DR. Dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K), FIHA dan Dr. Amiliana M Susanto, SpJP(K), FIHA sebagai pembicara
pada WECOC 24th, 2012.
pada WECOC 24th, 2012.
SIMPOSIUM makan siang WECOC pada hari itu, Sabtu 20 Oktober 2012 di Ballroom 2 Ritz Carlton Hotel, Kuningan Jakarta padat dihadiri peserta. Tampak Dr RWM. Kaligis sedang memandu sidang pada simposium ke-4 tersebut yang diberi judul oleh panitia sebagai Redifining Cardiovascular Prevention In A World of Increasing Cardiovascular Risk.
Pada simposium ini dikemukakan dua topik yang menarik yaitu Let Experience Be Our Guide: New Oral Anti Coagulant vs Vitamin K Antagonist in Stroke Pevention in AF for Daily Practice yang dibawakan oleh DR. Dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K) pada jam 11.15-11.40 dan Evolving The Future of Single Pill Combination in Antihypertensive Therapy : Focus on Telmisartan + Amlodipine dibawakan oleh Dr. Amiliana M. Susanto, SpJP(K) pada jam 11.40-112.05. Dilanjutkan diskusinya pada jam 12.05-12-20.
Sebenarnya, judul presentasinya DR Yoga adalah Navigating the landscape of anticoagulation Proven OAC for significant superior stroke prevention in Atrial fibrillation patients. Pencerahannya lancar, diawali dengan besarnya permasalahan atrial fbrilasi sebagai penyebab strok yang memiliki kecenderungan untuk meningkat dari tahun ke tahun yaitu 6,7 juta pasien pada 2010 meningkat menjadi 15,7 juta pada 2050 menurut prediksi Miyasaka yang dipublikasikan di Circulation pada tahun 2006. Tipe atrial fibrilasi sebenarnya unik bisa merupakan urutan episode kejadian atau sebagai kemandirian ketika didiagnosis pertama kali misalnya sebagai Paroksismal AF; biasanya berlangsung selama < 48 jam, persisten, atau persisten yang berlangsung lama (> 1 tahun), dan permanen.
DR Yoga juga memberikan re-edukasi kepada hadirin tentang bedanya irama sinus dan fibrilasi atrial yang berciri iregular, ketika dilakukan tes jalan cepat biasanya lebih cepat dari irama sinus, kenaikan denyut nadi pada AF tidak sesuai dengan stresnya. Penampakan gelombang P pada AF tidak teratur dan sering tidak jelas besar-kecilnya.
Setelah menunjukkan foto tromboemboli yang terorganisasi kira-kira sebesar telur burung puyuh, beliau menunjukkan data dari the Danish National Indicator Project terhadap 39.484 pasien yang dirawat untuk stroke (80% dari seluruh pasien stroke yang dirawat di Denmark) termasuk di dalamnya 6.294 pasien dengan AF; sayangnya antikoagulan oralnya tidak dicatat.
DR Yoga Yuniadi menyimpulkan bahwa perlunya prevensi stroke pada pasien dengan AF dan Dabigatran 2x150mg diyakini dapat menyelamatkan 3 dari 4 stroke yang berhubungan dengan AF. Dabigatran bahkan superior terhadap Warfarin yang didukung oleh penelitian CHADS2 SCORE dan telah dianjurkan oleh asosiasi ahli jantung di Eropa, Kanada dan Amerika dalam bentuk panduan.
Dr. Amiliana M. Soesanto memberikan presentasi bernuansa futuristik tentang kombinasi terapi untuk hipertensi bagi penderitanya yang difokuskan pada telmisartan (+) amlodipin, judulnya Evolving the Future of Single-Pills Combination Therapy for Hypertensive Patients: focus on Telmisartan + Amlodipine. Apa sih problemnya?
Rupanya Indonesia memiliki prevalensi tertinggi di Asean, berturut-turut berikutnya Singapura, Thailand dan Malaysia yaitu 31,7%, 27,3%, 22,7%, dan 20%, dukungan data dari Riset Kesehatan Dasar 2007.
Pengobatan hipertensi tentu saja ada manfaatnya menurut studi metaanalisis dari 61 studi prospektif observasional. Dari 10 mmHg dalam rerata SBP, yang turun akan mengurangi risiko kematian 30% akibat penyakit jantung iskemik dan 40% menurunkan angka kematian akibat stroke, jadi berdampak > 40% pada faktor risiko kardiovaskular.
Data dari NHANES tentang pengontrolan tekanan darah menunjukkan bahwa mayoritas pasien hipertensi telah mengenali kondisi penyakitnya. Namun ada banyak dari mereka yang tekanan darahnya masih belum terkontrol. Tatalaksana yang diberikan adalah modifikasi gaya hidup dan obat-obatan dengan tujuan pencapaian target tekanan darah. Hypertensi disebut terkontrol bila rerata TD < 140/90 mmHg atau pada pasien DM atau CKD lebih rendah lagi yaitu < 130/80 mmHg.
Antara 1976 and 2004, pasien hipertensi tidak terkontrol bisa mencapai sekitar 70%. Pasien-pasien ini termasuk yang diobati maupun yang tidak diobati. Namun data tahun 2005-2008 menunjukkan bahwa walaupun telah diterapi, sekitar 50% pasien tersebut masih belum mencapai target terapi. Bahkan Dickerson pada Lancet 1999 melaporkan 61% dari pasien-pasien yang ditelitinya gagal untuk mencapai target terapi < 140/90 mmHg pada pemberian obat pertama kali.
Akhirnya, kesenjangan inilah yang memberikan peluang suatu kombinasi obat telmisartan (+) amlodipin untuk mengatasi masalah ini, karena sebagian besar hipertensi memang memerlukan obat kombinasi yang diawali dengan dosis rendah. Alasan utama adalah meminimalisasi efek buruknya dan memaksimalkan efek penurunan tekanan darahnya. Kombinasi pilihan ARB dan CCB ini unggul di kelasnya dibandingkan dengan obat-obatan kompetitornya. Dari sudut hiperfiltrasi ginjal, kedua obat ini saling melengkapi kegunaannya sehingga memaksimalkan daya kerjanya.
“Terima kasih dan selamat (makan) siang!” Kata Dr. Amiliana sambil tersenyum yang dibalas tepuk tangan oleh peserta, sesuai dengan suara keroncong yang merdu di perutnya.
(Budhi Setianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar