Ratusan dokter yang tergabung dalam organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Dokter Obstetri dan Ginekologi (POGI), Sulut melakukan aksi solidaritas dokter di halaman kantor DPR Provinsi Sulut, kota Manado, Sulawesi Utara, Senin (18/11). Sejumlah dokter mengancam akan melakukan mogok kerja. Puluhan dokter di Gorontalo membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk dukungan kepada dr Dewa Ayu. Sejumlah dokter yang tergabung dalam IDI Kudus berdoa saat menuntut pembebasan dr Ayu. Reaksi keras dari para dokter itu adalah bentuk solidaritas profesi terhadap dokter Dewa Ayu yang ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara sejak 8 November lalu atas putusan Mahkamah Agung, nomor 365.K/Pid/2012 tertanggal 18 September 2012. Selain itu para dokterpun menuntut stop kriminalisasi dokter atas tindakan medisnya.
Atas kejadian itu, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zaenal Abidin mengharapkan dokter tidak melakukan mogok kerja karena ditahannya seorang dokter.
"Kami mengharapkan dokter tidak melakukan mogok kerja, karena kerja dokter adalah pelayanan," kata Zaenal di Jakarta, Senin (18/11).
Dia menambahkan, jika dokter melakukan mogok kerja maka masyarakat akan kesulitan mendapat pelayanan kesehatan.
Kasus ini berawal dari tindakan Sectio Caesaria Sito terhadap pasien bernama Julia Fransiska Makatey (25) pada 2010 di Rumah Sakit Prof. Kandou Manado yang dilakukan oleh dr Dewa Ayu Sasiary Prawani SpOG bersama dua rekannya dr. Hendry Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian. Ketiga dokter spesialis kandungan tersebut melakukan tindakan itu karena riwayat gawat janin, setelah sebelumnya pasien dirujuk ke puskesmas. Beberapa hari setelah dilakukan operasi, pasien meninggal dunia akibat masuknya angin ke jantung atau emboli udara. Kasus ini dibawa ke Pengadilan Negeri Manado sebagai tindakan malpraktek. Disini, ketiganya divonis tidak bersalah. Tapi, di tingkat kasasi, ketiga dokter itu dianggap melakukan kealpaan yang menyebabkan pasien meninggal.
Zaenal berkeyakinan para dokter tersebut tidak bersalah, karena sudah berupaya maksimal menyelamatkan pasien.
"Kami (IDI) menyatakan menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap dokter", ujar Zaenal. "Pada prinsipnya kasus yang terjadi di Manado jadi pertanyaan bagi profesi kita."
IDI akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) pada peristiwa penahanan itu.
"Kasus ini harus dituntaskan, jika tidak, bisa mengganggu dunia kesehatan," jelas dia.
Jika tidak diselesaikan, lanjut dia, maka tidak akan ada lagi dokter yang mau mengerjakan kasus gawat darurat. Bayang-bayang ancaman penjara ini dikhawatirkan akan menyebabkan para dokter waswas ketika melakukan tindakan medis berisiko —padahal sangat diperlukan.
"Kasus gawat darurat itu, potensinya sangat kecil," ujarnya sembari menyatakan IDI fokus dalam urusan hukum.
IDI berjanji untuk berjuang membebaskan dokter Ayu dari tahanan dan dua dokter lainnya dari jerat hukum.
Koordinator Penasihat Hukum pada Tim Penanganan dan Pertimbangan Masalah Hukum Tertentu Kementerian Kesehatan Amir Hamzah Pane mengatakan: "Kalau dalam menjalankan profesinya tidak pantas dipidana, karena tujuannya mulia menyelamatkan nyawa pasien."
Dokter bisa dipidana jika unsur hukumnya terpenuhi misalnya melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau transplantasi ginjal dengan tujuan menjual ginjal tersebut.
"Kalau dalam konteks profesi tidak bisa, kalau pasien meninggal itu risiko medis," jelas Amir.
Amir juga menilai dokter yang melakukan kerja dalam tim tidak bisa dipidana sendirian.
Dia berharap polisi dan jaksa berkonsultasi terlebih dahulu dengan komite medik sebelum memperkarakan tenaga kesehatan.
Mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung Prof Dr Laila Marzuki SH MH mengatakan penahanan dr Dewa Ayu tidak pantas dilakukan karena tidak ada kelalaian dalam penanganan pasien.
"Tidak pantas ditahan karena tidak ada unsur kelalaian," ujar dia dalam seminar di Kantor Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta, Senin (18/1).
Dia menambahkan, pasien tersebut meninggal karena emboli udara atau masuknya udara ke jantung. "Itu diluar perkiraan dari seorang dokter," jelas dia.
Kasus emboli udara, lanjut dia, sudah terjadi sejak dulu, bahkan ada perempuan yang tewas setelah melakukan hubungan badan akibat masuknya udara ke jantung.
"Kasus seperti itu, sudah lama terjadi. Dan diluar prediksi dokter," kata dia.*
"Kami mengharapkan dokter tidak melakukan mogok kerja, karena kerja dokter adalah pelayanan," kata Zaenal di Jakarta, Senin (18/11).
Dia menambahkan, jika dokter melakukan mogok kerja maka masyarakat akan kesulitan mendapat pelayanan kesehatan.
Kasus ini berawal dari tindakan Sectio Caesaria Sito terhadap pasien bernama Julia Fransiska Makatey (25) pada 2010 di Rumah Sakit Prof. Kandou Manado yang dilakukan oleh dr Dewa Ayu Sasiary Prawani SpOG bersama dua rekannya dr. Hendry Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian. Ketiga dokter spesialis kandungan tersebut melakukan tindakan itu karena riwayat gawat janin, setelah sebelumnya pasien dirujuk ke puskesmas. Beberapa hari setelah dilakukan operasi, pasien meninggal dunia akibat masuknya angin ke jantung atau emboli udara. Kasus ini dibawa ke Pengadilan Negeri Manado sebagai tindakan malpraktek. Disini, ketiganya divonis tidak bersalah. Tapi, di tingkat kasasi, ketiga dokter itu dianggap melakukan kealpaan yang menyebabkan pasien meninggal.
Zaenal berkeyakinan para dokter tersebut tidak bersalah, karena sudah berupaya maksimal menyelamatkan pasien.
"Kami (IDI) menyatakan menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap dokter", ujar Zaenal. "Pada prinsipnya kasus yang terjadi di Manado jadi pertanyaan bagi profesi kita."
IDI akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) pada peristiwa penahanan itu.
"Kasus ini harus dituntaskan, jika tidak, bisa mengganggu dunia kesehatan," jelas dia.
Jika tidak diselesaikan, lanjut dia, maka tidak akan ada lagi dokter yang mau mengerjakan kasus gawat darurat. Bayang-bayang ancaman penjara ini dikhawatirkan akan menyebabkan para dokter waswas ketika melakukan tindakan medis berisiko —padahal sangat diperlukan.
"Kasus gawat darurat itu, potensinya sangat kecil," ujarnya sembari menyatakan IDI fokus dalam urusan hukum.
IDI berjanji untuk berjuang membebaskan dokter Ayu dari tahanan dan dua dokter lainnya dari jerat hukum.
Koordinator Penasihat Hukum pada Tim Penanganan dan Pertimbangan Masalah Hukum Tertentu Kementerian Kesehatan Amir Hamzah Pane mengatakan: "Kalau dalam menjalankan profesinya tidak pantas dipidana, karena tujuannya mulia menyelamatkan nyawa pasien."
Dokter bisa dipidana jika unsur hukumnya terpenuhi misalnya melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau transplantasi ginjal dengan tujuan menjual ginjal tersebut.
"Kalau dalam konteks profesi tidak bisa, kalau pasien meninggal itu risiko medis," jelas Amir.
Amir juga menilai dokter yang melakukan kerja dalam tim tidak bisa dipidana sendirian.
Dia berharap polisi dan jaksa berkonsultasi terlebih dahulu dengan komite medik sebelum memperkarakan tenaga kesehatan.
Mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung Prof Dr Laila Marzuki SH MH mengatakan penahanan dr Dewa Ayu tidak pantas dilakukan karena tidak ada kelalaian dalam penanganan pasien.
"Tidak pantas ditahan karena tidak ada unsur kelalaian," ujar dia dalam seminar di Kantor Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta, Senin (18/1).
Dia menambahkan, pasien tersebut meninggal karena emboli udara atau masuknya udara ke jantung. "Itu diluar perkiraan dari seorang dokter," jelas dia.
Kasus emboli udara, lanjut dia, sudah terjadi sejak dulu, bahkan ada perempuan yang tewas setelah melakukan hubungan badan akibat masuknya udara ke jantung.
"Kasus seperti itu, sudah lama terjadi. Dan diluar prediksi dokter," kata dia.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar