PIKI kembali mengadakan pertemuan ilmiah nasional ISICAM. Teknologi dan kasus intervensi semakin berkembang. PIKI berharap dapat mencetak dokter sub intervensi semakin cepat dan banyak.
Setidaknya sekitar 500-an dokter jantung dari berbagai kalangan hadir di lantai 3 Hotel Fairmont, Jakarta, akhir November 2016. Bahkan beberapa ahli jantung dari luar negeri turut serta dalam pertemuan tersebut. Ada apa gerangan? Tak pelak lagi, inilah perhelatan penting tahunan Perhimpunan Intervensi Kardiologi Indonesia (PIKI): The 8th Indonesian Society of International Cardiology Annual Meeting (ISICAM) -- InaLIVE, 18-20 November 2016.
Berbagai topik kasus dan keilmuan penyakit jantung didiskusikan dan dipaparkan. Acara ini terbuka untuk para kardiologis general, kardiologis intervensi, spesialis internis, radiologis intervensi, neurologis intervensi, hingga dokter umum dan perawat.
Tentu saja, ISICAM 2016 ini juga bertaburan pakar dari dalam maupun luar negeri seperti dari Cina, Amerika Serikat, Korea, Malaysia, Singapura serta Brunei Darussalam dan Singapura. Beberapa pakar yang akan tampil dalam perhelatan ini antara lain: Prof. Teguh Santoso, MD, PhDm (Senior Interventional Cardiologist, Universitas Indonesia), Dr. Sunarya Soerianata (Senior Interventional Cardiologist Universitas Indonesia), Dr. Muhammad Munawar (Senior Interventional Cardiologist Bina Waluya Cardiac Center Jakarta), Al Fazir (Malaysia), Ehrin Amstrong (Amerika Serikat), Jung Min Ahn (Korea Selatan), Seung Jung Park (Korea Selatan), Tao Ling (Cina) serta Manish Parikh (Amerika Serikat).
“Atas nama seluruh pengurus PIKI, saya mengucapkan terima kasih atas kehadiran para ahli, tamu undangan, juga seluruh anggota yang turut berpartisipasi dalam kegiatan ini,” tutur Dr. Muhammad Munawar, Ketua PIKI dalam sambutan tertulisnya. Ketua PIKI terpilih, Dr. Sunarya Soerianata menambahkan, “Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk mendidik para dokter dan tenaga profesi medis lainnya yang bekerja atau tertarik dalam bidang ini. Sebab itu, tema ISICAM kali ini adalah Optimizing Outcome with Innovations in Cardiovascular Intervention,” katanya.
Pengurus PIKI memang berusaha mengoptimalkan ISICAM kali ini. Proses interaksi tak hanya berupa ceramah dan presentasi, tetapi juga diisi dengan live demo, abstrak, studi kasus dan sesi teknologi. “Serangkaian workshop juga diselenggarakan dalam acara ini, termasuk berbagai teknik terbaru tentang transseptal technique, carotid intervention, imaging and physiology dan transradial intervention,” tutur Dr. Doni Firman, Ketua Organizing Committee The 8th ISICAM-InaLIVE 2016.
Tak ketinggalan, komite ilmiah PIKI juga dengan cermat memilih topik yang menarik lainnya termasuk menghadirkan produk teknologi terbaru dan inovatif pada bidang intervensi jantung. “Di dunia sub spesialis intervensi aspek teknologi memang paling cepat berkembang dari tahun ke tahun,” kata Doni. Jadi, lanjutnya, “Saya kira tahun ini banyak sekali yang baru seperti pembahasan teknologi intervensi katup jantung, intervensi struktural lain seperti penutup apendiks, atrium kiri dan sebagainya,” katanya. Tidak hanya alat, tapi juga obat-obatan dan masalah seputar layanan kesehatan juga ditelaah. “Tak kalah pentingnya, kita juga membahas tentang BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. Begitu dinamikanya dari tahun ke tahun,” tutur Doni.
Pertumbuhan kebutuhan layanan jantung semakin tinggi
Salah satu peserta, ISICAM 2016, Dr. Daniel Tobing, SpJP(K), sangat menghargai kegiatan yang diselenggarakan PIKI. Salah satu hal yang patut ditandai dari pertemuan kali ini adalah animo para dokter yang ikut terlibat dalam acara ini. “Kalau dilihat semangat mereka untuk hadir dan mengikuti workshop cukup tinggi…banyak diminatilah. Bandingkan dengan di Taiwan, acara sejenis seperti ini cuma dihadiri 17 orang. Bandingkan dengan ISICAM yang dihadiri ratusan orang. Jadi semangat kita cukup baik dalam hal ini,” kata Daniel.
Apalagi, lanjut Daniel, perkembangan layanan sub spesialis intervensi memang semakin maju termasuk untuk layanan kesehatan di daerah. “Kini pertumbuhan kebutuhan pasien jantung di daerah juga makin tinggi. Kita butuh SDM-SDM (sumber daya manusia) yang harus menguasai masalah itu,” kata Daniel. Sebab itu, ISICAM inilah yang memberi kesempatan kepada insan medik untuk menambah wawasan. “Bukan hanya untuk para dokter di pusat, tetapi juga di daerah, mulai dari pengetahuan basic sampai advance,” katanya lagi.
Sebab itulah, Doni berharap para dokter, terutama anggota PIKI, dapat mengambil hikmah dari penyelenggaraan pertemuan ilmiah tahunan ini. “Kita tidak hanya bicara tentang segi ilmiahnya saja tetapi juga tentang etika. Misalnya kapan dengan secara pasti kita menentukan sesuatu tindakan yang baik, dengan suatu indikasi yang baik, dengan pengetahuan dan skill yang baik dan hubungan yang baik pula dengan pasien,” kata Doni.
Ia melanjutkan, dengan bekal pengetahuan, keterampilan yang baik tadi, para dokter dapat menghasilkan cost effective yang baik bagi pasien. “Ini sesuai dengan era BPJS saat ini. Dalam era ini, seorang dokter tidak hanya dituntut profesinya sendiri, tetapi juga dituntut untuk berpikir secara ekonomis karena dia juga harus memikirkan biaya kesehatan agar tidak memberatkan pasiennya,” katanya.
Maklum saja, BPJS saat ini menjadi titik sentral layanan kesehatan Indonesia. “Pemerintah berniat dan berambisi agar seluruh masyarakat mendapatkan layanan kesehatan dan tanpa memberatkan. Itu diterapkan dengan anggaran finansial yang harus diaplikasikan para dokter atau rumah sakit di tempat mereka bekerja. Dan itu tidak mudah. Itu menjadi tantangan yang harus dihadapi,” kata Doni.
Manfaat yang dapat diambil dari ISICAM
Tak dapat dipungkiri, para dokter jantung harus dapat mengambil seoptimal mungkin manfaat yang ada dalam ISICAM. “Masalah intervensi jantung itu ibarat pisau bermata dua. Kalau dilihat dari sisi kepentingan pasien, tindakan intervensi bisa baik bagi pasien tetapi sebaliknya bisa saja harmful. Jadi ini sudah menjadi tugas pengurus PIKI untuk meningkatkan dan mengingatkan kembali skill teman-teman,” katanya.
Harapan dari semua ini, lanjut Doni, adalah terciptanya angkatan dokter jantung yang lebih cepat. “Masalah yang menjadi primadona pengurus PIKI saat ini adalah bagaimana mencetak dokter jantung yang sub spesialis intervensi dengan lebih cepat dan lebih banyak,” katanya.
Salah satu caranya, selain tentu saja mengadakan beragam pertemuan ilmiah seperti ISICAM, PIKI juga sudah mengadakan kerja sama dengan berbagai lembaga pendidikan kedokteran. “Tahun ini kita sudah berhasil menyelenggarakan kerja sama pendidikan dengan sembilan center lembaga domestik. Untuk luar negeri kita sudah bekerja sama dengan empat atau lima center. Para peserta pendidikan ini secara rutin kita kirimkan keluar negeri. Jadi mudah-mudahan kita bisa mencetak dokter sub spesialis lebih cepat dan lebih banyak,” katanya. Semoga!
[Tim InaHeartnews]