PRESS RELEASE
Dari kiri ke kanan: Prof. DR. Dr. Suhardjono SpPD-KGH-K.Ger, Dr. Nani Hersunarti SpJP(K), Dr. Arieska Ann Soenarta SpJP(K), Dr. Yuda Turana SpS. dan Dr. A. Sari S. Mumpuni SpJP(K).
PRESS release dari Perhimpunan Hipertensi Indonesia (PERHI) atau The Indonesian Society orf Hypertension (Ina SH) yang uniknya didukung oleh tiga organisasi kedokteran nasional yang bergerak dalam bidang Otak, Jantung dan Ginjal rupanya telah menyelenggarakan pertemuan-pertemuan ilmiah tahunan serupa dengan berbagai tema. Tema yang ke 6 tahun ini (2012) adalah “Sindroma Hipertensi: Tantangan Untuk Meningkatkan Kesehatan Otak, Jantung dan Ginjal”. Topik ini menunjukkan keyakinan bahwa hipertensi merupakan salah satu pencetus terjadinya penyakit jantung (serangan jantung), penyakit ginjal (gagal ginjal) dan stroke (serangan otak).
Ancaman global dari NCD (non-communicable disease) atau PTM (penyakit tidak menular) sebagai penyebab kematian, terutama untuk negara yang sedang berkembang. Karena kenaikan yang sangat cepat dari penyandang diabetes, obesitas dan hipertensi, penyakit yang sangat dipengaruhi oleh gaya hidup. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mulai mempromosikan NCD sebagai target utama intervensi kesehatan masyarakat agar menjadi prioritas utama dalam perencanaan pengembangan dan kebijakan kesehatan di tiap negara. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia (berdasarkan pengukuran tekanan darah) sangat tinggi, yaitu 31,7% dari total penduduk dewasa (lebih dari 55 juta orang).
Hipertensi ditemui pada 65,8% pasien yang datang ke poliklinik RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Sebagian besar belum terkontrol, hanya 39,3 % dari pasien hipertensi mencapai tekanan darah sesuai target, meskipun 66% di antaranya telah minum obat teratur. Di Rumah Sakit dr Saiful Anwar Malang hanya 20,8% pasien mencapai target tekanan darah, meskipun 58,1% pasien telah teratur minum obat. Hipertensi yang tidak terkontrol berkontribusi terhadap setengah dari kejadian penyakit jantung koroner. Sekitar 50% dari pasien hipertensi meninggal karena penyakit jantung koroner atau gagal jantung.
Pertemuan Ilmiah Tahunan Hipertensi ke-6 ini, yang dihadiri oleh lebih kurang 1.700 orang dokter, sejumlah pakar dari International Society of Hypertension (ISH) dan Asian Pacific Society of Hypertension (APSH) juga memberikan presentasinya. Kedua organisasi internasional ini sangat menaruh perhatian terhadap Indonesia, karena keaktifan Indonesia dalam upaya mencegah dan menanggulangi hipertensi. Bahkan The 1st Asian Pacific Conference on Hypertension pada tahun 1999 diselenggarakan di Indonesia, dan kelak The 11th Asian Pacific Conference on Hypertension pada 2015 juga akan diselenggarakan lagi di Indonesia.
Saat ini diperkirakan terdapat 76% kasus hipertensi di masyarakat yang belum terdiagnosis, dalam arti penderitanya tidak mengetahui bahwa dirinya mengidap hipertensi. Sementara itu dari sekitar 31,7% penderita hipertensi, hanya sekitar 0,4% kasus yang patuh meminum obat hipertensi secara teratur. Tingginya prevalensi hipertensi diduga terkait erat dengan gaya hidup, tingkat stress atau pola makan, terutama konsumsi garam, Konsumsi garam di masyarakat Indonesia masih terbilang tinggi yaitu mencapai 15 gram sehari (melebihi batas yang dianjurkan, yaitu 6 gram atau sekitar 1 sendok the per hari). Selain itu Riskesdas 2007 juga menunjukkan bahwa 23,7% penduduk usia 10 tahun keatas merokok setiap hari dengan rata-rata 12 batang per hari; 48,2% penduduk kurang beraktifitas fisik; dan 93,6% penduduk kurang makan buah dan sayur, Ketiga perilaku tersebut juga merupakan faktor risiko bagi hipertensi.
Oleh sebab itu, para dokter (IDI) dan PERHI (InaSH) mengharapkan peran aktif organisasi-organisasi kemasyarakatan, termasuk media massa, untuk turut menyosialisasikan masalah hipertensi sebagai faktor-faktor risiko serangan jantung, stroke dan gagal ginjal serta cara-cara mencegah dan mengendalikannya.
Budhi Setianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar