Sindrom koroner akut (SKA) sering tampil sebagai serangan pertama apakah sebagai Unstable Angina Pectoris (UAP), Non ST elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), ST elevation Myocardial Infarction (STEMI) hingga Sudden Cardiac Death, pada pasien yang sebelumnya tidak diketahui penyakit jantung koroner. Hal ini dapat terjadi karena ruptur plak aterosklerosis yang menjadi penyebab SKA dapat terjadi sebelum penyempitan arteri koroner mencapai derajat yang cukup untuk menimbulkan iskemia. Atas dasar itu, deteksi dini aterosklerosis telah menjadi target utama skrining pada populasi risiko tinggi asimtomatik. Hal ini telah diadvokasikan oleh the Association for the Eradication of Heart Attacks (AEHA), sebagaimana kami kutip dalam gambar 2.
Gambar 2. Pendekataan untuk skrining aterosklerosis yang diadvokasikan oleh
the Association for the Eradication of Heart Attacks (AEHA).
the Association for the Eradication of Heart Attacks (AEHA).
CT koroner adalah modalitas pendeteksi aterosklerosis yang paling akurat. Bila dibandingkan dengan Angiografi koroner dengan X-ray (kateterisasi), CT koroner unggul dalam hal mendeteksi plak yang belum mengakibatkan stenosis sementara dalam mendeteksi stenosis kateterisasi tetap menjadi baku emas. Metode CT koroner dapat berupa CT calcium score atau CT angio. Metode lain pendeteksi aterosklerosis koroner adalah usg arteri carotis sebagai surrogate marker.
CT koroner calcium score tidak mampu mendeteksi plak yang tidak mengandung kalsium. Sehingga CT koroner angio yang menggunakan kontras lebih akurat dalam mendeteksi plak aterosklerosis. Sebuah studi yang menguatkan peran CT koroner angio sebagai prediktor ACS yang kuat, baru saja dipublikasikan di Jurnal JACC Imaging vol 6 no. 4 tahun 2013. Studi tersebut melibatkan 895 pasien konsekutif yang menjalani CT koroner angio diikuti selama lebih dari 1 tahun. Keluaran utamanya adalah SKA (kematian kardiak, infark miokard nonfatal atau UAP). Analisis CT koroner angio mencakup keberadaan plak obstruktif, positive remodeling (PR), low-attenuation plaque (LAP) dan napkin-ring sign. Napkin-ring sign didefinisikan dengan kriteria:
- Tampak gambaran cincin atenuasi tinggi di sekitar plak arteri koroner, dan
- Atenuasi cincin lebih tinggi dari plak di sekitarnya dan tidak lebih dari 130 Hounsfield unit
Contoh gambaran napkin-ring sign dapat dilihat di gambar 1. Gambaran napkin-ring sign pada CT koroner angio telah dibuktikan dalam beberapa studi sesuai dengan temuan thin-cap fibroatheroma pada temuan patologi anatomi, yaitu plak yang rapuh dan rentan mengalami ruptur sehingga mengakibatkan terjadinya SKA.
Gambar 1. Contoh gambar Napkin-Ring sign (A dan B).
Studi tersebut menemukan dalam follow-up 2,3 ± 0,8 tahun terjadi ACS pada 24 pasien (2,6%), di mana 41% dari pasien tersebut memiliki plak dengan Napkin-Ring sign. Studi melakukan analisis berdasarkan segmen koroner yang diperiksa, dan menemukan dalam analisis segment-based Cox proportional hazards models bahwa PR (p < 0,001), LAP (p=0,007) dan Napkin-Ring sign (p,0,0001) adalah prediktor independen untuk kejadian SKA di masa yang akan datang (Lihat tabel 1). Analisis Kaplan- Meier mendemonstrasikan bahwa plak-plak dengan Napkin-Ring Sign menunjukkan risiko kejadian SKA yang lebih tinggi dibandingkan tanpa Napkin-Ring sign (Lihat gambar 3).
Tabel 1. Perbandingan karakteristik plak per segmen dengan dan tanpa kejadian SKA.
Gambar 3 A, B, C. Kurva Kaplam Meier membandingkan survival pasien yang memiliki lesi Napkin-Ring sign dibanding dengan lesi tipe lain.
Studi ini adalah yang pertama mendemonstrasikan bahwa temuan Napkin-Ring sign pada CT koroner angio memiliki hubungan yang kuat dengan kejadian SKA di masa yang akan datang independen terhadap PR dan LAP. Deskripsi Napkin-Ring sign saat membaca hasil CT koroner angio akan membantu mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi SKA, sehingga tindakan atau pengobatan yang lebih optimal dapat dimulai sejak dini, dengan harapan mencegah kejadian SKA di masa yang akan datang.
(J Am Coll Cardiol Img 2013; 6: 448-57)
Sony HW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar