan angiografi koroner dengan kateterisasi.
Mengomentari studi CE-MARC, Dr. Robert Bonow (Northwestern University, Chicago, IL) menyatakan bahwa masa depan CMR bergantung pada ketersediaan alat, cost-effectiveness, dan kemampuan memperbaiki outcome pasien dengan menggunakannya sebagai stratifikasi risiko untuk strategi penatalaksanaan. “Diagnosis CAD saja tidak cukup untuk menentukan kebutuhan untuk revaskularisasi,” tulis Bonow. Untuk menunjukkan nilai, kemajuan dalam pencitraan harus disertai dengan perbaikan kualitas hidup pasien atau pengurangan pemeriksaan maupun prosedur selanjutnya.” Bonow menunggu studi perbandingan efektivitas seperti studi RESCUE dan PROMISE, untuk menunjukkan apakah CMR memberikan peningkatan inkremental dalam nilai klinis dibandingkan SPECT dan ekokardiografi.
Studi ini kemudian dikomentari oleh Dr Matthew Budoff (Los Angeles Biomedical Research Institute, CA) yang menekankan bahwa CE-MARC mengeksklusi lebih dari 80% pasien yang pada awalnya dipertimbangkan untuk diteliti, “meninggalkan sejumlah pasien yang mengagumkan untuk sebuah studi, namun menggambarkan betapa selektifnya CMR saat ini.” Budoff juga mengatakan bahwa walau eksklusi MRA koroner membuat positive predictive value keseluruhan CMR secara statistik superior dibanding SPECT dengan mengurangi hasil CMR yang false-positif, “ini mengakhiri usaha mendapat data angiografi dari CMR—ini hanya memperburuk data diagnostik—dan hal tersebut membuat MRA koroner kurang menarik untuk klinisi, karena mereka mengharapkan kemampuan CMR untuk melihat anatomi secara simultan dengan perfusi, yang merupakan argumen awal untuk melakukan CMR di atas SPECT.
“Sehingga saat ini, studi ini menawarkan dokter untuk menerima tes lebih banyak di atas tes prognostik yang lebih baik (SPECT). Data prognostik sudah lebih mapan pada SPECT, sehingga kebanyakan dokter akan lebih memilih SPECT dengan mengorbankan sedikit kekuatan diagnostik. Juga lebih mudah melakukan SPECT daripada CMR.”
Salah satu peneliti, Dr John Younger (Royal Brisbane & Women’s Hospital, Herston, Australia), menjawab komentar Budoff dengan mengungkapkan bahwa “Sebagian besar pasien dieksklusi karena mereka tidak eligible akibat alasan misalnya pasca CABG. Sebagian besar lainnya tidak mau meneruskan ke pemeriksaan angiogram setelah mendapatkan apa pun hasil dari pemeriksaan non invasif. Tidak ada kaitannya dengan selektivitas CMR pada populasi ini.”
“CE-MARC sebenarnya adalah studi non selektif terbesar untuk SPECT, di mana pasien menjalani angiografi koroner tanpa memandang hasil SPECT,” ujar Younger. “Hal ini menghindari bias yang hanya melakukan angiogram koroner pada pasien dengan hasil SPECT yang positif atau equivokal, sehingga studi ini menghasilkan angka sensitivity dan specificity yang lebih sesuai kenyataan.”
“CMR setidaknya sebaik SPECT untuk menentukan prognosis, bahkan mungkin lebih baik, pelajaran yang diambil di sini adalah bahwa CMR akan melampaui performa SPECT dalam diagnosis CAD dengan waktu yang lebih pendek, tanpa radiasi.”(www.theheart.org/article/1333199. do)
Sony HW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar