Bedah Buku Candra Jiwa Indonesia (Soenarto) di Universitas Paramadina-Jakarta
(Transcendence to the depth of the heart and beyond)“You may never know what result come of your ACTION, but if you do nothing there will be no result.” — Mohandas Gandhi —
Diasuh oleh: Prof.DR.Dr. Budhi Setianto, SpJP(K), FIHA
Salam Kardio. “Ternyata, bangsa Indonesia itu juga memiliki konsep jati diri yang asli Indonesia [lahir di Leiden, negeri Belanda] dan sejajar dengan konsep Eropa miliknya Freud, Adler maupun Jung,” cerita Dr. Ade Meidian Ambari kepada PPDS (Peserta Program Dokter Spesialis) Jantung dan Pembuluh Darah; dari UI, Undip, UNS dan PPDS Okupasi dari Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI, serta Fellow Preventif dan Rehabilitasi Kardiovaskular dari Dep. Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Universitas Erlangga —di suatu pagi hari yang cerah dalam acara Journal Reading di hari Senin. Beliau sampaikan secara spontan setelah beberapa waktu sebelumnya menjadi salah satu hadirin pada acara Bedah Buku Candra Jiwa Indonesia (Soenarto) disingkat CJI di Universitas Paramadina Jakarta. Hari Jumat, 24 Maret 2017 jam 09-11.00 di Aula Nurcholis Madjid.
Tampak moderator Dr (kandidat) Devi Wulandari MSc, Psikolog Pramadina dan pembahasnya Dr. Rudolf Woodrow Matindas Psikolog dari Universitas Indonesia bersama pembicara, Prof. Budhi Setianto Purwowiyoto.
Pentalogi. Sebenarnya, buku-buku CJI berawal dari sebuah buku kompilasi bernama Magnum Opus (2016: sampul ungu) dimaksudkan suatu karya besar karena berisi 800 halaman. Ibu Rini Eko, teman saya seorang guru sekolah dasar dan menengah pertama di Jakarta Timur mengeluh: “Pak Budhi, saya belum baca bukunya, baru melihat tebalnya buku kok sudah merasa ngelu, puyeng!” Benar, waktu itu masih berupa buku jilidan biasa dicetak dengan kertas A4 @ 80 gram; dengan printer langsung dari komputer. Sejak saat itu isi buku Magnum Opus 5/5 (2016) dipilah-dipilih bukan dipotong semangka, dijadikan 4 buku. Kumpulan 5-buku lepas itu disebut pentalogi. Empat buku pertama pentalogi dipisah dua: Studium Generale 1/5 (2012: sampul putih) suatu kuliah umum dan Studium Particulare (2013; 2014; 2015) suatu kuliah khusus. Kuliah khusus dipartisi lagi jadi 3-buku: Psike 2/5 (2013: sampul kuning) telaah tentang mental-spiritual; Ego 3/5 (2014: sampul hitam) tentang sang-aku: mental dan spiritual (jati diri manusia). Pentalogi keempat adalah Intuisi 4/5 (2014: sampul merah). Buku-buku ini diharapkan sebagai dasar pendidikan budi pekerti, pembinaan mental spiritual dan mempertajam empati bagi para pembacanya terutama insan kesehatan.
Sekolah Buku di UI. Pada suatu hari Prof. Bambang B. Siswanto melayangkan e-mail kepada saya yang isinya agar mengirimkan salah satu buku saya ke Universitas Indonesia untuk mengikuti program “one yearone bookone department” untuk memenuhinya agar buku tersebut dimasukkan dalam map yang berwarna ungu. Saya menganggapnya agar dipilih buku yang bersampul ungu, berarti saya harus mengirimkan Magnum Opus 5/5 (2016: si sampul ungu) rancangan buku saya yang pada waktu itu memang belum dicetak. Pada tahun 2013, DRPM (Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia) mengundang dosen, peneliti, pengabdi masyarakat UI untuk mengikuti Program Pendampingan Penulisan Buku Teks/Ajar Nasional, yang bertujuan untuk meningkatkan publikasi buku ilmiah ditingkat nasional. Program ini dikhususkan bagi penulis yang telah memiliki naskah buku ilmiah dalam bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dari hasil riset dan kegiatan pengabdian masyarakatnya yang telah dilakukan, tetapi belum diterbitkan.
Pada tanggal 25-26 Maret 2013 diadakan Seminar Pendampingan Penulisan Buku Teks/Ajar Nasional Tahap I. Dari tiga puluh lima calon buku ajar tersebut terpilih 20 buku: Fakultas Teknik (4 buku), Fak. KesMas (4 buku), Fak. Ilmu Budaya (5 buku), Fak. Ilmu Sosial (4 buku), dan masingmasing 1 buku dari Fakultasfakultas: Ekonomi, Psikologi, dan Kedokteran. CANDRA JIWA INDONESIA. Warisan Ilmiah Putra Indonesia. MAGNUM OPUS (5/5) 2016 (Transcendence to the deep of the heart and beyond) mewakili Fak. Kedokteran UI (waktu itu masih 763 halaman). Ada beberapa masukan dari nara sumber dan dari penerbit terhadap Magnum Opus yaitu: Perlu glosarium yang menjelaskan arti katakata yang mungkin tidak dipahami oleh pembaca awam. Perlu ada daftar pustaka yang rapi. Perlu ada sumber bacaan yang nonwebsite. Semakin tebal buku, semakin mahal biaya penerbitan dan ongkos cetaknya. Alternatif lain menjual buku secara elektronik (e-book). Beberapa content provider yang menjual buku: papataka, scoop, wayang force, bluewater, dll. Dari pakar bahasa ada juga misalnya satu alinea sedikitnya 3 kalimat, kalimatkalimat jangan terlalu panjang, dan tentang gambar serta literasinya agar dijelaskan di dalam buku tersebut sejak halaman awal.
Buku Ajar? Kalau dianggap sebagai buku semi-ilmiah yang layak dipelajari itu sudah cukup memadai untuk halaman sebelah "kiri". Tetapi halaman kanannya adalah halaman "tuntunan" yang serius karena merupakan sebagian besar dari disertasi Prof Soemantri 60 tahun yang lalu di Reiksuniversteit Leiden. Memang layak disebut sebagai buku ajar untuk mahasiswa. Terus masuk jenis ilmu pengetahuan yang mana buku-buku ini akan digolongkan? Prof Agus Purwodianto dan Dr. Danardi memasukkan dalam ranah filsafat, Prof Dede Kusmana memasukkan dalam filsafat-aplikatif. Prof. Ernie Purwa, dari Departemen Farmasi Kedokteran FKUI juga berminat memasangnya sebagai salah satu pilar ilmu pengetahuan dan teknologi dari Tenaga Kesehatan Tradisional Komplementer (NaKes TradKom). Tentu saja ada ahli filsafat murni dan para psikolog umumnya memasukkan dalam Endogeneous Psychology. Alih-alih dianggap sebagai pendekatan Psychology Oriented Cardiology saya pribadi lebih suka menganggap sebagai buku (semi-ilmiah) tentang filsafat-terapan karena bisa dianggap meliputi ilmu pengetahuan dalam cakupan yang luas seperti humaniora, anthropologi budaya, psikologi, psikiatri, keperawatan, kedokteran dan kesehatan masyarakat.
Kearifan Lokal. Masuk kategori mana saja buku-buku tersebut tidak ada masalah, yang penting dibaca, syukur dapat mengubah ke arah perilaku yang positif dan meningkatkan kebaktian/ketakwaan kepada Tuhan YME bagi pembacanya. Ketika dimasukkan ke dalam psikologi-endogen berdasarkan kearifan lokal maka sedikitnya ada tiga nama orang Jawa yang pantas disebutkan ialah Raden Pandji Sosrokartono, kakak kandung R.A. Kartini; Ki Ageng Suryomentaram dan R. Soenarto Mertowardojo. Yang disebut terakhir inilah konon dapat mewakili semuanya karena mewadahi seluruh konsep candra jiwa yang ada di Indonesia pada waktu itu. Tentu saja ini adalah menurut Prof. Dr. dr. Soemantri Hardjoprakoso, Psikiater-psikolog, salah satu pendiri sekaligus Dekan Pertama Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran di Bandung. Pada tanggal 20 Juni 1956 beliau dipromosikan dengan gelar Doktor dalam Ilmu Jiwa yang diperoleh dari Rijkuniversiteit di Leiden, Nederland, setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul "Indonesisch Mensbeeld als Basis ener Psycho-therapie" dengan predikat summa cumlaude. Adapun bahan-bahan yang diambil untuk diolah dan dimasak dalam disertasi tersebut dari pustaka intuisi Sasangka Jati. Mengingat peristiwa tersebut kita sebagai putra Indonesia sudah selayaknya merasa bangga bahwa seorang putra Indonesia kini telah dapat menyejajarkan dirinya dengan ahli-ahli ilmu jiwa dunia Barat yang telah terkenal di seluruh dunia, yaitu Freud, Adler dan Jung. Bagian terpenting dari buku tersebut terletak di dalam pusat imateri, alam sejatinya manusia. Pusat ini (Tripurusa) dapat dianggap sebagai fungsi spesifik yang keempat sebagai pengendali seluruh aktifitas sadar dan tidak sadarnya manusia yang seharusnya terwakili oleh ketiga fungsi spesifik lainnya ialah anganangan, nafsunafsu dan perasaan dengan baik. Tripurusa yang terdiri dari Suksma Kawekas (The-Source): sumber, asal-mula dan tujuan hidup manusia; Suksma Sejati (TheForce): utusan abadi, yang menghidupi sekaligus gurunya Roh Suci (TheSelf) yang dihidupi sekaligus sebagai jatidirinya manusia. Kristalisasi dari angan-angan manusia secara fungsionil membentuk egonya manusia, secara strukturil dibentuk oleh cipta (pangaribawa)-nya manusia. 1Cipta- 2Nalar (prabawa)- 3Pangerti adalah bayangan terbaliknya Tripurusa: 3Roh Suci- 2Suksma Sejati- 1Suksma Kawekas; pangerti (kemayan) diyakini memiliki kemampuan lebih dan tempat bekerjanya di jantung.
Kearifan Lokal. Masuk kategori mana saja buku-buku tersebut tidak ada masalah, yang penting dibaca, syukur dapat mengubah ke arah perilaku yang positif dan meningkatkan kebaktian/ketakwaan kepada Tuhan YME bagi pembacanya. Ketika dimasukkan ke dalam psikologi-endogen berdasarkan kearifan lokal maka sedikitnya ada tiga nama orang Jawa yang pantas disebutkan ialah Raden Pandji Sosrokartono, kakak kandung R.A. Kartini; Ki Ageng Suryomentaram dan R. Soenarto Mertowardojo. Yang disebut terakhir inilah konon dapat mewakili semuanya karena mewadahi seluruh konsep candra jiwa yang ada di Indonesia pada waktu itu. Tentu saja ini adalah menurut Prof. Dr. dr. Soemantri Hardjoprakoso, Psikiater-psikolog, salah satu pendiri sekaligus Dekan Pertama Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran di Bandung. Pada tanggal 20 Juni 1956 beliau dipromosikan dengan gelar Doktor dalam Ilmu Jiwa yang diperoleh dari Rijkuniversiteit di Leiden, Nederland, setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul "Indonesisch Mensbeeld als Basis ener Psycho-therapie" dengan predikat summa cumlaude. Adapun bahan-bahan yang diambil untuk diolah dan dimasak dalam disertasi tersebut dari pustaka intuisi Sasangka Jati. Mengingat peristiwa tersebut kita sebagai putra Indonesia sudah selayaknya merasa bangga bahwa seorang putra Indonesia kini telah dapat menyejajarkan dirinya dengan ahli-ahli ilmu jiwa dunia Barat yang telah terkenal di seluruh dunia, yaitu Freud, Adler dan Jung. Bagian terpenting dari buku tersebut terletak di dalam pusat imateri, alam sejatinya manusia. Pusat ini (Tripurusa) dapat dianggap sebagai fungsi spesifik yang keempat sebagai pengendali seluruh aktifitas sadar dan tidak sadarnya manusia yang seharusnya terwakili oleh ketiga fungsi spesifik lainnya ialah anganangan, nafsunafsu dan perasaan dengan baik. Tripurusa yang terdiri dari Suksma Kawekas (The-Source): sumber, asal-mula dan tujuan hidup manusia; Suksma Sejati (TheForce): utusan abadi, yang menghidupi sekaligus gurunya Roh Suci (TheSelf) yang dihidupi sekaligus sebagai jatidirinya manusia. Kristalisasi dari angan-angan manusia secara fungsionil membentuk egonya manusia, secara strukturil dibentuk oleh cipta (pangaribawa)-nya manusia. 1Cipta- 2Nalar (prabawa)- 3Pangerti adalah bayangan terbaliknya Tripurusa: 3Roh Suci- 2Suksma Sejati- 1Suksma Kawekas; pangerti (kemayan) diyakini memiliki kemampuan lebih dan tempat bekerjanya di jantung.
Empat Peneliti, Penulis Chandra Jiwa Manusia: Sigismund Schlomo Freud (1856-1939), Alfred Adler (1870-1937), Carl Gustav Jung (1875-1962), dan Soemantri Hardjoprakoso (1913-1970).
Metamorfosis. Tugas utama Angan-angan sebagai kusir terhadap kuda-kudanya adalah agar kuda-kuda (putih-nya mengembangkan sifat-sifat sosial di masyarakat dan mengajak berbakti (suprasosial) kepada Tuhan YME menurut agama dan kepercayaannya. Kuda kuningnya (keinginan diawali dengan niat) memotivasi kuda merah (kemauan dan semangat) serta kuda hitam (egoistik-ego-netral) untuk mengikuti gerak kuda putih sebagai kuda penjuru. Sebenarnya yang perlu diperhatikan adalah kehebatan kuda hitam karena dia satu-satunya nafsu yang dapat berubah, metamorfosis. Sifat egosentripetal yang egoistik mengonversi dirinya menjadi netral itulah metamorfosis seperti seekor ulat setelah "tapabrata" tidak makan dan tidak minum, menyederhanakan gerakan hidupnya menjadi seekor kupu-kupu yang indah bahkan dapat terbang ke angkasa. Soalnya semua jenis kejahatan dapat disematkan pada nafsu yang egoistik ini seperti: loba, tamak, iri hati, aniaya dan fitnah; adalagi yang fisiologis tetapi sifatnya juga merusakkan jasmani bila berlebihlebihan yaitu makan, minum, tidur dan syahwat. Keempat hal yang disebut terakhir tersebut akan menyehatkan tubuh justru kulminasinya di bulan puasa yang selalu dinantikan oleh umat Islam guna mengaktualisasikan imannya kepada Rabb, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Selamat berpuasa, mohon maaf lahir-bathin.
Pamudaran dan Panunggal. Mengatur hawa nafsu, hidup sederhana, kasih sayang kepada sesama hidup, beribadah dalam arti yang seluas-luasnya diserahkan kepada religi masing-masing. Titik akhir dari evolusi jiwa manusia yang dicatat oleh Candra Jiwa Indonesia (Soenarto) adalah peristiwa Pamudaran dan Panunggal yaitu pudarnya angan-angan, nafsu-nafsu, dan perasaan serta egonya yang fisik. Peristiwa berikutnya adalah bersatu kembalinya ego-spiritualnya manusia ialah Roh Suci (TheSelf)-yang dihidupi kembali kepada yang menghidupinya ialah Suksma Sejati (TheForce) utusan Tuhan yang abadi. Utusan Tuhan Yang Abadi ini dipertimbangkan, dipersepsikan bukan dipersamakan sebagai Nur Muhammad-Nur Dzatullah-Nur Illahi-yah, Sang Kristus, Sang Buddha, Wahe Guru, Avatar, Eternal Messenger dan masih banyak lagi sesuai dengan kebudayaan maupun keyakinan religinya. Pada hakekatnya para Utusan Tuhan (Nabi) di dunia adalah manusia istimewa yang mampu mengeksiskan TheForce di dalam sebagian atau seluruh kehidupannya.
Individuasi. Persepsi semacam ini hendaknya diputuskan diterima atau ditolak berdasarkan perasaan atau feeling manusia yang sejuk, bukan dengan akal yang mudah memanas. Menurut Carl Gustav Jung persoalan kepercayaan kepada Tuhan memang bukan fungsi tertingginya akal melainkan perasaan manusia! Bahkan Jung sudah mengindikasikan sebelumnya sebagai suatu hipotesis tentang Pamudaran tersebut sebagai Individuation, werden zur Persönlichkeit, atau Selbstverwirklichung, Verselbstung atau Individuationprozess. Dikatakan hipotesis karena Jung tidak ketemu dengan Nabi yang ia hormati sebagai manusia berkelas super. Beruntung dr. Soemantri Hardjoprakoso bertemu dengan R. Soenarto Mertowardojo yang juga bukan Nabi tetapi meyakini mendapatkan intuisi, Sabda dari Sang Guru Sejatinya di dalam dirinya yang melebihi dari prediksi Jung. Karena Sabda-sabda tersebut telah dihimpun oleh R. Soenarto Mertowardojo, R.T. Hardjoprakoso dan R. Trihadono Soemodihadjo di dalam 7-buku yang disatukan dalam satu pustaka intuisi Sasangka Jati. Penulis kedua dan ketiga adalah pencatat intuisi, akhirnya buku-buku tersebut diolah bersama dan disempurnakan oleh ketiga penulis tersebut.
Tidak Berbunyi. Demikianlah kurang-lebih materi yang telah disampaikan pada acara Studium Generale dan bedah buku Candra Jiwa Indonesia (Soenarto): Sebuah Pendekatan Konsep Sehat Indonesia dimotori oleh Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina; Program Studi Psikologi. Diselenggarakan pada hari Jumat 24 Maret 2017 jam 09.0011.00 WIB di Aula Nurcholish Madjid, Jl Gatot Subroto kav.97, Mampang, Jakarta. Acara ini dipandu oleh Dr (kandidat) Devi Wulandari MSc, dosen Prodi Psikologi dan pembahasnya Dr. Rudolf Woodrow Matindas (terkenal sebagai Mas Budi dikalangan psikologi), dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Dihadiri para mahasiswa, dosen, psikolog, kardiolog Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Fakultas Kedokteran UI, PERKI, warga PANGESTU, serta Ibu Lin Zuhal, Ketua Yayasan Jantung Indonesia. Dr. Lidia K. Hidayat Psi., MPH., Psikolog Unika Atma Jaya berminat menerjemahkan disertasi Prof. Soemantri dari Bahasa Belanda ke bahasa Inggris dan mengembangkan magister. Dikalangan Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina; Program Studi Psikologi juga berkeinginan mengembangkan “Kelas Eksekutif ” untuk Candra Jiwa Indonesia. Dalam kurun waktu 60 tahun ini Candra Jiwa Indonesia tidak terdengar bunyinya di masyarakat ditanyakan kepada seluruh hadirin oleh Drs. Poedjiono dari Yayasan Pendidikan Internal Auditor.
Bersyukur demikian karena penulis jadi mendapat kesempatan yang langka ini untuk mendalami Candra Jiwa Indonesia dan menulisnya sebagai Transcendence to the depth of the heart and beyond. Acara ini dihadiri oleh 100-an peserta, termasuk dari Malang dan Surakarta. Setiap peserta diberikan sebuah buku: 2017 Prequel (Perkenalan) Candra Jiwa Indonesia (120 hal.), bagi yang mengajukan pertanyaan atau komentar mendapat lagi sebuah buku: 2016 Magnum Opus (Karya Besar, 800 hal.)
Niat. Pertanyaan dari aktifis Studi Sufi dan Tasawuf Islam agak mengagetkan karena menanyakan mengapa dalam Al-Quran hanya disebut 3-Nafsu di dalam CJI disebut 4-Nafsu? Kami jawab memang benar demikian, Nafsu Sufiah yang disebut sebagai nafsu tambahan dapat diartikan sebagai nafsu keinginan; awal dari keinginan adalah niat, sesungguhnya amal itu tergantung niatnya (Innamal a’maalu bin niyyah), sebuah hadits dari Imam Buchari. Saya pernah membaca Muhammad Iqbal malah mencatat ada 15-an nafsu, Ibnu Sina dokter muslim terkenal mencatat ada 20-an, ada yang menyebut 10, dan ada juga yang menyebut 7. Mengapa demikian? Sebut saja Surat ke-89 Al Fajar ayat 27, 28 dan 30: dari sini bisa didapatkan 3-nafsu: Mutmainah yang berpolarisasi 1sosial, yang mendapat ridho (2Mardiah), dan yang berpolarisasi 3suprasosial (jannah, sorga).
Luamah dan Asmara-sufi. Pada Surat ke-75 Al Qiyaamah: 40 ayat diwahyukan di Mekah; nafsu lawwaamah ini diartikan sebagai nafsu yang menyesali dirinya, karena 1egoistik: loba, tamak, iri hati, aniaya dan sebagainya. 2Lebih Jahat lagi misal dalam minat seksual, sadis, masokis oral dan anal. Namun, ada juga kelebihan nafsu ini ketika mengikuti petunjuk Nabi untuk berpuasa, hidup sederhana, kasih sayang kepada sesama hidup, maka ia menjadi lawwaamah yang di 3tengah (al wustho), menjadi netral berupa kekuatan fisik dalam menahan rasa lapar, haus, terluka, panas, dingin, kurang tidur dan tahan gejolak seksual. Dalam Surat ke-12: Yusuf; 111 ayat diwahyukan di Mekah menceritakan tentang Kehidupan Nabi Yusuf yang terkenal gantengnya itu. Nafsu 1Amarah [kemauan] yang disebut secara khusus dalam Surat Yusuf pada ayat ke-53, tidak semua yang terlibat menjadi 2jahat (egoistik), bisa juga bersemangat 3baik (sosial) karena diberi 4rahmat (suprasosial) Tuhan. Masih ada lagi kombinasi nafsu Mutmainah dan Sufiah menjadi Asmara-sufi menurut R. Trihardono Soemodihardjo mentornya Prof. Soemantri dan juga memiliki candra jiwa hanya tidak dipertahankan sebagai disertasi. Keterangan dalam bahasa Arab tersebut diatas tentu saja tidak dimuat di dalam bukubuku Candra Jiwa Indonesia tidak lain karena keterbatasan penulis dalam ilmu agama Islam.
Epilog. Sehat itu adalah harmoninya ke 3-Sentra vitalitas angan-angan, perasaan dan nafsu-nafsu yang diatur oleh Pusat vitalitasnya yang ke-4; akhirnya berimbas kepada kesehatan jasmaninya. Empat tahun setelah surat apresiasi civitas akademika 3 April 2013 dari Ibu Dekan FKUI untuk buku CJI dan agar memberikan semangat menulis di kalangan staf pengajar muda --Pada tanggal 24 Maret 2017 Dekan Fakultas Falsafah dan Peradaban Paramadina juga memberikan Sertifikat sebagai Pembicara Dalam Kuliah Umum (studium generale) Prodi Psikologi: “Bedah Buku Candra Jiwa Indonesia Sebuah Pendekatan Konsep Sehat Indonesia.”
“May theForce be with us.”
Salam kuantum
Waow,saya sendiri kaget,kok tulisan saya ada di sini, saya amat tersanjung.
BalasHapusBudhiSPur.