Pengamatan ini didasarkan pada registry Kohort Internasional, mengatakan bahwa CCTA memiliki makna untuk menjadi bagian triase pasien seperti ini dalam menentukan pemeriksaan lanjutan yang bersifat invasif menurut peneliti yang melaporkan hasil penelitiannya tersebut secara online pada 19 Februari 2013 melalui Jurnal Radiologi.
"Pasien-pasien ini, yang telah kami nilai melalui berbagai penilaian faktor risiko, ternyata memiliki risiko relatif rendah, dan termasuk populasi yang sulit untuk distratifikasi", ungkap Dr. Jonathon Leipsic (Universitas British-Kolumbia, Vancouver Kanada).
Bermakna prognostik dan memiliki nilai yang sangat kuat"Kelompok ini pastinya akan dikirim untuk pemeriksaan test diagnostik yang noninvasif, seperti nuklir test ataupun treadmill test, untuk meningkatkan likelihood temuan positif pada angiografi koroner --bila mengambil jalur tersebut--, atau untuk menilai risiko. Tetapi test-test ini sebenarnya hanya dapat menyingkap keadaan PJK dengan tingkat yang cukup berat, dimana keadaan tersebut telah menyebabkan iskemia," begitu penjelasannya. Dan ini berbeda dengan kemampuan CCTA, yang memiliki nilai prognostik bahkan pada pasien dengan memiliki PJK yang ringan, hingga tidak memiliki PJK.
"Istimewanya CCTA ini adalah anda tidak lagi menduga-duga. Anda dapat mengidentifikasi PJK yang masih ringan, kemudian anda dapat juga mengidentifikasi penyempitan bermakna arteri koroner dan ini menjadi dasar untuk memahami keadaan prognosis pasien ini," kata Leipsic.
"Berdasarkan alasan ini, dengan pemilihan populasi pasien yang tepat dengan gejala atipikal dan dengan kecurigaan ada PJK, menurut kami CCTA adalah pemeriksaan lini depan yang sangat baik. Apa yang penting pada analisa kami adalah, bahkan pada keadaan gejala yang tidak khas, dan pasien tidak memiliki resiko untuk terjadinya PJK, beberapa dari mereka ternyata telah memiliki PJK yang bermakna, dan jika pemeriksaan ini telah membuktikan hal tersebut, karena itu kami beranggapan pemeriksaan ini memiliki nilai prognostik penting dan bermakna," tambahnya.
Rujukan dikarenakan keluhan ataupun riwayat penyakit jantung dalam keluargaPenelitian yang melibatkan 5.262 pasien tanpa faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti merokok, dislipidemia ataupun diabetes pada 12 pusat penelitian Kohort prospektif dari lebih 12.000 pasien yang tidak diketahui apakah menderita PJK sebelumnya, dan kemudian dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan CCTA. Pengiriman didasarkan pada gejala atau "kewaspadaan klinis akibat sejarah PJK dalam keluarga. Sementara, 36% diantaranya tidak memiliki keluhan sama sekali atau asimtomatik.
PJK dikelompokkan sebagai obstruktif ( >= 50% stenosis) pada 12% pasien, nonobstruktif (>= 1% s/d 49% diameter luminal) pada 27% pasien, dan tidak memiliki PJK sebesar 61% pasien.
Setelah diikuti selama rata-rata 2,3 tahun, Kejadian Kardiovaskular Mayor (KKM) terjadi pada 106 pasien (2,0%), berupa kematian, non fatal infark miokard akut (IMA), angina pektoris tidak stabil (APTS), ataupun revaskularisasi lambat >90 hari di pembuluh yang terdapat lesi.
Lesi obstruktif memiliki Hazard Ratio (HR) KKM (risk-adjusted) sebesar 6,64 (CI 95%, 3,68-12,00; p<0,01). dengan variasi HR pada yang simptomatik 11,9 (p<0,01) dan 6,3 (p<0,01) untuk pasien asimtomatik.
Resiko KKM bervariasi dengan jumlah koroner obstruktif: HR 6,11 pada pasien dengan satu pembuluh darah, 5,86 pada pasien dengan dua pembuluh darah dan 11,69 pada pasien dengan tiga pembuluh darah koroner dengan lesi obstruktif.
Menjawab kebutuhan yang tak terpenuhi?
Penggunaan CCTA merupakan jawaban yang menarik untuk keperluan pemeriksaan dengan keadaan emergensi, (didasarkan pada trial klinis yang mendukung), tetapi tentunya bukan tanpa kontroversi. Penggunaan pada pasien-pasien yang stabil lebih menjadi andalan utama.
Leipsic dan koleganya mengakui bahwa pernyataan Guideline secara umum tidak mendukung pemeriksaan imaging test pada individual dengan risiko rendah PJK obstruktif", juga temuan terakhir belum menyarankan penyesuaian/modifikasi appropriateness criteria yang telah biasa digunakan.
Tetapi studi mereka (Leipsic dkk) menggaris bawahi kenyataan saat ini, bahwa tidak ada skoring/penilaian secara klinis yang dapat digunakan untuk menuntun para klinisi dalam menilai resiko akan terjadinya KKM pada pasien dengan kondisi stabil yang dicurigai memiliki PJK. (Diterjemahkan dari: ww.theheart.org/article/1510213/print.do)
Haryadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar