Prof Djanggan Sargowo, SpJP(K)
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
RSUD dr. Saiful Anwar Malang
SELAMA tiga dekade terakhir, umur harapan hidup telah meningkat sebesar 8 tahun.1 Keberhasilan ini dihasilkan dari pengembangan obat baru, perangkat dan strategi terapi. Dalam penemuan jenis pengobatan baru untuk penyakit pada manusia adalah sangat sulit karena membutuhkan waktu yang lama, dan dana yang sangat besar.2 Setiap obat baru akan melalui proses penelitian, pengembangan dan percobaan hingga akhirnya dapat dipasarkan. Saat ini, biaya keseluruhan untuk mengembangkan suatu molekul obat baru membutuhkan biaya di kisaran $1 miliar atau lebih. Pengembangan dari suatu proses penemuan obat baru memerlukan waktu kira-kira 1.015 tahun dari mulai target percobaan hingga memperoleh persetujuan dengan tingkat kegagalan keseluruhan sekarang mendekati 95%.3
Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa beberapa perusahaan farmasi menjadi tidak pasti apakah akan terus berinvestasi di kardiologi. Karena dalam pandangan kesuksesan hingga sejauh ini, setiap percobaan akan memerlukan lebih banyak pasien dan waktu followup yang lebih lama untuk membuktikan suatu keunggulan dari penemuan molekul obat yang baru dibandingkan dengan apa yang tersedia saat ini. Sehingga upaya tersebut menyiratkan bahwa akan membutuhkan investasi dana yang sangat besar.
Dalam bidang kardiologi, banyak terdapat keraguan dalam memulai suatu penelitian dan pengembangan untuk obat baru. Hal ini diakui karena memang sebagian besar terapi untuk mengobati penyakit jantung adalah paliatif. Terapi tersebut hanya menunda perkembangan dari penyakitnya, dan menstabilkan kerusakan yang telah terjadi, tetapi jarang yang menyembuhkan sepenuhnya.4
Sehingga beberapa perusahaan farmasi mulai tertarik untuk meneliti obat-obatan yang sudah kuno baik yang masih beredar di pasaran ataupun yang telah lama ditinggalkan oleh karena efikasi yang buruk ataupun efek samping yang berat. Mereka meneliti untuk suatu indikasi baru dari obat-obatan tersebut sehingga dapat digunakan untuk penyakit lainnya. Proses dari reinkarnasi suatu obat-obatan yang kuno disebut sebagai repositioning atau repurposing.5 Proses tersebut didasarkan dari fakta bahwa suatu obat akan berinteraksi dengan banyak target organ, yang akan menyebabkan suatu efek baik yang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan. Bila terdapat efek samping sesuai dengan yang diharapkan, maka obat tersebut dapat digunakan untuk suatu indikasi yang baru. Berikut adalah beberapa contohnya.
Salah satu obat yang terkenal adalah Asam Asetil Salisilat, yang berasal dari tanaman Willow. Obat tersebut telah tertulis dalam lembaran papyrus pada zaman kerajaan Mesir, 2000 tahun sebelum Masehi. Hippokrates merekomendasikan obat ini dalam bentuk minuman sejenis teh untuk menurunkan demam. Pada tahun 1853, Charles Frederic Gerhardt adalah orang pertama yang membuat Asam Asetil Salisilat dari campuran Asetil Klorida dengan Natrium Salisilat. Pada pertengahan abad ke-18, obat ini semakin terkenal karena dapat menurunkan demam, menghilangkan nyeri dan inflamasi.6 Pada tahun 1897, Ilmuwan bernama Alfred Hoffman dari Bayer, memulai penelitian terhadap obat tersebut dan akhirnya pada tahun 1899, Bayer mulai memasarkannya ke seluruh dunia dengan nama Aspirin dan meraih kesuksesan pada awal abad ke-20 karena keefektifannya dalam menurunkan demam. Pada tahun 1960, peraih penghargaan Nobel, Laureate John Vane, menemukan mekanisme kerja dari Aspirin yaitu kemampuannya dalam proses Asetilisasi Cyclooxygenase pada trombosit.7 Penemuan itu menjadikan Aspirin sebagai obat Anti-Platelet yang hingga saat ini masih digunakan pada pasien kardiovaskular.
Thalidomide, pada tahun 1961 telah ditarik peredarannya dari pasaran karena dapat menyebabkan kecacatan janin pada wanita hamil yang mengkonsumsi obat tersebut karena mengalami gangguan tidur, mual-muntah dan Morning-Sickness. Tetapi saat ini Thalidomide digunakan kembali untuk pasien dengan Lepra dan Multipel Myeloma, karena obat ini memiliki efek Anti-Angiogenik dan kemampuan Imunomodulasi.8
Sildenafil adalah obat yang sangat relevant dengan kardiologi. Dikembangkan untuk terapi Angina dan Hipertensi Pulmonal. Secara mengejutkan, obat ini mempunyai efek lain yang tidak terduga. Pada studi fase I, relawan pria mengalami ereksi berkepanjangan selama 3 hari setelah mengkonsumsi obat tersebut. Kemudian obat tersebut diberi merk dagang Viagra dengan molekul Sildenafil yang dimurnikan dan waktu delay yang dikurangi. Saat ini Viagra merupakan obat penting untuk Disfungsi Ereksi selain diindikasikan untuk hipertensi pulmonal.
Minoxidil, merupakan suatu obat yang awal pengembangannya digunakan untuk terapi hipertensi. Tetapi karena memiliki efek samping yang berat, sehingga Minoxidil jarang digunakan sesuai indikasi awalnya. Tetapi saat ini, Minoxidil sukses dipasarkan untuk terapi rambut rontok terutama pria dengan Alopesia. Mirip dengan Finasteride, suatu golongan Steroid 5α, yang pada mulanya digunakan untuk terapi BPH (Benign Prostate Hiperplasia), saat ini digunakan untuk Alopesia pada pria.
ACEInhibitor diketahui memiliki efek samping batuk kering. Tetapi baru-baru ini ditemukan bahwa batuk yang disebabkan ACE-Inhibitor dapat membantu mencegah resiko dan kematian akibat Pneumonia. Hal tersebut membuka kemungkinan indikasi baru untuk ACEInhibitor.9
β-Bloker adalah obat andalan dalam kardiologi. Efikasi dari obat tersebut mencangkup keseluruhan spektrum dari kardiovaskular, mulai dari hipertensi, penyakit jantung koroner hingga Gagal Jantung. Tetapi β-Bloker memiliki kemampuan dalam mengontrol langsung jalur keluar masuk membran plasma, sehingga obat ini direposisikan juga untuk terapi Migren.10
Methotrexate (MTX), suatu obat anti inflamasi mulai diteliti untuk kardiologi. Hal ini didasarkan bukti bahwa pasien dengan Rhematoid Artritis mengalami suatu aktivasi inflamasi yang kronis sehingga menyebabkan disfungsi endotel dan penyakit aterosklerosis vaskular.11 Didukung pula oleh data bahwa pasien dengan rheumatoid artritis memiliki rasio kejadian infark yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa kondisi tersebut.12 Menariknya, dari data menyebutkan bahwa pasien yang diterapi dengan MTX mengalami penurunan angka kejadian kardiovaskular. Sehingga dapat disimpulkan bahwa obat anti inflamasi dapat digunakan untuk pencegahan Infark Miokard.13
Beberapa molekul lain seperti Salsalate, Colchicine, Hydroxychloroquine dan Everolimus saat ini sedang dievaluasi untuk Penyakit Jantung Koroner atau Atherosklerosis.11 Canakinumab, suatu antagonis reseptor Interleukin juga sedang diujicobakan untuk kemungkinan manfaat kardiovaskular, selain kegunaan pada rhematoid arthritis.14 Canakinumab merupakan suatu antibody monoklonal Anti-Human IL-1α, dimana diindikasikan untuk terapi Sindroma Muckle Wells, suatu kelainan langka dari ekspresi Gen IL-1α. Canakinumab memberikan kesempatan untuk langsung menyelidiki hipotesis inflamasi dari athero thrombosis dengan menghambat jalur sentral yang diprakarsai oleh IL-1, TNF-a, dan IL-6 tanpa gangguan efek pada lipid atau koagulasi.
Antibodi IL-1α lainnya yang dikembangkan untuk Atherothrombosis adalah Anakinra. Merupakan antagonis reseptor IL-1 yang telah disetujui untuk terapi rheumatoid arthritis. Penelitian pada 190 pasien dengan Penyakit Jantung Koroner didapatkan bahwa Anakinra menurunkan HbA1c dan Pro-Insulin, rasio insulin pada diabetes, IL-6 dan C-Reaktif Protein.15
Reinkarnasi tidak hanya terjadi dalam bidang farmasi, tetapi juga dalam intervensi fisik. Terapi Gelombang Kejut saat ini telah digunakan dalam bidang Gastroenterologi untuk terapi batu empedu dan bidang Urologi untuk terapi Nephrolithiasis.16 Ternyata gelombang kejut ini memiliki efek pada fungsi sel secara umum. Baru-baru ini dilaporkan bahwa gelombang kejut dapat meningkatkan kemampuan fungsional dari sel progenitor terisolasi. Sehingga berdasarkan dari observasi pada kultur sel terisolasi, dilakukan percobaan pada pasien dengan gagal jantung. Secara mengejutkan, terapi gelombang kejut pada sel progenitor dari sumsum tulang menghasilkan peningkatan pada terapi Stemcell pada pasien gagal jantung dan perbaikan dari fraksi ejeksi ventrikel kiri.17
Suatu reinkarnasi akan dikatakan berhasil bila ditemukan indikasi baru dari terapi tersebut yang berbeda dari indikasi awal mulanya. Reinkarnasi dianggap lebih aman, lebih cepat dan lebih murah bila dibandingkan dengan memulai dari penelitian dari awal. Reinkarnasi telah melewati uji toksisitas dan uji lainnya secara signifikan, sehingga reinkarnasi dapat dikatakan lebih menghemat banyak uang dan waktu. Indikasi baru dari reinkarnasi obat dapat memberikan manfaat lebih awal kepada pasien sehingga dapat menyelamatkan serta meningkatkan kualitas hidup hanya dalam kurun waktu singkat.
Tetapi masyarakat saat ini beranggapan bahwa sesuatu itu lebih baik hanya karena lebih baru. Hal itu memang benar bila diaplikasikan pada produk konsumen seperti kendaraan, telepon genggam, komputer, TV, dll. Tetapi pada masalah kesehatan belum tentu seperti itu. Terbukti, setiap tahun banyak obat dan peralatan medis baru yang telah disetujui, tidak serta merta lebih baik dan setimpal dibanding harganya. Penelitian memperlihatkan bahwa beberapa kasus, obat atau peralatan yang telah ada dapat menjadi lebih baik, lebih aman dan lebih murah daripada yang baru. Jadi dalam bidang medis, dapat diasumsikan sesuatu yang baru itu berarti sangat mahal. Sehingga reinkarnasi dari obat lama dapat menjadi solusi yang menarik.*
Daftar Pustaka
- Cutler DM, McClellan M. Is technological change in medicine worth it? Health Aff (Millwood) 2001; 20: 11-29.
- Luscher TF. The bumpy road to evidence: why many research findings are lost intranslation. Eur Heart J 2013; 34: 3329-3335.
- DiMasi JA, Hansen RW, Grabowski HG. The price of innovation: new estimates ofdrug development costs. J Health Econ 2003; 22: 151-185.
- Nichols M, Townsend N, Scarborough P, Rayner M. Cardiovascular disease inEurope: epidemiological update. Eur Heart J 2013; 34: 3028-3034.
- Chong CR, Sullivan DJ Jr. New uses for old drugs. Nature 2007; 448: 645-646.
- Nunn JF. Ancient Egyptian medicine. Trans Med Soc Lond 1996; 113: 57-68.
- Vane JR. Inhibition of prostaglandin synthesis as a mechanism of action for aspirinlike drugs. Nat New Biol 1971; 231: 232-235.
- Carrion AF, Gutierrez J, Martin P. New antiviral agents for the treatment of hepatitis C: ABT-450. Expert Opin Pharmacother 2014; 15: 711-716.
- Caldeira D, Alarcao J, Vaz-Carneiro A, Costa J. Risk of pneumonia associated with use of angiotensin converting enzyme inhibitors and angiotensin receptor blockers: systematic review and metaanalysis. Br Med J 2012; 345: e4260.
- Fisher GW, Adler SA, Fuhrman MH, Waggoner AS, Bruchez MP, Jarvik JW. Detection and quantification of beta2AR internalization in living cells using FAP-based biosensor technology. J Biomol Screen 2010; 15: 703-709
- Ridker P, Lu¨scher TF. Anti-inflammatory therapies for cardiovascular disease. Eur Heart J 2014; 35: 1782-1791.
- Kaplan MJ. Cardiovascular complications of rheumatoid arthritis: assessment, prevention, and treatment. Rheum Dis Clin North Am 2010; 36: 405-426.
- Marks JL, Edwards CJ. Protective effect of methotrexate in patients with rheumatoid arthritis and cardiovascular comorbidity. Ther Adv Musculoskelet Dis 2012; 4: 149-157.
- Ridker PM, Thuren T, Zalewski A, Libby P. Interleukin-1beta inhibition and the prevention of recurrent cardiovascular events: rationale and design of the Canakinumab Anti-inflammatory Thrombosis Outcomes Study (CANTOS). Am Heart J 2011; 162: 597-605.
- Larsen CM, Faulenbach M, Vaag A, Vølund A, Ehses JA, Seifert B, Mandrup-Poulsen T, Donath MY. Interleukin-1-receptor antagonist in type 2 diabetes mellitus. N Engl J Med 2007; 356: 1517-1526.
- Bruns T, Stein J, Tauber R. Extracorporeal piezoelectric shock wave lithotripsy as mono and multiple therapy of large renal calculi including staghorn stones in unanaesthetized patients under semiambulant conditions. Br J Urol 1995; 75: 435-440.
- Assmus B, Walter DH, Seeger FH, Leistner DM, Steiner J, Ziegler I, Lutz A,Khaled W, Klotsche J, Tonn T, Dimmeler S, Zeiher AM. Effect of shock wavefacilitated intracoronary cell therapy on LVEF in patients with chronic heart failure: the CELLWAVE randomized clinical trial. J Am Med Assoc 2013; 309: 1622-1631.
[Tim InaHeartnews]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar